Setelah sekian lama vakum dalam mensurvey bioskop non 21, akhirnya saya bersemangat kembali setelah diingatkan mas Tony, salah satu teman saya tentang bioskop Studio di Plasa Singosaren, Solo. Ya, meski saya sempat berkoar koar sudah mengunjungi semua bioskop non 21 se Jateng, saya lupa kalau ada satu yang ketinggalan.
Saya memang beberapa kali lewat depan pusat hape nya Solo tersebut. Bahkan pernah lewat sendiri juga dan sempat kepikiran untuk mampir. Tapi karena waktu yang tidak mendukung, jadwal tersebut selalu terulur ulur. Ditambah lagi, saya selalu berfikir bahwa bioskop tersebut pasti masih akan bertahan lama, jadi saya bakal bisa kesana kapan kapan. Rupanya perkiraan saya meleset setelah mendengar kalau bioskop dengan 3 layar tersebut kini sepi pengunjung. Klak klik googling, semakin khawatirlah saya karena menjumpai banyak referensi bahwa pusat perbelanjaan tersebut akan tutup kontrak pada Desember 2013. Setelah googling kesana kemari dan beberapa kali salah sambung, akhirnya saya menemukan nomer telepon kantor bioskop tersebut. Jawaban dari seberang sana membuat saya lega “masih buka”
Yup! Mumpung Tika sedang di Ungaran, akhirnya saya ajak sekalian ke Solo naik bus. Apalagi kalau bukan Royal Safari. Bis favoritnya Tika. Hehehe. Sesampainya di Kerten, kami sambung naik Damri AC. Bayar 7000 saja berdua dan turun pas di depan Plasa Singosaren. Betul sekali kata Tony, papan info filmnya kosong, tidak ada informasi film. Kamipun langsung masuk dan bergegas ke lantai III.
Papan Informasi Film |
Pintu masuk bioskop |
Suasana lobi bioskop ini masih cukup bagus. Yaa, hampir mirip lobi Citra 21 Semarang. Bedanya, penjual pop corn khas bioskop tidak ada. Etalase snack pun hanya terisi beberapa tanpa penjaga. Soal film, jangan ditanya. Setelah Solo membuka Solo Square XXI, jadwal film yang dulunya cukup update dan tayang di harian Suara Merdeka, kini menjadi sama sekali tidak update. Dan jadwal filmnya pun sudah tidak lagi tampil di koran Jawa Tengah itu.
Lobi |
Kami pun langsung menghampiri loket yang bertuliskan Rp. 20,000 . Murah bener ya untuk hari Sabtu ini. Kami disambut oleh bapak bapak berkacamata.
Ticketing |
“pak, filmnya itu ya?” tanya saya sembari melihat tiga poster film yang ada di belakangnya.
“iya mas. Mau nonton yang mana?”
“sekarang yang lagi main apa?”
“ini nih. Tapi nanti main semua kok”
“hm… nonton yang mana ya? Sembarang deh pak, kami hanya mau nyobain aja kok”
“ini aja. Splinter. Kalian nunggu sebentar lagi film dimulai”
“oke deh, saya beli dua tiket”
Bapak itu pun menyobek dua karcis manual berwarna pink. Tempat duduk tidak usah memilih. Nanti memilih sendiri pas di dalem theater.
“pak, saya boleh motret motret?”
“mau buat apa?”
“mau buat artikel pak”
“oke silahkan..”
“iya mas. Mau nonton yang mana?”
“sekarang yang lagi main apa?”
“ini nih. Tapi nanti main semua kok”
“hm… nonton yang mana ya? Sembarang deh pak, kami hanya mau nyobain aja kok”
“ini aja. Splinter. Kalian nunggu sebentar lagi film dimulai”
“oke deh, saya beli dua tiket”
Bapak itu pun menyobek dua karcis manual berwarna pink. Tempat duduk tidak usah memilih. Nanti memilih sendiri pas di dalem theater.
“pak, saya boleh motret motret?”
“mau buat apa?”
“mau buat artikel pak”
“oke silahkan..”
Karcis |
Dua karcis pun sudah ditangan, kami langsung menghampiri seorang mas mas penjaga tiket. Penjaganya duduk di sebuah pintu besar tempat masuk ke Studio 1, 2, dan 3. Tidak di masing masing pintu. Studio 1 dan 2 ada di bawah sedangkan studio 3 harus naik satu tingkat. Toiletnya meski model kuno, tapi tetep masih bersih.
Yes, kami langsung saja membuka tirai merah masuk ke Studio 1. Dan apa yang terjadi sodara sodara? Tidak ada satu orangpun yang sudah duduk menunggu film mulai. Hanya kami berdua. Yaa kami berdua. Bahkan sejak dilobi hingga ruang tunggu masuk theater, kami juga tidak menjumpai orang selain kami. Miris…
10 menit berlalu, masih saja kami hanya berdua di dalam sebuah ruangan dengan tempat duduk warna merah kira kira berjumlah 120. Modelnya sama sih seperti di Studio 21. Tapi konfigurasinya jalan masuknya di kiri kanan. Tidak di tengah. Pendingin udara sepertinya tidak bekerja. Kami cukup kepanasan juga di dalem. Ukuran layarnya juga sama dengan di 21. 5 menit kemudian, kami benar benar telah merasa menyewa satu ruang studio untuk kami tonton berdua. Saya tidak begitu kaget sih karena berdasarkan salah satu referensi di blog, saya bahkan pernah menjumpai seseorang yang menonton sendiri di dalam satu Studio disini.
Film dimulai. Saya toleh ke belakang, dua orang sedang mempersiapkan roll film pada proyektor tua. Maklum, proyektornya belum digital sehingga gambarnya juga tidak jernih. Sepanjang pemutaran, terdengar bunyi proyektornya “krtk krtk krtk…” tapi sound nya memang cukup bagus sih.
Layar |
Di dalem studio, saya cek www.imdb.com dan ternyata film Splinter ini rilis tahun 2009. OmaiGad! Kami hanya bisa menikmati film horror ini dengan lapang dada karena kami sama sama belum pernah menonton. Filmnya sih sederhana saja. Yaitu terjebaknya tiga orang di sebuah mini market dan diluar telah hadir monster paku yang sanggup menginfeksi orang orang yang terkena darahnya.
Deretan kursi merah |
Belum sampai selesai kami nonton, kira kira 45 menit kemudian kami keluar melalui pintu masuk yang sama. Begitu keluar Studio, kami jumpai seorang bapak yang saya rasa adalah salah satu proyeksionis yang mengetahui kami nonton di Studio 1. Dia bertanya kami mau kemana? Saya jawab saja mau keluar pak. Sudah cukup.
Ruang tunggu masuk studio |
Ahh.. akhirnya… Studio 1,2,3 yang dahulu merupakan bioskop hebat ini kini hanya bisa bertahan seadanya. Mungkin karena persaingan dengan raksasa bioskop grup 21. Ditambah lagi, tidak lama lagi, Platinum Cineplex juga bakal hadir di Hartono Mall, dan XXI juga akan membuka layarnya di Solo Paragon. Keberadaan bioskop yang dikelola oleh Studio Theatre, CV ini sepertinya akan sangat terpinggirkan.
Credit :
Studio Theater, cv
Plasa Singosaren, Solo
Telp. (0271) 661467
Read More..
Credit :
Studio Theater, cv
Plasa Singosaren, Solo
Telp. (0271) 661467