Tuesday, January 27, 2015

Bagaimana Mengurus Nikah?

Source : google
Saya yang sebagai pegawai kantor kelurahan selama ini hanya melayani saja kehendak warga yang hendak menikah. Tidak banyak yang dibantu di kantor karena selama ini sudah ada pegawai khusus pencatat nikah yang biasa dikenal dengan istilah modin. Tetapi mulai tahun 2013 lalu, diharapkan warga yang akan mengurus pernikahan supaya mengurus sendiri tanpa harus melalui jasa modin bila memungkinkan. Hal ini berkaitan dengan wacana mengurus nikah gratis yang dicanangkan oleh Kementerian Agama. Sedangkan bila lewat jasa, sudah tidak gratis lagi karena harus membayar jasa. Secara administratif sebenarnya mudah saja mengurus berkas nikah itu.

Saya yang belum lama ini menikah akan berbagi dengan kawan-kawan yang mungkin akan mengurus berkas-berkasnya, atau sekedar referensi bagi yang nikahnya masih lama. :D

1)    Berkas yang harus disiapkan adalah : FC KTP, FC KK, FC Akte Kelahiran, FC Ijazah terakhir, dan foto berwarna ukuran 2x3 dan 3x4 masing-masing 5 lembar. Diset dalam satu set supaya rapi dan aman.
2)    Buatlah Surat Pernyataan yang menyatakan masih Jejaka/Perawan. Format surat ini bisa didownload dari internet (tinggal search saja, atau bila kesulitan bisa menghubungi saya untuk saya kirim via email). Surat tersebut harus diisi lengkap dan tanda tangan diatas materai Rp. 6,000 sekaligus ditandatangani dua orang saksi tetangga.
3)    Bawa berkas nomor 1) dan nomor 2) ke Ketua RT setempat. Sembari meminta tanda tangan RT yang harus dibubuhkan ke Surat Pernyataan (Nomor 2), mintalah Surat Pengantar untuk mengurus nikah yang harus kita bawa ke Kantor Desa/Kelurahan Setempat.
4)    Bawa berkas nomor 1), 2) dan Surat Pengantar dari RT ke RW setempat. Model Surat Pernyataan dan Surat Pengantar tersebut harus diketahui dan distempel RW.
5)    Bawa semua berkas tersebut ke Kantor Kelurahan/Kantor Desa. Di kantor Desa, akan dibuatkan formulir N1-N4 dan juga surat keterangan boro/numpang nikah. Bila ingin lebih cepat, formulir N1-N4 tersebut bisa didownload lewat internet untuk disesuaikan nama Desa, Kecamatan, dan Kabupaten/Kota nya dan diisi sendiri. Saat membawa ke Kantor Desa, formulir N1-N4 tersebut dijadikan satu dengan Surat Pernyataan (nomor 2) dan tinggal dimintakan tandatangan Kepala Desa/Lurah serta diagenda. Di Kantor Lurah/Desa seharusnya tidak ada pungutan, namun masih dimungkinkan adanya biaya administratif tertentu susuai Perdes (khusus Desa). Saya sendiri waktu itu dimintai Rp. 50,000 sekaligus dibantu untuk meminta surat rekomendasi ke KUA
6)    Setelah berkas-berkas dan formulir N1-N4 komplit, bawa ke KUA setempat untuk dimintakan Surat Rekomendasi Nikah (laki-laki).
7)    Langkah-langkah diatas harus dilakukan oleh kedua calon. Dan setelah semua selesai, berkas dari calon laki-laki dan perempuan dijadikan satu untuk dibawa ke KUA tempat calon perempuan.

Selesai. Untuk saya, karena akad nikah dilakukan di hari libur dan diluar kantor, maka saya harus membayar Rp. 600,000 via bank transfer. Sedangkan bila akad nikah dilaksakan dihari kerja dan di kantor KUA, maka seharusnya gratis.

Nah, terlihat sedikit ribet? Sebenarnya enggak juga asal berkas-berkas yang kita miliki lengkap. Saya membuat posting ini karena sedikit prihatin karena di kota sebelah sana masih sering dijumpai orang mengurus nikah melalui jasa/orang kantor lurah/desa yang memungut hingga ratusan ribu. Jadi, ayok yang mau nikah, urus sendiri berkasnya supaya tambah pengalaman! :)

Read More..

Saturday, January 24, 2015

Dari Nunut Ngeprint Hingga Menikah



Alunan lagu X-Japan mengawali perjalanan saya, orang tua dan kerabat saya saat berangkat ke Ngawi pada Sabtu malam 3 Januari lalu. Sebelum adzan shalat isak, Avanza yang disetir Pak Mintar langsung tancap gas melalui jalur biasa. Jogja – Klaten – Solo – Sragen dan Ngawi. Saya duduk di belakang bersama Nanang dan membicarakan banyak hal. Pukul sepuluh malam, kami tiba di Kota Solo. Saya segera mengarahkan mobil ke Pasar Gede untuk mengambil parcel buah yang saya pesan lewat telpon siang hari sebelumnya.

Untung, toko buah rekomendasi dari kawan saya, Halim Santoso itu belum tutup. “Belum mas, tutup jam sepuluh. Njenengan kami tunggu” begitu jawab bapak yang menerima telepon saya sesaat saya masuk Kota Solo di malam minggu yang padat itu. Bapak penjualnya baik. Dia bahkan mengantar parcel itu hingga ke mobil kami. Saya juga sempat meminta saran untuk mencari makan malam yang merakyat. Berdasarkan petunjuknya, kami merapat ke pinggiran Jl. Urip Sumoharjo di warung Pecel Madiun untuk santap malam.

Selepas Solo, saya mulai mengantuk namun mata tidak juga terpejam. Semakin mendekati Ngawi, saya semakin berdebar saja. Kata Nanang, saya terlihat sangat santai dan rileks. Padahal besok pagi jam enam, saya akan melangsungkan Akad Nikah.

Sampai di daerah Kedunggalar, lalu lintas arah timur begitu padat. Pasti karena ini arus balik setelah libur panjang Natal + Tahun Baru, pikir saya dalam hati. Pak Mintar saya beri aba-aba untuk melewati jalan alternatif via Ngale. Beberapa meter mendekati rumah Tika – Calon istri saya, panggung telah nampak dan suasana “wong due gawe” sudah didepan mata. Saya pun tambah deg-degan. Jam satu malam, kami sampai di Ngawi dan dipersilahkan beristirahat di rumah Mamah Siti. Tetangga yang juga masih saudara.

# 21 bulan sebelumnya
Nopember 2012
Saya mengenal Tika tidak sengaja saja. Pertama, saya mengira namanya Mita, karena flashdisk yang saat itu digunakan saat dia nunut ngeprint di kantor saya. Waktu itu, dia dan timnya yang masih kuliah sedang dalam rangka PKL dan membantu program Kampung Literasi. Minggu-minggu  berlalu dan tampaknya kami segera akrab setelah berteman via media sosial dan sms-an.

Empat bulan setelah itu dia menerima saya menjadi pacarnya saat saya secara mengejutkan, sukses mengerjainnya. Episode itu terasa sangat spesial dalam hidup saya. Selengkapnya dalam Romantic Surabaya.

Belum ada satu tahun setelah kami berkenalan dan akhirnya pacaran, saya beranikan diri untuk nembung ke orang tuanya. Saya merasa langsung cocok dan ingin menikah dengan Tika. Waktu itu, kami baru saja pulang dari Surabaya naik bis Mira. Dengan grogi, saya bilang ke orang tuanya bahwa saya akan melamar. Lampu hijau di nyalakan, dan November 2013, saya bersama keluarga akhirnya bertandang ke Ngawi dengan beberapa pernak-pernik hasil hunting kami berdua. Untungnya, acara hunting dan Lamaran itu sukses dan pernah saya posting juga disini.

Tiga bulan setelahnya, keluarga Tika berkunjung balik ke Magelang. Dalam rangka “rembug tuo” itu belum disepakati kapan kami akan menikah. Hingga persiapannya saya merasakan biasa-biasa saja. Akhirnya tiba saatnya bapak mertua menelepon saya bahwa akad nikah kami akan dilaksanakan pada akhir Desember 2014 atau awal Januari 2015.

Waktu yang tersisa hanya sekitar dua bulan. Kami harus segera melakukan persiapan. Tepatnya saya, sepengetahuan saya, Tika tidak banyak melakukan persiapan karena persiapan acara di Ngawi, tampaknya sudah dihandle penuh oleh orang tuanya. Persiapan yang kami lakukan disela-sela kesibukan kami di Ungaran adalah membuat Undangan.

Dirumah, saya harus berkutat dengan banyak hal. Mulai dari mengkonsep acara sederhana dirumah, persiapan pembukaan panitia, akomodasi keluarga pergi ke Ngawi, dari masalah keuangan hingga urusan dapur dan snack-snack juga tetek mbengek, full saya kerjakan dengan dibantu mae dan budhe saya.

#Minggu, 4 Januari 2015
Jam setengah lima pagi, saya sudah bangun dan shalat subuh. Saya segera mengganti pakaian dengan baju hem biru muda. Atas saran Tika, sengaja saya tidak memakai dasi supaya terkesan lebih santai. Jas yang terasa pas di badan saya itu milik Nanang. Yang katanya, saya adalah peminjam entah yang keberapa yang digunakan untuk akad nikah.

Jam enam, saya sudah dipanggil. Di depan rumah Tika, sudah siap pegawai KUA dan Pak Kyai serta beberapa kerabat dari saya dan Tika siap melaksanakan akad nikah. Saya gugup dan itu alamiah menurut saya. Lafadz akad nikah menggunakan bahasa arab bagi saya mudah saja. Pun, saya juga tahu artinya sehingga tidak masalah bagi saya. Sebentar saja, akhirnya akad nikah berlangsung dan buku Nikah pun aslinya bisa langsung kami kantongi. Namun karena Tika kurang syarat surat sehat dari dokter, buku Nikah masih ditahan oleh KUA.
 
Setelah akad, kami diarahkan oleh Bu Aning dan fotografer untuk berfoto-foto sesaat. Tika langsung persiapan rias, sementara saya sarapan dan minum teh. Selepas itu, saya masih bisa santai-santai dan mengobrol dengan orang-orang hingga sekitar pukul sembilan pagi.

Perias datang. Awalnya saya pesimis dengan hasil riasannya. Namun, saya yang baru pertama ini dirias merasa puas saat saya berkaca. Saya tampak ganteng dan maksimal! Yeay! Apalagi, baju nikah kami yang berwarna putih tulang ini baru. Baru kami pertama yang pakai.

Jam sepuluh pagi, acara dimulai. Kebetulan rombongan dari Magelang yang saya sewakan bus juga sudah datang satu jam sebelumnya. Rombongan pria disambut oleh bapak berbaju hitam dan saya dipertemukan dengan Tika di sebuah bagian yang disebut dengan tarub. Disana saya diminta menginjak telur yang sudah diplastik dan Tika membasuh kaki saya. Setelah itu baru kami berdua dipersilakan duduk di pelaminan.

Yang membuat saya terharu dan mungkin semua akan terharu adalah saat sungkem dengan mae. Saya sampai menangis alamiah. Oiya, standar adat di Ngawi saat ada hajatan nikah adalah adanya dalang manten yang juga berfungsi sebagai pembawa acara. Selama acara berlangsung, saya merasa tenang dan bahagia.

Jam dua belas siang, acara selesai. Para tamu berangsur pamit dan kami berdiri dipintu untuk berjabat tangan menerima amplop. Syukur Alhamdulillah semua lancar. Sesaat setelah itu, keluarga saya pamit termasuk mae. Saya yang sudah dipasrahkan, siang itu masih menemui tamu. Septi dan mas Endra, teman Tika yang datang dari Lamongan telat karena mobilnya bermasalah.  Beberapa waktu sebelumnya, kami juga hadir di nikahan Septi yang lagi-lagi pernah saya post di blog juga.

Hingga sore dan malam hari, kami masih banyak kedatangan tamu. Sebagian besar adalah tamu mertua saya.

#Senin, 5 Januari 2015
Kami bangun pagi untuk mandi keramas dengan malu-malu dan siangnya, kami mengurus surat dokter ke Puskesmas Paron sekalian mengambil buku Nikah di KUA Kecamatan Paron. Di kantor KUA, ternyata masih ada kotak sumbangan sukarela. Pertama mengambil, saya isi dua ribu rupiah. Dan ternyata setelah mengkopi + legalisir, kami masih dimintai isi kotak. Ya sudah, saya tambah dua ribu lagi.

Kami memiliki cuti hingga hari Rabu. Mengisi masa liburan kami, kami disibukkan dengan mengurus barang-barang pinjaman berupa alat pesta, juga mengurus administrasi pindah milik Tika untuk pindah ke Ungaran. Saat mengurus pindah akan saya tulis di posting lainnya.

#Jumat, 9 Januari 2015
Dua hari saya masuk bekerja karena pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Penelitian DPA 2015 dan persiapan Laporan Keuangan 2014. Selain itu, hari itu juga hari terakhir kami berada dikost sehingga kami juga harus mengemasi barang-barang ke kontrakan baru kami. Sifatnya hanya barang-barang sisa. Jumat malam hingga pukul delapan, saya masih berkutat dikantor dengan ditemani Tika. Malam itu juga, kami pulang ke Magelang bersama motor smash. Barang bawaan kami sungguh banyak. Untunglah, kami tidak kehujanan sepanjang perjalanan.

Hari Sabtu, tamu undangan orang tua saya mulai berdatangan. Berdasarkan adat yang berlaku, mereka rata-rata membawa belanjan. Biasanya berupa kardus dengan isi bahan makanan dengan dibungkus taplak meja. Masih menurut tradisi kami, biasanya tamu yang membawa blanjan akan dibawai oleh-oleh berupa nasi lengkap dengan lauk-pauk.

Keluarga besar saya hadir hari itu juga. Sebagaian besar pulang dan sebagian kecil menginap untuk membantu kerepotan kami dan menyaksikan acara hari minggunya. Sabtu sore, kami masih sempat ke Muntilan untuk potong rambut dan makan kupat tahu di Jl. Jenderal Sudirman Magelang. Anjar kawan saya SMP, terpaksa tidak bisa saya temui karena saya sedang diluar. Malam minggunya, saya yang sebagai pengantin masih harus membantu menyiapkan soundsystem dan dekorasi. Juga menemani para pemuda yang membantu untuk sekedar ngobrol dan minum kopi hingga pukul dua belas.

#Minggu, 11 Januari 2015
Minggu pagi, rias manten yang saya pesan tampaknya belum juga konfirmasi. Celakanya, mungkin saat itu ibuknya salah memasukkan nomer hape saya. Saya dan Tika pagi itu juga cus ke Muntilan ke rumah si perias dan bertemu anaknya. “Sudah berangkat sekitar setengah jam yang lalu ke Pabelan” jawabnya.

Sampai rumah, kami langsung mandi dan dirias dirumah Mbak Uprit. Agak terganggu juga sih dengan tingkah para perias yang sedikit terkesan asal-asalan. Saya dan Tika tidak menggantungkan ekspektasi tinggi. Dalam hati kami yang ada hanyalah : cepat ndang selesai ndang bar. Terus terang saja kami sudah capek dengan urusan nikah yang bikin pusing ini. Syukurlah, meski hasil akhirnya menurut kami tidak maksimal, jam sepuluh tepat acara bisa dimulai. Mertua dan rombongan dari Ngawi juga sudah datang dan parkir bis besar nunut di Pondok Pabelan.

Seperti resepsi sederhana yang menjadi adat ditempat saya, hanyalah sebuah resepsi dengan acara formal dilengkapi dengan ceramah dibagian akhir. Secara umum, saya merasa acara cukup sukses dan kondusif.

Lepas jam dua belas setelah acara formal selesai, kawan-kawan saya yang saya undang jam satu siang sudah berangsur datang bergantian. Awal-awal saya melihat masih bisa mengontrol, tapi saat teman-teman komunitas saya (Komunitas Kota Toea Magelang) hadir dengan jumlah sekitar 50 orang itu, saya terus terang mulai panik. Tempat yang terbatas dan juga meja makan yang sangat terbatas. Saya baru tahu setelah acara berakhir bahwa ini diluar ekspektasi orang dapur. Suguhan banyak yang kurang sehingga terpaksa dibelikan lauk-pauk diwarung sekitar. Saya jadi merasa tidak enak hati dengan teman-teman. Tapi untunglah, meski sedikit repot, acara tetap lancar.

Satu kawan spesial saya yang datang dari jogja adalah mas Dimas Daniel. Dia penyiar radio dan selama ini rajin koment di blog saya. Kegemaran kami sama, tentang kajian bioskop terutama bioskop daerah. Dan ini pertama kami bertemu. Dia tinggi dan saya kalah tinggi dan kalah keren. Mungkin saya hanya menang satu aja. Menang menikah duluan. Hehehe..

Hingga pukul setengah tiga sore, tamu mulai sepi. Kami pun bergegas ganti pakaian. Sementara beberapa tamu tampak masih datang. Tratak dan meja kursi serta perlengkapan lain segera dikemasi sesuai dengan kebiasaan ditempat kami. Hari itu, hingga sore dan malam hari, kami masih kedatangan tamu yang terakhir hingga pukul sembilan. Kami pun mengakhiri hari itu dengan membuka kado, sumbangan dan mencatatnya pada neraca keuangan. Halah..

Sehari kemudian, saya berusaha langsung membereskan semua perlengkapan menikah. Termasuk memberi honor kepada beberapa orang yang telah membantu pada acara inti. Semua yang terkait dengan pinjam meminjam, hari itu lunas tuntas hingga 90 persen. Malamnya, mumpung saya masih dirumah, sekaligus kami adakan acara penutupan panitia secara kecil-kecilan.

Hari terakhir kami cuti, Selasa 13 Januari, saya gunakan untuk mengurus surat pindah dan menikmati sop senerek Pak Parto di kawasan Njuritan Magelang dan malamnya dibawah terpaan hujan deras, kami berhasil sampai di Ungaran lagi dengan selamat dirumah baru kami! Yes! Bersih-bersih rumah dan tidoooorrr…

**
Akhirnya, acara pernikahan yang dirancang jauh-jauh hari ini bisa terlaksana dengan baik meski masih menyisakan utang di bank. Kami bersyukur secara umum semua berjalan lancar.. Mulai sekarang kami mulai menata kehidupan baru. Doakan kami semoga lancar dan bahagia, ya! :)
 

Referensi :
1) Bis Sumber Waras
Jl. Bypass Soekarno Hatta Magelang 
081915465599

2) Parcel Buah Solo
Pasar Gede Surakarta
0271-639149 ( Bu Purwanti) 

3) Percetakan Subur Jaya Ungaran
081325657300 (Ratno)

4) Toko pernak pernik pernikahan
Pasar Johar Lantai I Pojok

Dan ini daftar pengeluaran menikah saya yang sebenarnya ada yang terlewat dimasukkan. Yaitu undangan 935,000 dan souvenir 825,000,- (click to enlarge)

Read More..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...