Di
hari Sabtu yang dingin, saya bingung hendak melakukan apa. Toh diluar juga
hujan. Dan berdasarkan laporan anak buah yang berada di kawasan Semarang Barat
Laut, cuaca terpantau mendung, gerimis bahkan hujan. Akhirnya saya pun kembali
menarik selimut hingga pukul 9 pagi.
Rupanya
hari sudah mulai cerah. Dan pikirian terbersit untuk membeyond, istilah lain
dari jalan-jalan. Karena beberapa waktu lalu saya sudah pernah lewat Boja dan
melihat beberapa bangunan menarik disana, akhirnya Sabtu 19 Desember lalu saya
putuskan untuk mengunjunginya secara lebih serius, mendalam, dan tidak grusah
grusuh.
Perjalanan
pagi menjelang siang melewati kawasan Gunungpati yang terpantau mendung.
Beberapa penjual durian tampaknya sudah menunggu pembeli. Di sebelah selatan tampak
Gunung Ungaran yang terlihat cerah. Dan beberapa warga terlihat menjalani
aktivitas di petak-petak sawah yang cantik.
|
Gunung Ungaran dari Karangsari Gunungpati |
|
Terasering di Mijen |
Shogun
kemudian melaju melalui jalan-jalan yang mulus dan sampailah di Kota Boja.
Boja, merupakan sebuah Kecamatan di Kabupaten Kendal yang secara historis cukup
lekat sejarahnya dengan kerajaan Mataram Kuno. Dari beberapa referensi yang
saya baca, di daerah Boja dan sekitarnya juga dijumpai banyak situs bebatuan
candi, yoni, dan reruntuhan candi. Bahkan dalam beberapa bulan terakhir, warga
kawasan Mijen – yang berbatasan dengan Boja, dihebohkan dengan penemuan
struktur candi yang diperkirakan berasal dari jaman Mataram Kuno.
Dalam
musim penghujan seperti ini, saya tidak ingin bepergian terlalu lama. Takut
kehujanan. Alhasil, beberapa tempat situs candi yang awalnya saya rencanakan
untuk saya kunjungi, saya kesampingkan terlebih dahulu. Lagipula, saya tidak
terlalu ahli dalam perbatuan. Ahli percandian yang kawan saya diantaranya Mas
Jowo Indra Oktora, Wedana Gusta, dan Anjar Nurhadi.
Tujuan
awal saya di Kota Boja sebenarnya hanya ingin mengulik sejarah gedung tua pusat
pemerintahan Boja, kala itu. Boja, merupakan sebuah kawasan kecamatan yang
cukup padat, dengan jalan utama bernama Jalan Pemuda. Sepanjang jalan tampak
mobil-mobil, angkot, dokar dengan ban mobil, dan sepeda-sepeda yang berlalu
lalang. Pusat kegiatan mereka terkonsentrasi di sekitar Pasar Boja. Beberapa
bagian di bahu jalan tampak tergenang air menandakan drainase tata kota yang
buruk. Angkot-angkot terlihat berhenti sembarangan tanpa menghiraukan kemacetan
yang diakibatkannya.
Monumen yang Terlupakan
Tepat
di depan Pasar Boja, saat ini digunakan sebagai Terminal. Tata lokasinya cukup
semrawut. Disana terlihat sebuah patung pejuang yang tampak tidak diperhatikan.
Kondisinya tidak begitu baik. Patung itu menggambarkan seorang pejuang
kemerekaan dengan gagah membawa bendera merah putih ditangan kanan dan tangan
satunya menenteng sten gun. Pondasinya
merupakan sebuah relief perjuangan yang catnya sudah usang.
|
Monumen Perjuangan Rakyat Boja |
Monumen
tersebut rupanya dibangun pada tahun 1973 sebagai tindak lanjut dari perintah
Bupati Kendal kala itu untuk mengenang heroiknya pertempuran di Boja.
Dikisahkan saat itu tentara Belanda yang ingin menguasai kembali wilayah
Indonesia, tiba di daerah Kaliwungu. Para pejuang dari Boja berkumpul di Gedung
Kawedanan – yang saat ini berada di depan terminal Boja. Berdasarkan informasi
yang tersampaikan, para pejuang pun menghadang pasukan Belanda di Jembatan
Kalibodri antara Boja – Kaliwungu. Baku tembak pun tak terhindarkan. Karena
kurangnya pasukan dan persenjataan akhirnya pejuang kemerdekaan mengalah mundur
ke Kota Boja dan melakukan bumi hangus pada beberapa bangunan untuk menghindari
supaya tidak digunakan Belanda sebagai markas.
Untuk
mengenang semangat para pejuang dan para korban yang gugur, maka dibangunlah
sebuah monumen. Monumen Perjuangan itu kini terlihat sepi, tidak banyak yang
mengenalnya. Didepannya bahkan dipasang pagar dan merupakan tempat pedagang
berjualan. Lebih memprihatinkannya, didekat monumen tersebut justru digunakan
untuk membuang sampah.
Kawedanan Boja
Bangunan
itu tampak gagah, kuno, dan menarik bagi saya. Lokasinya ada di depan Pasar
Boja yang juga terdapat Monumen Perjuangan. Lahan depannya kini dimanfaatkan
Pemerintah Kabupaten Kendal untuk terminal penumpang. Siang itu, tampak
beberapa bis parkir mepet dengan rumah tua itu. Saya pun menjadi kesulitan
motret.
|
Eks Kawedanan Boja tampak depan (2015) |
Berbekal
foto lawas koleksi kitlv.nl, saya pun menelisik keberadaan Controllerhuis Boja
yang bila ditafsirkan adalah Gedung Pengawas Perkebunan Boja. Dan alangkah
terkejutnya saya saat menjumpai bagian depan rumah tersebut tidak sama! Jangan
– jangan keliru.. saya pun lantas memarkir motor dan berkeliling sejenak. Ada
seorang bapak yang sedang momong anaknya di bagian belakang gedung. Pria itu
bernama Dadang, warga asli Boja yang sedikit banyak tahu tentang gedung
Kawedanan Boja itu.
|
Eks Kawedanan Boja |
|
Eks Kawedanan Boja tampak belakang |
|
bagian sayap |
|
bagian sayap |
Begitu
saya sodorkan foto lawas itu, ia lalu terbayang bahwa memang dahulu bangunan
depan seperti pada foto. Yaitu ada terasnya atau pendopo. Namun saat ini teras
pendopo tersebut sudah ditutup. Benar saja, bangunan depan memang memiliki
bentuk kaca-kaca jendela yang lebih modern. Kira-kira bangunan tahun 1960an.
Menurut
informasi dari Dadang, ia memang ingat bahwa dahulu semasa gedung itu digunakan
sebagai Kawedanan, masih banyak tanaman-tanaman kebun yang ada di depan dan di
belakang gedung. Kawedanan Boja sebelumnya berada di Kantor yang saat ini
digunakan sebagai Kantor Kecamatan. Baru kemudian, pada tahun 1940an, dipindah
ke bekas Gedung Pengawas Perkebunan.
Menurut
data sejarah yang saya dapatkan, Gedung Kawedanan Boja itu dibangun pada
kisaran 1800an akhir dan digunakan sebagai Gedung Pengawas Perkebunan Wilayah
Boja. Perkebunan itu meliputi kebun Medini, Merbuh, Sringin, Biting dan Getas
Kecil. Komoditinya berupa teh, jati, kopi dan karet. Wilayah itu membawahi
wilayah Mijen, Boja dan Singorojo.
Pada
era Jepang, gedung itu diduduki Jepang dan digunakan sebagai markas komando
militer. Dan pada era pasca kemerdekaan digunakan sebagai Kantor Wedana Boja.
Wilayah Kawedanan Boja saat itu membawahi empat kecamatan yaitu Mijen,
Limbangan, Boja dan Singorojo. Namun seiring perkembangan tata kota dan
administrasi, Mijen akhirnya masuk bagian dari Kota Semarang sehingga tinggal
tiga kecamatan saja. Wedana Boja bertugas mengkoordinasikan para camat atau
asisten wedana dan bertanggungjawab kepada Bupati Kendal. Dan kantor Kawedanan
Boja itu digunakan aktif sebelum akhirnya kosong karena penghapusan Kawedanan sekitar
tahun 2000.
Beruntung,
saat itu saya bertemu dengan seorang pegawai Dishub disana. Saya akhirnya
dipersilakan masuk ke ruang utama atau pendopo yang saat ini digunakan sebagai
lapangan badminton. Yah.. benar! Jika saya bandingkan, memang betul gedung ini
adalah bekas Gedung Pengawas Perkebunan. Ada dua pintu dan tiga jendela yang
menguatkan bukti dugaan. Selain itu, sambungan antara bangunan asli dan baru,
terlihat dari bagian luar gedung.
|
de controleurswoning te Bodja bij Semarang (KITLV)
|
|
Bekas teras yang digunakan sebagai aula lapangan badminton |
|
Garis merah atas merupakan bekas alur atap asli, garis merah bawah merupakan alur lantai teras asli dan terundak |
Menurut
informasi dari Suara Merdeka, gedung itu pernah direncanakan pemerintah untuk
dibangun menjadi pusat pertokoan atau pusat ekonomi. Tetapi masyarakat Boja
tidak setuju karena selain memiliki nilai sejarah, gedung itu juga tampak
artistik.
Kondisi
gedung saat ini terkesan biasa saja. Beberapa bangunan sayap sudah
dialihfungsikan sebagai toko dengan rolling door. Dan satu ruangan digunakan
sebagai kantor terminal. Tidak begitu merana, tapi tidak juga begitu tergali
potensinya. Tetapi dalam benak saya, alangkah baiknya gedung ini bisa
difungsikan sebagai sarana edukasi masyarakat tentang sejarah. Bisa jadi untuk
menampung sejarah perkebunan atau lebih jauh lagi digunakan sebagai Museum
Perkebunan Boja.
Perjalanan
saya berlanjut untuk sekedar jalan-jalan dan melihat daerah Boja dari
perspektif saya. Tidak jauh darisitu, tampak sebuah bangunan tua yang kini
digunakan sebagai Pegadaian. Setelah meminta ijin, kemudian saya juga
dipersilakan untuk memotret bagian bangunan yang hingga kini digunakan sebagai
rumah dinas. Bangunan yang cantik.
|
Pegadaian Boja |
|
Pegadaian Boja |
Dari
Boja, saya melanjutkan langkah ke arah Singorojo. Saat saya lewat tahun 2010
silam, disana ada sebuah rumah tua yang digunakan sebagai kantor Polsek. Namun
sekarang Polsek Singorojo sudah menempati bangunan baru. Dan bangunan lawas
yang ada di areal perkebunan Merbuh itu saat ini digunakan sebagai tempat
transit para pekerja perkebunan.
|
Bekas Polsek Singorojo |
|
Bekas Polsek Singorojo |
Sedangkan
bangunan ikonik lain yang tidak kalah cantik adalah rumah tinggal di sebelah
Kantor Perkebunan Merbuh. Rumah itu nampaknya adalah bekas kantor yang asli.
Bangunannya besar, cantik dan memiliki tegel warna yang masih kinclong.
Berdasarkan bincang-bincang saya dengan pegawai kantor disana, saya dibercandai
bahwa didalam rumah itu ada wanita cantik. Barangkali yang dimaksud adalah
rumah tersebut horror. Hii.
|
Rumah tinggal yang dahulu merupakan kantor Afdeling Kalipat Kebun Merbuh |
|
Ciri khas atap utama memiliki kubah |
|
Tegel yang kinclong |
Setelah
merasa cukup, saya pun memutar motor untuk pulang. Tapi tak dinyana, pandangan
saya terhenti pada sebuah bangunan ndongkrok
tidak jauh dari Polsek Boja. Entah saya yang sudah terlalu hafal dengan
bioskop, atau terlalu master bioskop, saya menduga bangunan itu adalah bekas
bioskop. Sebelum akhirnya saya memarkir motor, saya browsing sebentar dan
benar, pernah ada bioskop Boja.
Saya
pun berhenti didepan gedung tak terpakai itu. Pada bagian depan kanan kiri,
kini digunakan sebagai kios. Salah satunya mengiyakan bahwa benar bangunan itu
merupakan bekas bioskop Boja.
|
Bekas Bioskop Boja |
Bioskop
ini saya duga merupakan bioskop kelas bawah dengan pintu yang kecil dan loket
yang hanya berjumlah satu. Ada motif tegel unik di bagian depan yang hanya
berukuran sekitar 2 meter persegi itu. Begitu masuk, saya diperlihatkan sebuah
konstruksi teater yang datar. Tidak menggunakan tatanan kursi miring. Entah
memang sudah dibongkar, tetapi kelihatannya tidak. Seperti konstruksi di bekas
bioskop Rita, Ungaran. Selain itu, juga masih ada bekas toilet yang saat ini
kondisinya kumuh.
|
Bekas Loket Bioskop Boja |
|
Bekas Theater Bioskop Boja |
|
Bekas instalasi toilet bioskop Boja |
|
Tegel unik halaman depan Bioskop Boja |
**
Perjumpaan
saya dengan bekas Bioskop Boja tadi sekaligus merupakan akhir dari kegiatan
Mbeyond saya di Boja. Dan pembaca harap sabar menantikan liputan-liputan
menarik lainnya khas Beyond The Traveling hanya di blog Mas Hamid Anwar ;)
|
Tugu Masuk Boja dari arah timur |
|
Tugu masuk Boja dari arah barat (tinggal satu biji) |
|
Rumah bergaya kuno tetapi sebenarnya tidak kuno |
|
Rumah kuno yang sudah kalah tinggi dengan jalan raya, Boja |
|
Kebun Jati |
|
Kebun Karet |
|
Kebun Merbuh |
wahhh..banyak harta karun antiknya tuh kayaknya, hehe
ReplyDeletekunjungi juga blogku ya mas http://www.idiotraveler.com
@Abenx : betul mas.. ok saya luncur
ReplyDeletewahhhh keren, langsung masukin ke dalam list yang pengen dimampirin. Paling ga tahan liat bangunan-bangunan lama gitu. Makasih info nya mas :)
ReplyDeletehehe.. silakan mas. Jangan lupa minta ijin jika mau lihat-lihat. ;)
DeleteWaaaah boja, kok gak mampir rumah saya mas hehehe :D
ReplyDeleteMakasih sudah mengulik sejarah tempat saya dibesarkan meski bukan tempat kelahiran saya sih :)))
Hehehe.. memangnya kalau mampir mau dikasih makan? :p
DeleteSaya juga di situ sejak 1973.
DeleteBangunan pabrik latex di getas kecil dan rumah dinasnya masih epic, gaya kuno..
ReplyDeleteRumah penduduk di dekat pabrik juga masih banyak yang bertahan dengan model kunonya
Belum sempat ngulik yang di perkebunannya. Maybe situ sudah pernah?
DeleteHampir sering lewat situ...rumahku deket soalnya
Deletemantap mas, di pertigaan tampingan (arah boja semarang susukan) juga ada rumah gede, kayanya bekas bangunan belanda juga
ReplyDeleteCoba difoto deh :D
DeleteKebetulan saya lahir dan tinggal di Boja, jika berkenan utk mereview kembali soal Boja dengan senang hati saya akan membantu, kebetulan tetangga saya seorang veteran dan pelaku sejarah yang sampai sekarang beliau masih bisa mengingat pun bercerita dengan runtut soal Boja dan baik sebelum dan setelah era kemerdekaan. Salam
ReplyDeleteInformasi yang bagus mas. Barangkali lain waktu ada waktu senggang ya mas. :)
DeleteHamid Anwar
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSubhanallah :)
DeleteKyk e bgus klo bioskop diaktifkn lg. Hehehe
ReplyDeleteToh jg pstinya seru
boleh jugaaa
DeleteKeren mas
ReplyDeleteAda yg tahu sejarah Wedana Boja gak ya?
Kata Kakekku dulu, kakek buyutku wedana Boja tahun 1900 an.
Terimakasih, mas
Deletetetapi saya tidak punya data sama sekali tentang personil Wedana boja tersebut.
Makasih mas.. Bbrp hal baru saya tau dr tempat saya hehe
ReplyDeleteSama sama
Deletesaya tunggu tulisan khusus mantan-mantan gedung bioskop di kabupaten kendal, setahu saya ada di Kendal, Cepiring, Weleri, Penanggulan(Pegandon, ini gedungnya masih ada) eh ternyata di Boja juga ada
ReplyDeleteMemang harus diperhatikan lagi gedhung² yang lain kalau yang di Boja kan sudah ada yang dimanfaatkan seperti gedung pegadaian la semoga yang lain bisa tetap terawat. Saya sebagai orang yang tinggal di sekitaran situ sangat tertarik dengan gedung² tuwa atau bersejarah
ReplyDeleteIjib pakai fotonya Boleh?
ReplyDelete