Purbalingga, 21 April 2012
Siang ini terik matahari lumayan panas, pukul 11 siang ini
saya harus segera berangkat ke Purwokerto bersama Rina. Yah, kali ini saya
hendak ‘mencoba’ nonton di Rajawali Theatre 21 Purwokerto. Kami mengendarai
motor Honda Supercup ’80 dan dengan helm tanpa kaca + kacamata hitam, lengkap
sudah aksesoris jadul saya. Hahaha..
Sekitar setengah jam kemudian kami telah sampai di kawasan
Universitas Jenderal Soedirman, perjalanan kami pun akhirnya terhenti di depan
sebuah warung dengan tulisan “RAMES MURAH, HARGA TERJANGKAU”. Ya, warung warung
seperti inilah yang biasa saya cari untuk berhemat. Hehehe.. dua porsi makan
siang kami akhirnya sukses menghantam perut dan keluarlah uang 12K idr.
Diantara saya dan Rina, tidak begitu hafal jalan jalan di
Ibukota Kabupaten Banyumas ini. Kami sih berdasar perkiraan saja. Ternyata di
sebuah perempatan, saya melihat hotel Aston Imperium yang berdiri megah
mengalahkan bangunan bangunan di sekitarnya.
|
gambar di pinjam dari sini |
Tidak lama kemudian, kami pun harus rela berputar putar
untuk mencari Jalan S. Parman. Hehehe.. setelah muter muter dan sedikit
menghafal medan, akhirnya kami temukan juga Jalan tempat dimana bioskop
satu satunya yang tersisa di Purwokerto ini berada.
Sebuah bangunan yang tampak sepi berdiri dengan eksterior
sederhana. Masuklah kami menuju tempat parkir yang ternyata ada segelintir
motor yang parkir di situ. Sementara jam tangan saya menunjukkan angka setengah
satu siang, kami pun memarkir motor dan melihat situasi dan kondisi bioskop yang
jadwal filmnya setiap hari tampil di Harian Suara Merdeka.
Bioskop yang bukan merupakan jaringan 21 ini adalah salah
satu yang tersisa di Jawa Tengah. Saya sendiri merasa penasaran untuk merasakan
aura aura bioskop ini. Pertama kali yang ada di pikiran saya, bioskop ini pasti
‘menggelar dagangan’ dengan seadanya seperti nasib Magelang dan Tidar Theater. Begitu
masuk di lobi, bayangan saya tadi hilang sudah. Dengan tata ruang yang cukup
rapi dan bersih, saya rasa bioskop ini layak untuk di pertahankan dan dijaga
kelestariannya.
Pilihan kami akhirnya jatuh pada film “Don’t be Afraid Of
The Dark” yang hari ini tayang pukul 13.30 di Studio 3. Oya, bioskop ini
mempunyai 4 layar/studio. Berdasar salah satu referensi yang pernah saya baca,
dulunya hanya ada satu layar dengan kapasitas sekitar 1000 tempat duduk, lalu
di pisah menjadi 2 layar dan sampai sekarang jumlahnya ada 4 studio. Untuk ukuran
bioskop non 21, jumlah ini saya rasa banyak sekali sementara tempat lain rata
rata hanya ada 1 sampai 2 studio. Poster poster film juga tertata rapi dengan tiga bagian yakni HARI INI, SEGERA, dan AKAN DATANG
Berhubung loket belum buka, akhirnya saya dan Rina
berkesempatan untuk shalat di mushola kecil masih di kompleks Rajawali Theatre
ini. Setelah shalat, baru kami lihat parkiran motor mulai penuh dan petugas
parkir sudah datang. Pegawai di bioskop ini mengenakan seragam batik dan
berdandan di tempat seadanya (bahkan ada yang sambil jalan jalan sambil
merapikan rambut).
Loket pun buka dan saya harus membayar 30k idr untuk dua
tiket. Harga yang menurut saya masih cukup mahal untuk tempat ini. Di sebuah pengumuman tertera bahwa nonton hemat adanya hari Senin yaitu 13k idr. Sebelum film
di mulai, kami juga membeli beberapa snack dan air mineral untuk bekal kami
makan di dalam. Tenang, harga di café ini harga pasaran kok. Tidak seperti
harga harga di café XXI. :)
Ruang tunggu dekat dengan pintu masuk studio ternyata cukup
adem. Dengan kursi kursi yang cantik, menunggu film tayang terasa nyaman. Sekitar
10 menit sebelum film mulai, kami pun masuk ke pintu Studio 3, namun tiket yang
saya harapkan bisa saya koleksi, ternyata di minta oleh petugas. Yah, nggak apa
apa lah.
Begitu masuk, saya merasa bioskop ini masih sangat bagus. Dengan
tata ruang yang mirip dengan Magelang Theater (yang tinggal kenangan itu), kami
pun bebas memilih tempat duduk sesuai keinginan. Akhirnya kami duduk di tengah
di barisan 4 dari depan. Dari posisi kami, layar yang lebar terasa sangat
proporsional. Layar ini ukurannya kira kira sama dengan layar di Magelang
Theater dan bioskop XXI. Pendingin udara masih berfungsi dan kurang maksimal. Kapasitas tempat duduk kira kira ada 500 - 600.
Sebelum film mulai, tampillah beberapa slide iklan radio dan
dealer sepeda motor. Dalam benak saya, iklan iklan ini cukup untuk membantu
menutup biaya operasional karena tiap pertunjukan seperti film kali ini,
penontonnya kira kira hanya sekitar 20 orang. Film pun dimulai dan sound
systemnya saya sangat memadai. Ternyata sound systemnya sudah
memakai Dolby Stereo.
Film yang kami tonton adalah film horror yang menurut saya
suasananya sangat terasa horrornya. Bahkan di salah satu adegan, saya sempet
refleks menjerit kaget. Hahaha..
Akhirnya setelah sekitar 2 jam, film pun berakhir dan kami
keluar melalui exit gate. Kesimpulan saya atas hasil ‘penelitian’ diatas, Rajawali
Theatre 21 ini masih dapat bertahan karena faktor geografi. Daerah Purwokerto
adalah satu satunya titik paling ramai di kawasan Banyumas. Dan kebetulan
bioskop 21 adanya di Semarang, Jogja, dan Solo. Sehingga bioskop ini jelas
punya pangsa pasar sendiri berdasar demografinya yaitu kawasan Banyumas. Manajemen
dan perawatan bioskop ini saya rasa sangat baik dan patut untuk saya acungi
jempol. Juga untuk HTMnya akhirnya saya kira sangat masuk akal untuk fasilitas layar yang sangat lebar dan sound system yang mantap. Lebar layar ini bahkan lebih lebar dari studio 21 umumnya. Hehehe
Oya, penelitian ini saya buat untuk mengobati rasa penasaran
saya akan bioskop bioskop non 21 yang (masih) ada di Jawa Tengah. Ke depannya, saya
menjadwalkan untuk mengunjungi dua bioskop lain (yang saya tahu) yang masih
beroperasi di Jawa Tengah yaitu Dieng Theatre Wonosobo dan Wijaya Theatre
Pemalang.
Read More..