Wednesday, January 22, 2014

Platinum Cineplex, Bioskop Pendatang Baru di Solo

Platinum Cineplex Solo / Platinum Cineplex Hartono Mall Solo (Sukoharjo)

Berawal dari sebuah informasi dari mas Yoga saat kami meninjau persiapan proyek bioskop di Armada Town Square Magelang, saya jadi tahu kalau ternyata bioskop Platinum yang hendak buka di Magelang ini juga hampir buka di Solo, tepatnya di Hartono Mall.
Akhir tahun 2013 lalu, ternyata telah resmi dibuka Platinum Cineplex Hartono Mall yang ada di kawasan Solo Baru. Rupanya tanggal pembukannya bertepatan dengan launching film Soekarno. Tanggal 11-12-13.
Setelah memiliki kesempatan yang cukup pas, saya dan Tika memutuskan untuk mengunjungi bioskop tersebut pada Minggu, 12 Januari 2014 lalu. Berbekal Yamaha Mio GT rentalan, pada siang yang mendung itu kami berhasil sampai di Hartono Mall. Mall yang bagus, besar dan sayangnya kami kebingungan mencari tempat parkir sepeda motor. Sehingga akhirnya kami hanya memarkir di parkiran yang dikelola pemuda sekitar. Parkir yang cukup aman dan tidak kehujanan. Hehehe :D

Akhirnya kami menapakkan kaki memasuki mall baru tersebut. Bioskop seperti biasa berada di lantai teratas. Tulisannya sih lantai 2 karena urutan lantainya ada dari Lower Ground. Yup, akhirnya kami menemui baliho besar tentang soft opening dari bioskop ini. Tidak jauh dari situ, ada juga baliho super besar. Kira kira besarnya bisa 5 x 15 meter. Besar banget.

Platinum Cineplex ini hadir dengan konsep yang cukup unik. Dengan beragam aksen serta permainan warna yang berani, nampak lebih segar dan sedikit aneh menurut saya pribadi. Bioskop jaringan yang berkembang di daerah Kamboja, Vietnam, Timor Timur dan sampai ke Indonesia ini membuka kedua cabangnya di Sukoharjo. Ya ditempat yang kami kunjungi ini. Cabang yang pertama buka adalah di Cibinong Square.
Begitu masuk, kami dibukakan pintu oleh seorang petugas berpakaian safari. Kemudian langsung menuju ticket box. Saya masih belum terbiasa melihat papan informasi film yang seperti acak acakan. Jadwal film tidak terlihat simple, karena kami disuguhi jadwal hari ini film apa saja dan tayang pukul berapa saja. Anehnya, satu film diputar hanya sekali. Dan tidak ada informasi di theater nomer berapa. Usut punya usut, ternyata dari 4 layar, baru beroperasi dua layar saja.
Setelah menimbang, kami lalu memutuskan untuk menonton film 47 Ronin. Film yang asal kami pilih dengan asumsi jam tayang yang paling mendekati. Padahal kami mesti menunggu sekitar 1 jam 15 menit. Oiya, untuk pilihan kursinya juga disediakan kursi couple dengan tanpa penyekat di dua kursi. Harganya, selisih 5 ribu per pasang dari harga normal. Hehehe.. Selama menunggu, saya duduk di sebuah ruang tunggu kursi panjang di depan pintu masuk theater 2. Model ruangannya terkesan begitu berwarna dengan beberapa papan informasi film layaknya bioskop pada umumnya. Namun dengan tambahan satu tivi plasma ukuran 42 inch.
 
Saya malah berfikir hampir seperti tempat karaokean. Di ujung sana, ada pintu masuk menuju theater 3 dan 4 yang masih dikerjakan finishingnya oleh beberapa petugas.
Sementara di depan ruang tunggu utama, ada consessions dengan menu menu seperti biasanya. Kami sendiri tidak tertarik untuk membeli makanan disana. Begitu jam 14,55 tepat seperti jadwal tayang film, sayup sayup terdengar suara perhatian bioskop. Nampaknya suara terlalu kecil sehingga saya sampai harus mengernyitkan dahi untuk memastikan bahwa pintu teater yang buka adalah theater satu seperti tiket yang saya pegang. Oiya, untuk HTM nya Senin-Kamis Rp. 25 Ribu, Jumat Rp. 30 Ribu dan Sabtu  dan Minggu Rp. 35 Ribu (2D)
Pintu dibuka, kami dilayani petugas berseragam hitam dengan celana panjang. Beda dengan mbaknya 21 grup yang rata rata memakai rok panjang dengan sobekan rok yang cukup panjang juga. Hehehe. Model tiket yang yang tipis, sedikit menyusahkan proses penyobekan. Takut kesobek terlalu ekstrim :D wow, begitu masuk kami langsung disambut tangga dengan tatanan lampu led biru yang cantik. Pintu masuk ini terasa begitu besar untuk ukuran bioskop. Sementara, di sisi kanan – kiri studio dalam, menyala biru lambang Platinum Cineplex. Kami langsung saja mencari tempat duduk kami. Panduan angka dan hurufnya terlihat jelas. Satu yang saya suka, model kursinya bisa melipat otomatis. Sehingga memudahkan untuk lewat. Sandaran tangannya juga bisa dilipat. Kursi merah ini terasa empuk dan ukuran layar di depan sana cukup besar.

Saya toleh toleh ke belakang, deretan kursi couple ada di sebelah belakang kanan. Sementara pengaturan proyektor dapat terlihat jelas. Seperti di bioskop jaman dahulu saja. Hehehee.. akhirnya nampak di layar tulisan Christie Projector. Ini mungkin salah satu merk proyektor :D saya baru tahu sih. Kemudian, slide sound dolby 7.1. Suaranya mantap. Proyektornya juga jernih. Film dimulai, sementara pendingin ruangan bekerja optimal. Untuk jumlah penontonnya hanya segelintir saja. Mungkin sekitar 15 orang termasuk kami.

Film ini tak dinyana bagi kami cukup bagus sehingga kami merasa antusias di sepanjang ceritanya. Begitu film selesai, kami langsung keluar melewati pintu masuk yang sama. :)

Menurut saya, bioskop pendatang baru ini layak saya acungi jempol. Disamping kualitasnya yang tidak kalah bersaing dengan raksasa grup bioskop saat ini, keunikannya menjadi ciri khas tersendiri. Good luck Platinum Cineplex! :)


Credit :
Platinum Cineplex
Hartono Mall
Jl Ir Soekarno Solo Baru
Sukoharjo

Rental Motor Solo
Telp 088802801484


Read More..

Friday, January 10, 2014

Lenthog Tanjung, Seporsi Sarapan Pagi di Kota Kudus


Hari sudah berangsur siang, jarum jam di tangan kiri saya juga hampir menunjuk angka 11. Namun, warung di bilangan Jalan Agil Kusumadya, Kota Kudus siang itu masih tampak ramai. Memang, berdasarkan pantauan saya dan Tika, di sekitaran kantor DPRD Kabupaten ini sekarang berjajar rapi usaha kuliner. Rupanya, memang sengaja dikonsep sebagai taman kuliner yang rapi.

Kami membelokkan motor dan memarkir tepat disamping warung Lenthog Tanjung. Ini adalah kesempatan kami yang pertama untuk mencoba salah satu masakan khas Kota Kretek ini. Saking ramainya, kami bahkan harus rela menunggu sebentar supaya mendapatkan meja. Ada dua meja panjang dengan beberapa kursi untuk melayani pengunjung. Saya lihat, pengunjungnya dari berbagai kalangan. Menjelang siang ini, ternyata beberapa keluarga menyempatkan singgah setelah pulang dari ibadah merayakan Natal (25/12/2013)

Seorang ibu menghampiri kami begitu kami mendapatkan tempat duduk. Kami pun memesan dua porsi lenthog dengan telor. Untuk minumnya, hanya ada teh botol dingin dan air mineral dalam kemasan gelasan. Tidak ada pilihan lain. Beberapa saat kemudian pesanan pun datang. Lenthog rupanya adalah istilah dari lontong yang disini spesial dengan ukuran super besar. Saya kira diameternya sekitar 12 cm. Potongan potongan miring lenthog disajikan dengan kuah sayur tahu dan tempe, lengkap dengan satu butir semur telor dengan citarasa manis, khas Jawa.
Presentasi hidangannya, mirip dengan nasi gandul, yaitu dengan menaruh racikan tadi diatas selembar daun pisang yang diletakkan diatas piring. Memang, daun pisang selalu menjadi penyedap rasa dan penggugah selera. Ditambah lagi, satu panci besar yang tersedia di meja kami, rupanya adalah sambal berkuah. Kami pun tak sabar untuk segera menyantapnya.

Hmm.. makan lenthog tanjung, belum lengkap rasanya bila tidak ditemani kriuk kiruk krupuk. Ya, di meja kami telah ada satu toples besar kerupuk. Ukuran krupuknya juga besar besar. Seperti kerupuk udang namun bukan. Yang pasti, perpaduan rasa dari kuah kental, telor, dan krupuk ini dijamin memanjakan siapapun yang melahapnya.

Sembari menikmati minum, saya browsing browsing dan menemukan bahwa lenthog ini adalah makanan khas Kudus yang lazimnya dikonsumsi sebagai sarapan. Yaa meski kami menganggap makan ini sebagai makan siang. Hehehe..


Untuk dua porsi lenthog, 2 kerupuk, satu botol teh, dan satu gelas aqua kami cukup membayar Rp. 17,000,-. Brunch yang murah dan kenyang. :) Jadi, bila anda kebetulan sedang berkunjung ke Kota Kudus, saya rekomendasikan untuk mencoba masakan ini. :)

Selanjutnya saya langsung menuju ke Plaza Kudus untuk nonton di New Star Cineplex

Read More..

Wednesday, January 8, 2014

Mengunjungi Toko Oen Bersama BRT Koridor II

Siang itu cuaca tidak begitu cerah. Saya sama Tika setelah naik angkot sebentar akhirnya sampai di Terminal Sisemut Ungaran. Minggu siang pertama di Tahun 2014 ini kami mau nyobain naik Bus Rapid Trans (BRT)! Kami masuk ke Halte sekaligus end point dari BRT Koridor II ini. Tiketnya Rp. 3,500,- saja untuk umum dan untuk pelajar Rp. 2,000,-. 
Begitu tiket telah ditangan, kami pun segera meloncat ke bus tanggung warna merah ini. Konfigurasi tempat duduknya sih kayak di angkot dan kayak di Bus Trans Jakarta. Bagi saya, suasananya mirip bis bis di Eropa. Hehehe.. sayangnya, bangku belakang yang berisi 5 sudah penuh. Ya kami mau tidak mau duduk yang menghadap ke dalam. Jadi, kami mesti rela tidak bisa melihat pemandangan. Huhuhu :( tapi buru buru saya ingat kalo di luar negeri sono, naik bus seperti ini biasanya orang tidak sibuk tolah toleh pemandangan. Bahkan tidak sempat ngobrol apalagi kenalan sama temen sebelahnya. Mereka pasti sibuk membaca buku atau hapean. :D bahkan mungkin tidur. :D

Akhirnya bus berjalan pelan menuju ke Semarang. Pelan pelan, bis melewati shelter-shelter pemberhentian. Kalau shelter kosong dan tidak ada penumpang turun, maka akan lanjut terus. Nah kalo ada penumpang naik di shelter, dia bayarnya di dalem. Petugasnya mbak mbak berseragam hitam putih. Tapi sopirnya nggak berseragam. :/ apa apaan.

Sampai di shelter Banyumanik, bus mulai penuh. Beberapa ibuk ibuk tampak bergelantungan berpegangan pada pegangan khusus di atap bis. Semakin ke arah kota bis semakin ramai saja. Akhirnya sampailah pada shelter balaikota yang merupakan break point alias titik pertemuan dengan BRT Koridor I Mangkang – Penggaron. Disini, yang akan melanjutkan perjalanan ke BRT Koridor I harus turun dan menunggu bis besar warna biru itu. Tanpa dikenakan tiket lagi. Asyik ya?

Setelah itu, shelter terdekat dengan Toko Oen adalah shelter Johar. Akhirnya kami memutuskan turun disana. Yup! Siang ini setelah lelah naik BRT, kami mau beli es krim di Toko Oen. Nyeberang melewati jembatan penyeberangan, kami harus berjalan balik sekitar 200 meter. Saya sih merasa lagi jalan jalan di Eropa. Bukannya gimana gimana, tapi saya seneng jalan kaki menyusuri trotoar kota seperti ini. Untungnya, cuaca bersahabat. Tidak hujan, dan tidak terlalu panas.

Finally, kami sampai di bangunan putih di pojokan dengan pintu berada di pojok gedung, dengan tulisan besar warna merah. TOKO OEN. Kami sampai! Begitu masuk, kami disambut ruangan yang legaa dengan macam-macam biskuit kering yang dipajang di toples toples besar. 
Luas dengan gaya pintu dan jendela super besar khas gaya Eropa masa itu. Kami memilih duduk di sebuah kursi dengan busa. Biar empuk. Hehee. Tampaknya Toko yang dibuka tahun 1936 ini tidak begitu ramai. Suasana tenang, dengan sayup sayup terdengar alunan musik klasik. Di beberapa langkah didepan saya, dua orang, tampaknya warga negara asing sedang menikmati kopi sambil ngobrol. Sementara di sebelah kanan kami, nampak dua perempuan muda menikmati es krim.
Kami segera dihampiri oleh petugas perempuan yang menggunakan seragam rompi hitam. Memberi secarik daftar menu. Pilihan saya jatuh ke Rhum Raisin dan Lumpia Goreng. Sementara Choconese dan Resoles menjadi pilihan Tika. Tidak lama kemudian, pelayan tadi datang membawakan es krim pesanan kami lengkap dengan dua gelas air putih. Sambil menunggu makanan ringan, saya melihat sekeliling. Tampaknya di salah satu sudut ruangan, ada grand piano yang kuno. Tidak berselang lama, seorang bapak berseragam putih dan berpeci mengantarkan pesanan kami.
Saya merasa aura aura kolonial. Saya membayangkan bagaimana dulu orang orang Belanda menikmati makan minum, dan bersantai di toko ini dengan hidangan hidangan eropa tentunya. Saya bahkan merasa seperti dalam film James Bond saat dating datingnya biasanya ada scene makan di restoran mewah. :D hehehee.
Rhum Raisin pilihan saya ternyata sebuah es krim dengan rasa agak asam dengan secuil biskuit di atasnya. Rasanya, cocok di lidah saya. Sementara Choconese adalah es krim potong cokelat dengan bagian dari buah. Rasanya, rupanya saya rasa lebih enak dari es krim saya. :D
Makan selesai, saya pergi ke toilet sebentar sekalian lihat lihat isi dalem toko ini. Bentuk toiletnya legends banget. Meski peralatannya sudah modern. Setelah selesai saya segera membayar ke kasir dan bertanya menu poffertjes. Semacam bola bola serabi dengan taburan cokelat/keju. Menu ini beberapa kali di review sama beberapa orang yang pernah singgah disini. Tapi ternyata menu khas Belanda itu sedang kosong karena bahannya tidak ada dan juga tenaga pembuatnya tidak ada. Jadi untuk sementara keinginan mencoba makanan itu saya tunda dulu. Untuk empat menu tadi, saya mesti mengeluarkan uang Rp. 59,000,- cukup mahal untuk kantong saya. Tapi worth it. Dapet suasana dan mencoba makanan makanan legend ini bagi saya memuaskan.

Karena jadwal siang ini kondisional, kami akhirnya memutuskan jalan kaki ke Paragon Mall. Padahal lumayan jauh juga. Yaa, sekitar 700 meter. Kami sih lihat jadwal film saja sekalian ngadem. Cukup ngadem, dan karena tidak ada film yang menarik untuk ditonton, akhirnya kami memilih pulang menuju shelter BRT Balai Kota. BRT Koridor II datang, namun segera saja penuh. Kami menunggu bis selanjutnya. Tampaknya sama saja. Selalu penuh. Akhirnya kami tetap masuk dan bergelantungan. Rupanya berpegangan disini tidak semudah yang saya lihat. Untung, Tika segera dapat tempat duduk tidak lama kemudian. Sementara saya baru bisa duduk di sekitar Banyumanik. Akhirnya, kami sampai juga di Ungaran setelah turun di shelter alun alun. Hujan juga sudah reda, kami tinggal jalan kaki sebentar menyambung angkot kuning dan sampai di kostan Tika.

Credits :
-    Toko Oen
Jl. Pemuda No. 52 Semarang
Tel +62 24 3541683
-    BRT Trans Semarang Koridor II
Rute Sisemut – Terboyo
Read More..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...