Friday, January 15, 2016

Ndas Gending, Alternatif Berenang di Magelang


Saya, Arvis dan Kim siang itu tanggal 2 Januari terhenti di bilangan Ngrajek, Mungkid. Tak lama kemudian kawan saya Ryan datang untuk bergabung. Teringat masa kecil saya yang acapkali bermain hingga Ngrajek hanya untuk mandi di Udal Ngrajek, maka hari ini kami ingin mengetahui keberadaan mata air itu pada era sekarang. Ya.. Saya sendiri bahkan sudah sekitar lima belas tahun tidak mengunjunginya.

Rupanya, Udal Ngrajek siang itu ramai sekali. Kolam yang hanya berukuran kecil, dipenuhi anak-anak yang mandi. Kolam itu sebenarnya airnya sangat jernih. Dahulu hanya dibatasi dengan sekat seng, dan sekelilingnya masih bisa melihat hamparan sawah, pepohonan kelapa, dan tentu saja gunung kembar Merbabu Merapi. Tapi sekarang untuk menjaga privasi penikmat mandi, maka Udal Ngrajek sudah dilengkapi dengan dinding semen dan dipisah antara laki dan perempuan.

Berhubung situasi kondisi yang tidak memungkinkan, akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi mata air lain lagi bernama Ndas Gending di kawasan Mertoyudan.

Saya mengendarai Vario didepan sementara Kim berada dibelakang saya sigap dengan GPS di ponselnya. Diantara kami berempat memang tidak ada yang mengerti dimana lokasi persis dari mata air Ndas Gending ini. Namun, kata kuncinya cukup Desa Sukorejo saja. Dan akhirnya berdasarkan peta kami pun sampai di Desa Sukorejo. Sesampainnya, kami langsung mencari penduduk yang bisa kami tanyakan kemana kami harus melaju.

Setelah mengutarakan maksud untuk mengunjungi Ndas Gending, kami pun diberi petunjuk jalan dan langsung sampai pada tempat yang dituju.
 
Gending, (juga biasa disebut Kali Gending, Ndas Gending, Gending Ganjuran) adalah nama sebuah mata air di Dusun Ganjuran Desa Sukorejo Kecamatan Mertoyudan. Lokasinya tidak jauh dari Kota Magelang. Begitu sampai, kami disambut sebuah warung, beberapa penjual makanan kecil, arena parkir, sebuah gazebo, musholla dan tentu saja kolam pemandian.

Pemandian di Gending dibagi menjadi tiga yaitu untuk laki-laki, perempuan, dan kolam campur atau untuk anak-anak. Karena Arvis ada kesibukan lain, akhirnya hanya kami bertiga yang lantas langsung mengganti baju dan berniat menyemplung. Kolam laki-laki ini tidak terlalu luas dan tidak terlalu dalam juga. Oleh masyarakat dusun Ganjuran tempat wisata ini sudah dikelola cukup baik. Sudah ada tempat ganti baju, pagar pengaman, dan juga beberapa fasilitas penunjang yang lain.
Kolam pemandian laki laki

Akhirnya kami pun mandi-mandi disana dengan suka cita. Karena permukaan air yang cukup dalam dari bibir beton keliling, kami bisa mencebur-cebur dengan gembira. Sejenak melupakan beban pekerjaan dan beban hutang. Jika tidak membawa kacamata renang, boleh sesekali melek di kedalaman air untuk melihat-lihat permukaan tanah karena airnya sangat jernih.
Motif kepala atau Ndas perwujudan dewa pemberi air (kehidupan) dalam kerangka kearifan lokal

Gending ini cukup ramai. Berbarengan dengan kami ada beberapa kelompok anak-anak, pemuda dan keluarga yang juga mandi. Dan untuk membilas diri dengan sabun, cukup berada ditepian kolam dimana air buangan akan disalurkan. Namun demikian patut disayangkan karena masih ada beberapa pengguna kolam yang membuang bungkus sabun atau shampoo sembarangan. Mungkin karena pengelolaan yang kurang, sehingga kebersihan di Ndas Gending secara umum juga belum maksimal. Untuk mengunjungi mata air Gending, hingga hari ini tidak dikenakan biaya masuk hal ini berpengaruh pada tingkat kebersihan di tempat wisata ini. Tengoklah kondisi ruang ganti yang pesing, atau semen-semen yang berlumut dan kotor. Mungkin sudah saatnya Gending membuka tiket masuk untuk pemeliharaan. ;)

Foto lainnya :








Tulisan Ryan Mata Air Ndas Gending

Read More..

Mencari Tuk Udal yang Tersembunyi



Tuk Udal Grabag


Di siang hari pada tanggal 1 Januari lalu, setelah puas menikmati kecapan kopi diNgrancah, saya dan teman-teman berkesempatan untuk mengeksplor Grabag lebih dalam. Bekal saya hanya beberapa referensi foto di internet yang terus terang memang belum banyak di kenal. Selama perjalanan kami harus ekstra bertanya-tanya kepada penduduk untuk mencari titik tujuan kami.


Perjalanan mencari Desa Lebak

Pesona Grabag


Namanya Tuk Udal. Berada di Desa Lebak kawasan Grabag. Untuk menuju tempat ini, kami harus memarkir motor di perkampungan dan menyusur pematang sawah yang hanya sanggup dilalui jalan setapak satu orang saja. Semilir angin sepoi dan keramahan penduduk sekitar membuat kami terus semangat untuk menemukan mata air yang tersembunyi ini.
Trekking pematang sawah

Sepanjang trekking, kami disuguhi pemandangan Gunung Sumbing yang gagah. Hamparan sawah padi yang menghijau, dan gemericik air parit yang menenangkan. Kami terus melaju dan masih dengan bantuan GPS konvensional berupa bertanya-tanya kepada petani ataupun warga yang kebetulan melintas di persawahan itu.
Pemandangan Gunung Sumbing

Setelah berjalan kurang lebih lima belas menit, kami pun menemui parit panjang yang sudah ditalud dengan aliran air yang sangat jernih. Bebatuan di permukaan tanahnya terlihat jelas. Ah.. Kami ternyata sudah hampir sampai! Perjalanan meniti parit tersebut akhirnya terhenti dihulu. Sebuah kolam cukup luas yang sepi. Tidak ada orang lain kecuali kami yang baru datang.
Parit saluran

Akhirnya kami sampai di Tuk Udal. Di Grabag, ternyata selain memiliki mata air jernih yang terkenal bernama Tuk Mas, juga memiliki Tuk Udal. Tuk Udal dalam bahasa jawa memiliki arti yang sama. Berarti mata air yang menyembul. Di Tuk Udal ini, sudah dibuatkan konstruksi talud untuk membendung mata air sehingga terbentuklah sebuah kolam. Pada pusat mata airnya sudah disemen dan disalurkan melalui pipa besar untuk kebutuhan warga.

Mata air ini berada disamping sebuah sungai, dan berada dibawah sebuah lereng persawahan. Lokasinya asri, tersembunyi, dan teduh. Tak pelak, kami pun ingin segera mencebur.

Tapi rupanya, hanya saya, Ryan dan Agam saja yang berani menenggelamkan diri ke kolam yang amat bening itu. Sementara Mas Yoga dan Adhi memilih beristirahat, berfoto – foto dan menyiapkan amunisi yang tersisa. Fasilitas alami yang ada di sekitaran kolam ini adalah batu besar untuk menaruh barang bawaan, dan juga rimbunan pohon ilalang sebagai tempat ganti baju.
Jangan ikuti jejak kami

“Byur!!” kami pun merasakan dinginnya air lereng gunung ini. Rasanya segar dan membuat pikiran dan semangat menjadi oke lagi. Kami juga bisa berenang kesana kemari dengan aman karena dalamnya tidak lebih dari satu setengah meter.
 
Tuk Udal yang sepi ini hingga hari ini digunakan oleh warga lokal untuk mandi dan kebutuhan air lainnya. Meski begitu, jika kalian ingin berkunjung juga diperbolehkan. Sengaja saya tidak akan memberikan ancer ancer atau peta ke Tuk Udal karena untuk menjaga kelangsungan kelestariannya. Tapi jika kalian ingin mengunjunginya, tolong perhatikan rambu-rambu berikut :

1)    Tanyalah ke penduduk sekitar tentang mata air ini. Jika bisa berbahasa jawa halus, lebih diutamakan.
2)    Selalu berlaku sopan terutama terhadap penduduk lokal
3)    DIlarang melaksanakan hal-hal asusila dan hal tercela lainnya. Sekedar informasi, didekat mata air ini juga ada sebuah makam. Jadi kalian harus tetap bertatakrama yang baik
4)    Bawa baju ganti
5)    Sampah dibawa kembali
6)    Melihat tempat wisata kita yang biasanya menjadi rusak karena terlalu ramai, maka disarankan untuk tidak terlalu mengumbar di media sosial. Cukup sebutkan Tuk Udal Grabag saja. Supaya yang ingin mengunjungi bisa mencari sendiri

Kopi Panggil yang bisa dipanggil disini
Tulisan Ryan Rahasia Alam yang Tersembunyi
Tulisan Mas Yoga #Nglayapcah Tuk Udal Mata Air yang Tersembunyi
Read More..

Mencecap Pesona Kopi Ngrancah

Gerbang Desa Ngrancah
 Hari sudah siang saat kami masuk ke wilayah Desa Ngrancah. Siang ini, diantara rerimbunan pohon kopi dan kakao yang menyapa di sekeliling ruas jalan masuk, gerimis hujan turun. Hari ini kami hendak mengunjungi Desa Ngrancah dengan latar belakang yang sederhana. Hanya berdasarkan referensi dari media-kitlv.nl yang pada salah satunya menampilkan foto tentang rumah pengolahan/kantor administrasi pengolahan kopi tua di Ngrancah, Magelang.

Perjalanan mencari Desa Ngrancah melewati Mesastila


Setelah sempat menyasar dan bertanya kepada penduduk setempat, kami pun sampai di rumah  Hari (34 Tahun). Pria beranak satu tersebut merupakan ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) pengelolaan kopi. Ngrancah, sebagai salah satu kawasan yang diperhitungkan kualitas kopinya, selama ini masyarakatnya hanya mengandalkan komoditas kopi yang panen setahun sekali tersebut untuk konsumsi rumahan. Berbeda dengan daerah sekitar, sebut saja Banaran yang sudah tersohor akan kepopulerannya di dunia perkopian, Ngrancah nyaris belum tersentuh potensi kepopuleran kopi tersebut.

Hari dan kawan-kawannya dalam kelompok karang taruna, setahun belakangan terbersit untuk menggali lebih dalam potensi di desanya. Beberapa waktu lalu, Mas Yoga memberitahu saya tentang adanya sebuah blog yang membahas tentang desa wisata Ngrancah. Setelah ditelusur, memang promosi wisata di desa Ngrancah yang digawangi Hari tersebut saat ini dalam proses pengemasan untuk menjadikan Ngrancah sebagai desa wisata.

Siang ini, dirumahnya, kami disuguh minuman kopi panas yang rasanya mantap. Kopi buatan sendiri. Menurut Ryan sang ahli perkopian, citarasa kopi Ngrancah ini unik. Ada sedikit rasa cokelat yang menjadi satu. Unik dan enak katanya. Selain itu juga ada ampyang aren yang manisnya khas juga beberapa nangka tepung goreng. Sembari menikmati hidangan yang ada, kami mengobrol tentang Ngrancah..

Kiri ke kanan : Agam, Adhi, Hari, Yoga, Ryan
Lalu, apa yang hendak dijual dari Desa Wisata Ngrancah?

1)    Yang pertama tentu saja Kopi
Menilik sejarah yang ada, perkebunan kopi di Ngrancah telah ada jauh saat kompeni Belanda berkuasa. Perkebunan itu, menurut foto yang kami punya memiliki kantor administrasi atau pusat pengolahan kopi yang mutakhir pada masanya. Kini, perkebunan kopi di Ngrancah dibagi menjadi dua. Yaitu sebagian milik PT Perhutani, dan sebagian milik masyarakat sekitar.

Sebelum terpikirkan untuk menjadikan kampung wisata, Hari dan masyarakat sekitar hanya memanfaatkan hasil panen kopi untuk dikonsumsi sendiri. Namun terhitung mulai tahun 2015, mereka mulai melihat potensi untuk menjual sendiri kopinya dengan pengemasan bermodel desa wisata.
Kopi Ngrancah dan Ampyang aren

2)    Wisata Perkebunan/Hutan
Ngrancah yang berada di kaki bukit Kelir, memiliki pesona alam yang indah. Barisan bukit memanjang menjadi background alami pemandangan desa. Perkebunan kopi yang elok di lereng bukit juga siap untuk ditelusuri. Belum lagi, menyusur hutan vegetatif yang tentu akan menyenangkan.
Salah satu pemandangan di sekitar Ngrancah

Hari saat ini sedang menggodok promosi pembuka dimana pada bulan Februari nanti, ia akan membuat event berupa Jelajah Hutan Wisata Ngrancah. Dalam selebaran yang saya terima, peserta akan diajak melakukan berbagai aktivitas di Ngrancah. Mulai dari senam pagi, trekking kebun kopi dan hutan, serta mendaki bukit kecil bernama Wiropati. Selain itu, peserta juga akan disuguhi demo pengolahan kopi rumahan ala desa Ngrancah, dan tentu saja peserta akan disuguhi minuman kopi secara gratis.

3)    Wisata Alam dan Edukasi
Boleh jadi kedepan, Ngrancah akan dikonsep menjadi desa wisata alam agroforestry dan edukasi, dimana akan ada beberapa minat yang bisa diakomodasi. Pemandangan desa Ngrancah ini cukup indah. Dari sana, kita bisa melihat Gunung Ungaran, Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro. Dan sebagai latar belakang adalah perbukitan Kelir yang kokoh memanjang dari utara ke selatan. Untuk bidang edukasi sendiri misalnya, edukasi tentang pengolahan kopi, edukasi tentang sejarah perkebunan kopi, dan pengetahuan tentang hutan vegetasi. Bahkan satu lagi yang dalam proses pengembangan, disana juga sedang dikembangkan budidaya madu lanceng. Semua bisa ditemukan di Ngrancah.

Sebelum pamit, kami juga menanyakan tentang foto lawas Ngrancah yang bertarikh di akhir 1800an tersebut. Rupanya ia tidak mengenali bangunan itu. Yang pasti, foto bukit Kelir itu serupa dengan view yang ada di Ngrancah. Besar kemungkinan, kantor administrasi dan pengolahan kopi tersebut kini sudah tidak ada bekasnya lagi.

Tidak disangka, Ngrancah, Kecamatan Grabag yang dekat dengan Kabupaten Semarang dan Temanggung itu memiliki potensi wisata dan potensi alam yang pantas untuk dikembangkan. Tujuan kami untuk memastikan adanya desa wisata itu tercapai. Dan sebagai pelengkap sebelum kami pulang, kami membeli Kopi bubuk Tri Tunggal yang merupakan hasil unggulan dari desa wisata Ngrancah. Sedangkan Adhi Okta justru memborong ampyang aren yang memang enak rasanya.
Kopi bubuk Tri Tunggal olahan warga Ngrancah

Jika anda tertarik untuk mengunjungi Ngrancah untuk melakukan kegiatan wisata edukasi, atau tertarik dengan kopi setempat, anda bisa menghubungi Pak Soim ketua Karang Taruna setempat dengan nomor 085641938460.

Tulisan Ryan : Tamasya Kebun Kopi 
Tulisan Mas Yoga : Ngrancah Desa Wisata Perkebunan Kopi
  
Read More..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...