Monday, January 7, 2013

Lost In Ngawi, 30-31 Desember 2012

# Hari Pertama, Minggu 30 Desember 2012

Alarm hape saya berbunyi tepat pukul 4.30 pagi. Ah, saya masih malas sekali rasanya hendak memulai hari ini. Seperempat jam kemudian saya baru berhasil melepaskan diri dari belenggu kasur dan selimut dan mandi yang terasa seperti air es. Wusss… Dinginnya air Ungaran pagi ini membuat otot – otot saya terasa semangat!

Setelah packing barang bawaan, pukul 5.15 pagi akhirnya saya dan smash bersiap menuju ke Sampangan untuk menjemput rekan saya, Rina. Setengah jam kemudian, saya sampai kosannya dan mengetuk pintu dengan tanpa jawaban berarti. Ah, mungkin sedang mandi, pikir saya. Namun alangkah terkejutnya ternyata dia baru bangun! Oke lah, saya menunggunya sembari menikmati suasana pagi ini.

6.10 pagi, akhirnya kami berdoa untuk perjalanan kami hari ini. Kami mau ke Ngawi hari ini.
Perjalanan pagi ini melewati Unnes, Ungaran. Sampai pom bensin Lemahbang, saya isi BBM 10K idr. Suasana jalanan ditemani dengan huru hara ramainya kawasan Bawen dengan banyaknya karyawan pabrik berlalu lalang memulai aktivitasnya. 
Penyeberangan yang panjang :D
Begitu masuk di Jalan Lingkar Salatiga, saya dikejutkan oleh kemacetan yang setelah usut punya usut, ternyata disitu ada pasar pagi. Gila aja pikir saya, jalan lingkar yang luasnya bukan main ini dipake buat jualan. Dan mungkin hal itu dimaafkan oleh Pemkot Salatiga. Bukanya juga mungkin Cuma minggu pagi jam 6 sampai jam 9 saja. 
Pasar Pagi Jalan Lingkar Salatiga (Background Gunung Merbabu)
Setelah terlepas dari kemacetan ini, saya kembali menggeber smash rata – rata 100 km/jam. Jalanan yang mulus dan kondisi smash yang prima berhasil mengantar kami memasuki Kabupaten Boyolali. Kabupaten dengan ikon sapi. 
Ikon Kabupaten Boyolali

Di Boyolali ini, kami mesti mampir disebuah tempat untuk sarapan. Dan akhirnya, Soto  Pojok Pelem Musuk yang ada di Jl. Pandanaran Boyolali menjadi pilihan kami setelah Rina sebelumnya merekomendasikan saya untuk memutar balik sebentar. 

Satu porsi soto besar, satu porsi soto sedang, dua buah mendoan, satu buah perkedel, satu buah lumpia, satu buah kerupuk, dua gelas es teh, dan satu bungkus susu segar akhirnya berhasil kami tukar dengan harga yang menurut saya murah meriah. Bayangkan saja untuk seluruh makanan diatas, saya hanya perlu mengeluarkan 20K idr. Sudah termasuk parkir 1K idr. Tempat ini ramai sekali, bahkan salah seorang pelanggan yang mungkin masih berteman dengan pegawai disitu rela membantu menyiapkan pesanan dari customer yang membeludak. Bener bener high recommended soto!
High Recommended soto in Boyolali Town!
Jalan Raya Boyolali – Surakarta (Solo) memang sudah mulus semulus kaki wanita. Akhirnya kami pun dapat menikmati perjalanan dengan aman dan damai. Tidak butuh waktu yang begitu lama, sekitar pukul 8.15 kami sudah berhasil memasuki Kota Solo. Saya mengambil rute melewati Solo karena dengan pertimbangan jalanan yang lebih baik dari alternatif, contohnya via Karanggede, Gemolong. 

Sekitar pukul sembilan, kami keluar Kota Solo, melewati Palur dan menuju arah ke Sragen. Perjalanan kami yang ramai lancar ini akhirnya disambut dengan gerbang Selamat Datang Kabupaten Sragen dengan bentuk patung gading. 
Gerbang Selamat Datang Kabupaten Sragen
Yes, Sragen memang dikenal karena Sangiran yang merupakan situs purbakala yang sekarang didirikan Museum Sangiran. Ohya, tentang Museum Sangiran sendiri, pernah saya kupas juga disini. 

Masuk Kota Sragen, saya mulai ingat beberapa tahun lalu saya berkunjung kesini dalam rangka pekerjaan saya waktu itu. Saya mentok hanya sampai di alon alon. Setelah itu, saya baru kali ini melakukan perjalanan secara sadar. Hehehe.. beberapa saat setelah keluar Kota Sragen, kami mesti istirahat di pom bensin yang ada ATM BCA. Rina menyempatkan cuci muka sementara saya mengambil uang di ATM dan mengetahui bahwasanya tempat ini bernama Ngrampal. Saya juga mengisi full BBM smash 18K idr. 

Pegal pegal badan dan kaki sedikit mereda setelah sekitar 20 menit kami beristirahat. Dan tralalaaaa… kami melanjutkan perjalanan menuju ke Jawa Timur. Kecamatan terakhir yang kami lewati adalah Sambung Macan. Habis itu, ada sebuah titik keramaian dengan jalan raya yang lebih lebar dari tempat sekitar. Ternyata kami sudah sampai di perbatasan Jawa Tengah – Jawa Timur dan masuk di Kabupaten Ngawi.
Selamat Jalan Jawa Tengah
Welcome to East Java! Yeahhh!
Kecamatan pertama yang dilewati adalah Mantingan. Tampak bahwa aspal disini sudah basah pertanda beberapa saat sebelumnya sudah terguyur hujan. Cuaca diatas sana memang sedikit mendung dan sedikit merisaukan. Akhirnya hujan tidak dapat dielakkan. Kami  sempat mampir ngeyup di beberapa titik, yang terlama adalah di sebuah emperan toko. Sekitar 15 menit kami ngeyup disitu dan plat plat motor lain sudah mulai banyak yang berawalan AE. 

Perjalanan dilanjutkan dengan jas hujan. Dan lagi lagi terpaksa kami ngeyup di sebuah Alfamart di daerah Jenggrik, Kedunggalar. Disitu saya melepas sepatu yang ternyata sudah basah sampai kedalam. Istirahat dengan mengemil beberapa mie biting andalannya Rina. Saya keluarkan peta dari dalam tas dan saya menjadi semangat karena tempat yang akan kami tuju sudah dekat. Desa Kuwu. 

Beberapa saat setelah melewati Monumen Suryo - sebuah taman dengan background hutan (mungkin) jati dan sepertinya dikonsep sebagai rest area juga, akhirnya saya temukan plang petunjuk yang menyuruh kami belok kiri untuk menuju Museum Trinil.

Lanjut ke Wisata Museum Trinil


Cukup puas berwisata di Trinil, saya mengambil rute kembali ke jalan raya, mampir di SPBU untuk melaksanakan sholat dhuhur, dan beberapa saat kemudian menemukan rumah makan di kiri jalan yang seingat saya dulu saya pernah makan disitu waktu saya wisata ke Bali saat saya masih SMK dulu. Setelah itu ada rumah makan Duta yang bekerjasama dengan bus Eka. Bus jurusan Magelang – Surabaya. Tidak lama kemudian, suasana mulai ramai dan kami pun memasuki Kota Ngawi. Saya merasakan kota ini seperti di Kudus. Begitu masuk dari sebelah barat, langsung dihadapkan dengan terminal dan persimpangan jalan lingkar ke arah selatan. Untuk masuk kota tinggal lurus saja. Benar benar mirip. Terminal Kertonegoro, begitu tulisan yang terpampang di luar terminal tersebut. 
Becak becak di Ngawi dengan bendera hijau
Saya melaju pelan pelan menikmati Kota Ngawi dengan melintasi Jl. PB Sudirman. Rencana saya adalah mencari penginapan dan referensi dari teman saya, mending di Hotel SAA Nuansa yang ada di Jl Yos Sudarso. Perkiraan saya meleset. Saya kebablasan sampai arah luar kota ke arah Caruban dan menemukan Hotel Sukowati. Hotel paling recommended di Kota Ngawi berdasar informasi dari internet. Rina juga sempat mengomentari penjual rambutan yang memajang tulisan binje. Apakah rambutan di Ngawi disebut dengan Binje?

Sadar bahwa saya salah arah, saya kembali memutar dan sampai perempatan Plasa Ngawi, saya ambil ke kiri melintasi Jl. A. Yani. 
Tower PDAM Ngawi, Jl. A. Yani
Supermarket TIARA, Perempatan Jl. Lingkar ke arah Madiun
Spekulasi saya rupanya belum main. Saya sampai pada perempatan Jalan Lingkar dan menuju luar kota jalan raya ke Madiun. Setelah itu, baru saya sadar bahwa di perempatan Plasa Ngawi saya harus lurus dan that’s Jl. Yos Sudarso.

Yeay! Akhirnya ketemu juga Hotel SAA Nuansa tidak jauh dari perempatan yang sudah beberapa kali saya lewati ini. Hehehe.. Sebuah kamar dengan dua bed, kamar mandi dalam, TV 14”, dan exhaust akhirnya menjadi pilihan saya seharga 80K idr saja. 

Capek dan lapar. Itulah perasaan kami waktu itu. Tidak ada pilihan karena hari yang mulai gerimis, akhirnya kami menyantap bakso yang dipesan dari tukang bakso keliling yang standby di hotel tersebut. Dua porsi bakso dan satu gelas es degan akhirnya berhasil mengisi sementara perut kami yang mulai lapar. Cukup 13K idr saja. 
 
Waktu menunjukkan pukul 14.00 kamipun akhirnya dapat beristirahat sambil menonton tv. Rina tidur lelap sekali sementara saya menonton tv sambil selonjoran.

Lanjut Wisata ke Benteng Pendem / Fort Van den Bosch 


Keluar dari benteng, saya baru ingat kalau kami belum shalat ashar. Dan cap cus.. kami langsung menuju Masjid Agung untuk menunaikan shalat ashar yang telat ini. Sesampainya di Masjid Agung, lantai halaman sedang dibersihkan. Padahal sepatu kami kotor lumpur sehabis nguprek benteng tadi. Ah sudahlah, permisi saja sama bapak – bapak yang bersih bersih. Setelah menunaikan shalat ashar, saya merasakan suasana interior masjid ini menurut saya memanjang ke belakang. Bukan berbentuk persegi seperti masjid kebanyakan. Dan saya sempet terpikir, model memanjang ini kayak model gereja dalam video klip November Rain. Anggap saja ini angin lalu. :D
Miniatur Masjid Agung Ngawi
Kami mulai lapar dan perjalanan kami selanjutnya akhirnya terhenti oleh penjual Intip Ketan yang ada di sebelah timur alon alon, depan SMP N 2 Ngawi. Yes, karena penasaran akhirnya kami setuju untuk mencoba makanan tersebut. Saya bertanya – tanya dengan bapak penjualnya dan Rina bilang saya sok sokan turis. Whatever lah. Saya tidak pernah menjumpai makanan ini sebelumnya. Satu porsi intip ketan, seharga 6K idr. Ada 6 potong. Lalu kami segera menikmatinya di belakang penjualnya dan diberikan satu buah kursi sebagai tempat menaruh makanan itu. Hehehe.. makanan ini terbuat dari ketan, di dalemnya dikasih parutan kelapa dan mungkin dicampur dengan gula. Rasanya enak tapi kalo kebanyakan agak enek juga. 
Intip ketan!
Beberapa saat sebelum maghrib, kami kembali ke penginapan dan beristirahat sejenak. Tepat pukul 19.00 kami kembali melaksanakan jalan jalan. Rencana kali ini, kami hendak jalan jalan dan cari makan di sekitar alon alon. Tetapi sebelumnya saya pengen city tour sebentar melintasi Jl. PB Sudirman sekalian mencari ATM BCA. Akhirnya saya pun menjumpai ATM BCA yang bersebelahan dengan ATM Mandiri. Namun ternyata itu adalah sebuah ATM error. 
Hehehe.. setelah itu saya menuju ke Pasar Besar Ngawi. Di depan pasar, ada ATM BCA dan setelah penarikan uang selesai, kami lalu mencari makan.

Rina merekomendasikan kepada saya untuk makan ayam goreng yang sebenernya itu berada di depan penjual intip ketan yang tadi sore. Akhirnya dua porsi ayam goreng, tiga porsi nasi (saya laper banget sumpah!), dua es teh, dan satu plastik kerupuk, berhasil saya tukar dengan uang sebesar 39K idr. Harga yang lumayaaan…
Habis makan, kami memarkir motor di salah satu jalan yang ada di dalam alon alon (nah, bingung kan?) lalu jalan jalan di alon alon. Alon alon Ngawi malam ini cukup ramai. Ada fasilitas toilet yang bersih, beberapa lampu lampion yang cantik, 

tempat bermain anak anak dengan persewaan mobil mobilan, ayunan, dan cukup banyak penjual angkringan di dalam kompleks alon alon. Sebagai informasi, bahwa kompleks alon alon Ngawi ini dibagi menjadi beberapa bagian. Ada alon alon utama dengan dikelilingi massage track, lalu ada lapangan basket/tennis (?), kemudian taman, dan pusat jajanan. Kami lalu muter alon alon utama dan menjumpai sebuah kursi panjang yang tidak dipakai di salah satu sudut dan berbincang bincang disana. Saya melihat beberapa orang melakukan hal yang menurut saya aneh. Yaitu tiduran di massage track. Track yang di desain dengan batu batu untuk pijat refleksi kaki. Akhirnya saya pun ikut nyobain tiduran disitu. Rasanya lumayan enak. Hehehe

Pukul 21.30, setelah mampir di indomaret untuk membeli beberapa minuman dan camilan, kami segera kembali ke penginapan untuk istirahat. Saya meluangkan waktu sejenak di depan kamar untuk menikmati kopi instan. Kopi memang bikin suasana menjadi nyaman dan damai.. Hehehe.

Have a nice dreaammmmm :)

#Hari Kedua, Senin, 31 Desember 2012
Muka Bantal!
Selamat pagi Kota Ngawi. Kota yang tenang, damai, jalanan yang luas dan… udara yang bersih serta bebas macet. Pagi ini pukul 7.00 kami berangkat mencari nasi pecel. Referensi dari mbak Tika, ada di Jl. Ronggowarsito. Namun, kami tidak menemukannya dan akhirnya kami terhenti di warung makan depan RSUD dr. Suroto, Jl. Dr. Wahidin. 
Saya makan nasi pecel perkedel, satu gelas kopi, dan satu buah kerupuk. Sementara Rina nasi pecel telur, satu kerupuk, dan satu es teh. Semuanya 19K idr. Sembari membayar, saya bertanya kepada ibuk penjual untuk memberitahu saya rute menuju ke Tirto Nirmolo Water Park.


“Adik dari alon alon lurus aja terus ke selatan, entar setelah bangjo terakhir ada jembatan, itu jalan ke arah Madiun. Dari sana sekitar 3 kilometer, nanti udah keliatan itu waterpark dari jalan”

Begitulah arahan dari ibuk penjual pecel tadi.

Oke, akhirnya setelah perut kami terisi, kami segera meluncur ke tempat yang dimaksud! Eits, tapi tunggu dulu, saya mesti narsis dulu nih di depan tulisan Kantor Bupati Ngawi. Hal yang selalu saya inginkan setiap mengunjungi sebuah kota. Hehehe..

Jl. Teuku Umar, Ngawi

Stadion Ketonggo, Jl. A. Yani

Lanjut wisata ke Tirto Nirmolo Waterpark 


Tujuan kami yang terakhir adalah Air Terjun Srambang yang ada di Jogorogo. Berdasar spekulasi saya, saya akhirnya dapat langsung menuju arah ke sini yaitu melewati Jl. PB Sudirman ke arah keluar kota ke Solo, lalu belok kiri di Jl. Siliwangi. Dari situ lurus terus sampai pada perempatan jalan lingkar. Lurus aja dan tidak lama kemudian kami sampai di Paron. Kami mampir di Indomaret untuk membeli minum dan membeli Penthol. Makanan yang kalau di Jawa Tengah biasa disebut dengan Ojek, kalau di Jawa Barat sering di sebut Cilok atau Cilot. 10,5K untuk minum dan 5K untuk Penthol tadi.
Setelah Indomaret kami memutar mengelilingi Stasiun Paron dan mampir sebentar di SPBU daerah mana saya lupa. Saya buang air kecil sebentar. Perjalanan dilanjutkan dengan suasana jalanan yang meskipun sempit tapi cukup mulus dengan pemandangan kanan kiri berupa pohon pohon yang hijau dan lebat. Hamparan persawahan dengan sesekali tampak tumpukan jerami dengan model yang khas membentuk seperti piramida. Sejauh mata memandang, rasanya hijau.. membuat perasaan terasa damaaaiiiii..
Memasuki kota Kecamatan Jogorogo, suasana saya rasakan mirip di Kota Tawangmangu. Jalan yang menanjak dengan suasana kota yang sejuk dan dingin, namun ada SPBU yang tutup. Padahal saya mesti beli BBM. Ah sudahlah saya bertanya pada seorang bapak di salah satu sudut kota Jogorogo. 

“permisi pak, mau ke Srambang, lewat mana ya?”
“lurus aja nanti pokoknya ada bengkel belok ke kiri ya. Tapi hati hati loh, banjir dan banyak pacet”
“oh.. oke pak. Thanks ya”
“Oke, good luck deh para petualang”

Hahaha.. apa apaan nggak sih percakapan diatas?
Kami lalu menuruti rute tersebut dan jalanan sudah mulai aspal rusak. Mendung sudah sangat menggelayut. Sampai di bengkel yang tadi di bilangkan sama bapak tadi, saya belok kiri dan kembali bertanya pada seorang perempuan muda dan kakek tua. Saya bertanya dengan bahasa indonesia dan dijawab seperti ini :
“tasih lurus mawon, mengke aspal habis, onten prapatan, belok kiri. Tasih sekawan kilo nan”
Huaaaa.. jauh banget! Mendung sudah hampir bocor dan saya di semangati Rina dengan kata kata seperti ini :
“sudah sampai sini, petualang po ora?”
Akhirnya semangat saya terus berkobar hingga akhirnya kami terpaksa ngiyup disebuah warung yang sedang tutup karena hujan turun dengan sangat deras. 
Posisi kami berada di Desa Jaten dan menurut informasi dari Mbak Tika, kami tinggal harus naik dikit lagi 10 menit dan sampai. Sekitar 20 menit kami duduk duduk sambil menghabiskan sisa Penthol tadi sembari berharap hujan segera berhenti. Namun tidak. Kami memakai mantol dan tetap nekat ke atas untuk menemukan gerbang wisata ini. Ya, benar saja. Hanya ada satu tanjakan terakhir dan perempatan, belok kiri dan menemukan parkiran yang ramai. Dengan tidak sopan (karena saya tidak mematikan mesin motor) saya bertanya pada mbak mbak yang kebetulan ngiyup disana. 

“mbak, mau ke air terjunnya, masih jauh nggak?”
“masih jauh mas. Jalan kaki pula, dan ini banjir”
“yaudah, nggak jadi deh”
“hehehehe…” mbak mbak itupun tertawa entah apa maksudnya.
Gerbang Wisata Air Terjun Srambang
Kami langsung muter dan kembali ke rute semula. Kota Jogorogo sudah diguyur hujan, memasuki kawasan Paron, aspal masih kering pertanda curah hujan tinggi hanya terjadi di Lereng Gunung Lawu. Pukul 12.30 kami putuskan untuk beristirahat, ganti baju dan shalat dhuhur di SPBU Paron. Saya juga mengefull tangki bensin smash 18K idr. 

13.00 – kami bersiap untuk pulang! Kalau lihat di peta, kami balik lagi ke Kota Ngawi dan itu memutar, padahal seharusnya dari daerah Jogorogo bisa langsung menembus Kedunggalar, atau bahkan Sragen. Tapi tidak apalah. Kami ambil rute reguler saja mengingat ban motor saya gampang bocor dan rute yang tidak dikenal. Juga pertimbangan kondisi jalan yang mungkin kurang nyaman. 

Masuk kota Ngawi, mengambil Jalan Lingkar (Jl. Ir . Soekarno) saya sempat berkomentar, dimana mana yang namanya Jalan Soekarno itu biasanya bersanding dengan Hatta yaitu Jalan Soekarno Hatta. Namun ini beda. Hehehe.. 
lalu langsung melewati pinggiran kawasan Terminal Kertonegoro dan say goodbye to Kota Ngawi..

Perjalanan siang ini cuaca agak mendung. Namun kami bersyukur karena bisa melintasi kawasan Widodaren – Mantingan tanpa menjumpai rintik hujan. FYI, kawasan ini sepanjang jalan di dominasi oleh hutan. Jadi anda sekalian bisa membayangkan betapa repotnya ketika harus melintasi hutan dalam keadaan hujan deras. Akhirnya kami kembali pula ke Propinsi Jawa Tengah. Saat melintasi Sragen, kami sengaja mencari – cari makan yang cocok. Namun tidak ada yang cocok sampai pada akhirnya kami tiba di Kota Solo melintasi Jalan Lingkar kawasan Mojosongo. Waktu menunjukkan pukul 14.30 dan kami memutuskan untuk makan mie ayam Nusukan di Jl. Kapten Pierre Tendean, Surakarta. Dua porsi mie ayam pangsit dan dua gelas es teh segarga 17K idr. Mie ayam dengan selera rasa chinese food.
Akhirnya kami benar benar perjalanan pulang. Keluar Kota Solo, Kartasura, Klaten… Sampai di Klaten ini sudah mulai hujan, reda, hujan, reda. 
Klaten
Tapi melihat awan putih di depan sana pertanda bahwa kami menuju tempat yang terang. Tapi tidak selamanya jalanan yang kami lalui itu lurus. Sehingga pada akhirnya sampai di daerah Prambanan, kami benar benar terpaksa memakai mantol lagi. Melaju masuk Kota Jogja, melintasi Ring Road utara, dan mengisi BBM di SPBU Jombor 10K idr. 
Saya bingung hendak membelian ibuk apa. Dan akhirnya mampir beli martabak di Muntilan 16K idr. Dan dengan kondisi basah kuyup dan badan yang luar biasa capek, jam 18.00 saya dan Rina berhasil sampai di rumah. Alhamdulillah..

Oya, dalam kesempatan ini saya juga mengucapkan terimakasih yang sangat banyak kepada Rina atas peran sertanya dalam menemani saya perjalanan kali ini. Dia begitu professional dalam hal potret memotret dan keterampilan berbicara dengan orang orang. Big thanks!



All Pictures taken by Canon Power Shot A-480

4 comments:

  1. ok ok.... komplit bgt dah,, ini cocok jadi panduan wisata, kalo aku mnding buat refernsi aja... u/ detailnya biar pd nyari sndri hahahha
    lanjutkan...... :D

    ReplyDelete
  2. @arty : Hehehe... Iya, aku aja sampe bingung kenapa panjang banget gini. Hahaha

    Oke, semangat semangat! :D

    ReplyDelete
  3. Saya mempunyai pengalaman di kota Ngawi selama 4 tahun..dari 2011 s.d 2015..rasanya seperti mimpi....kontrak rumah 2 kali bersama keluarga dan terakhir kost, keluarga saya pindah ke Jombang...kapan ya saya bisa melihat lagi Kota Ngawi bersama keluarga kecil kami...

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah penuh kenangan mas. Saya malah akhirnya dapat istri orang ngawi. Hehehe

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...