Friday, November 21, 2014

Serunya Bersepeda Menjelajah Museum di Magelang



Angkot jalur 10 sukses mengantar saya ke Jl. Pahlawan Botton pagi kemarin Minggu (16.11.14). di pagi hari yang cerah ini, saya hendak mengikuti sebuah event spesial bersama Komunitas Kota Toea Magelang. Setelah mendaftar ulang dengan membayar 15,000 rupiah, saya mendapat sepotong roti, dan sebuah nomor yang nantinya harus saya gantungkan di sepeda saya. Ya, uang pendaftaran itu sudah termasuk makan siang, dan sewa sepeda. Murah meriah kan?
 
Jam tangan saya masih tergolong baru, baru beberapa minggu yang lalu beli. Dia menunjuk angka setengah delapan pagi. Ini saatnya kami memulai kegiatan. Setelah diadakan briefing singkat dan doa bersama yang dipimpin oleh Pak Gub Bagus Priyana, kami lalu menuju ke Museum Sudirman yang berjarak hanya sepelemparan batu (pinjam istilah dari Agus Mulyadi) dengan berjalan kaki.

Entah mengapa kami disambut dengan ornamen-ornamen klasik macam anyaman bambu, dan jebulnya dibelakang gedung museum, telah siap panggung dengan tratak. Woalah, usut punya usut, acara Bike to The Museum kali ini disupport oleh Disporabudpar Kota Magelang. Selepas acara nanti kami akan disuguh pertunjukan wayang dan sarasehan budaya.
 
Sepeda yang berjumlah 50an buah sudah terparkir rapi disebelah gedung. Kami bisa langsung memilih sepeda dan mencantelkan kertas bertanda nomor urut supaya sepeda nantinya tidak tertukar. Pagi ini kami langsung tancap gas untuk memulai acara. Pelepasan peserta dilakukan oleh pihak Disporabudpar dalam hal ini Pak Susilo dengan simbol memukul gong.




Rute pertama dari Jl Ade Irma Suryani, kami memotong plengkung baru yang bertanggal 1920 itu. Entah mengapa, kami dilewatkan melewati Lapangan Rindam IV Diponegoro yang sedang digelar acara car free day. Berhubung saya tidak begitu tahu agenda-agenda yang direncanakan, saya dibuat kaget ketika teman-teman dari komunitas Magelang Kembali dan dibantu oleh komunitas serupa dari Surabaya, Jogja dan Semarang menggelar fragmen teatrikal pertempuran.



Menarik sekali. Ini baru kali ini saya bisa lihat. Sebelum-sebelumnya gelaran serupa pernah diadakan di alun-alun dan SMP 1 Magelang. Sayang seratus sayang, waktu itu saya tidak menonton. Well, ini pertunjukan sangat hebat sekali. Pertempuran antara tentara rakyat melawan tentara Inggris yang akhirnya dimenangkan pihak pribumi dalam waktu 5 menit. Para pengunjung car free day pun sontak bertepuk tangan.
 
Pak Gub segera mengkomando kami untuk segera berkemas dan menuju ke tujuan pertama. Di daerah Poncol, sebuah gedung dipinggir jalan dengan hiasan tiga patung didepannya. Itulah Museum Bumiputera. “Kami ucapkan selamat datang kepada Komunitas Kota Toea Magelang.. Dalam kesempatan ini saya akan sedikit bercerita mengenai sejarah Asuransi Bumiputera” Pak Ahmad Sayuti, pengeloa museum pagi ini tampak begitu segar. Beliau menjelaskan secara runtut sejarah berdirinya per asuransian di Indonesia. Hebatnya, Museum Bumiputera ini disebut sebagai salah satu museum asuransi di Indonesia.
 
Setelah mendengarkan penjelasan cukup lama, 15 menitan, kami lalu dipersilakan masuk. Koleksi koleksi yang dipajang antara lain, dokumen kuno perasuransian, kwitansi kuno, uang kuno, mesin-mesin ketik, mesin hitung, dan beberapa foto pajangan. Lengkap sekali!
 
Berhubung hari ini kami berpacu dengan waktu, maka kami tidak bisa terlalu lama. Kunjungan ke Museum Bumiputera kami cukupkan dalam setengah jam saja untuk kemudian berpamitan. Siang ini alhamdulillah cuaca tidak begitu terik. Sedikit mendung malah. Kami menyusur jalur lambat disepanjang pecinan, dan saya tiba-tiba merasa sedang berada di Eropa. Kalau nggak di Frankfurt ya di London. Habisnya, bersepeda lewat pecinan ternyata asik sekali. Satu kilopun tidak terasa.
 
Perjalanan dilanjut dengan menyusur jalan Tidar dan menuju ke Museum Taruna Abdul Jalil yang ada di bilangan Mabes Akmil. Cukup repot memang, untuk masuk ke Museum ini tidak bisa sembarangan. Saya dan beberapa rekan yang bercelana pendek, kaos oblong, dan sandal tidak diperkenankan masuk. Beruntung, untuk khusus kali ini syarat-syarat itu dihilangkan. Dada pun rasanya lega karena tadi sempet nyesek. Iya dong, dari semua museum yang ada di Magelang, ini yang belum pernah saya kunjungi. Ada satu lagi ding. Museum OHD alias Oei Hong Djien. Kalau itu, tepatnya karena HTMnya bikin kantong teriak.
 
Sebelum masuk kawasan militer, kami diharuskan berbaris tiga berbanjar dan masuk dengan tertib. Wow! Saya langsung amazing saat tahu bahwa didepan pintu masuk ada awetan macan. Sebagai pecinta kucing, saya langsung pengen foto sama macan itu. Peserta diajak memasuki ruang auditorium. Semacam ruang audio visual mini. Disana kami disambut Kapten Sulis yang bertugas sebagai Kaur Museum pada instansi Akmil. Diceritakan juga tentang sosok Abdul Jalil yang merupakan pejuang yang gugur di daerah Klaten. Nama beliau kemudian diabadikan sebagai nama museum ini.
 
Pria asli Wonosobo ini bercerita sekilas tentang sejarah Akmil yang dahulu bernama AMN (Akademi Militer Nasional). Tidak lupa, kami disuguh sebuah video profil Akmil berdurasi 20 menit. Saya jadi tambah pengetahuan. Ternyata selama ini kegiatan dan tugas apa saja yang dilaksanakan oleh para taruna taruni di Akmil. Mantap!
 
Ruang-ruang pamer disini dibagi menjadi beberapa. Diantaranya ruang Pra AMN, ruang AMN, ruang AKABRI, dan ruang AKMIL. Di masing-masing ruang, kami disambut awetan macan. Entah apa maksudnya. Tapi sepengetahuan saya hanya bermakna filosofis saja. Koleksi yang ditampilkan antara lain seragam-seragam, lencana, senjata dan foto-foto taruna berprestasi. Adalah Pak SBY salah satu diantaranya. Beliau lulusan Akmil tahun 1973. Hormat! Di ruang terakhir, kami tidak diperkenankan memotret. Ruang terakhir ini merupakan ruang koleksi senjata. Dari pistol, senapan, hingga anti-tank tampak terawat dengan baik. Satu yang cukup menggelitik, teman-teman kami dari komunitas Magelang Kembali diminta menitipkan senjata-senjataan diruang depan. Karena pengelola khawatir bila ditukar dengan senjata yang asli. Hahaha..
 
Akhirnya kunjungan ke Museum Taruna dirasa sudah cukup. Dipimpin oleh Mas Rifkhi Sulaksmono, kami menuju ke Makam Pahlawan yang ada persis didepan museum. Acara kami adalah tabur bunga yang memakan waktu sekitar 20 menit. Terus terang saja, baru kali ini saya masuk ke kompleks Taman Makam Pahlawan Giri Dharmo Loyo yang ada di Jl Gatot Subroto itu.
 
Selesai acara, kami langsung berburu dengan waktu mengayuh sepeda dalam beberapa derajat menanjak. Kami kembali ke kota dan tepatnya di Warung Tahu Pojok, tampak mobil Innova hitam berplat H-1. Wah! Ada pak Gub ini. Betul saja, beberapa teman yang berada didepan saya berkesempatan bersalaman. Mas Ake Ru salah satunya. Saya, tidak sempat :/

Akhirnya kami sedikit lega saat jalanan turun sepanjang Jalan Mayjend Sutoyo a.k.a Kedjoeron. Disitu kayuhan kaki bisa diistirahatkan hingga kami sampai di Kawasan Bakorwil eks. Kantor Residen Kedu. Museum selanjutnya yang kami datangi adalah Museum Diponegoro. Masih seperti waktu lalu, kami disambut Pak Joko. Oya, untuk informasi detail mengenai Museum ini bisa baca tautan saya disini.
 
Lepas dari Museum Diponegoro, masih di kompleks Eks. Karesidenan Kedu, kami sambangi Museum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Siapa sangka, kantor BPK Republik Indonesia ini pertama dibangun di Magelang. Kursi dan meja pimpinan pertama kali masih terjaga dengan baik sebagai salah satu koleksi museum. Banyak foto dan dokumen yang bisa kita jumpai terkait dengan perkembangan institusi pengaman keuangan Negara ini. Selain itu, peralatan kantor kuno juga terawat baik seperti telepon, mesin hitung, dan mesin ketik kuno.
 
Tidak lupa, kami disuguh pertunjukan sekira 20 menit untuk menyaksikan video profil Museum BPK ini dengan bintang videonya Pak Gub Bagus Priyana. Kami menyaksikannya di ruang audio visual yang terletak di sebelah museum. Sembari menonton, air mineral gelas dibagikan secara cuma-cuma. Alhamdulillah..
 
Tampaknya sudah agak gerimis ketika kami mengemasi barang dan bersiap mengayuh ontel menuju titik finish. Selesai dari Museum BPK, kami bergerak menuju Museum Sudirman. Sesampainya, kami disambut mas Ardani. Pria muda penjaga museum ini bercerita tentang sepak terjang sang Jenderal. Jenderal Sudirman yang kelahiran Purbalingga, telah rela memperjuangkan nasib rakyat berperang dengan penjajah dengan digotong tandu. Rupanya, beliau waktu itu terserang penyakit paru-paru sehingga tidak memungkinkan untuk berjalan terlalu jauh. Trik yang dijalankan adalah perang gerilya dengan berjalan dari Jogjakarta hingga Tulungagung Jawa Timur melewati perbukitan dan hutan. Trik ini dikenal cukup ampuh untuk menghindari deteksi dari musuh. Pada masa setelah kemerdekaan, Jenderal Sudirman dipilihkan tempat peristirahatan di Magelang. Dengan suasana yang tenang dan sejuk, asrama BKR (cikal bakal TNI) itu juga menghadap pemandangan panorama yang indah. 
Sehari-hari beliau dirawat oleh dokter pribadinya hingga kemudian meninggal dunia dan dimakamkan di Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta. Barang-barang koleksinya hingga kini tersimpan baik. Ada satu set meja kursi tamu, meja kursi ruang kerja, ranjang tempat tidur, replica tandu, dan meja pemandian jenazah. Selain itu tidak ketinggalan foto-foto dan lukisan perjuangan juga terpajang rapi dipenjuru tembok. Puas menikmati sajian Museum Sudirman, kotak snack dan makan siang langsung dibagikan. Kami pun makan siang sembari menonton gelaran wayang clumpring yang merupakan pertunjukan wayang dengan bahan-bahan dari elemen bambu. Cerita yang dibawakan adalah kisah Arya Penangsang dan Sunan Kudus.
 
Setelah menyempatkan shalat dhuhur, hujan turun dengan deras dan acara kemudian dilanjutkan dengan sarasehan budaya yang menghadirkan mantan pejuang, Jenderal (Purn) Suhendro yang dahulu menjadi saksi atas pengibaran bendera merah putih di puncak Tidar. Selain itu, Mas Rifkhi Sulaksmono yang berpakaian tentara Gurkha siang ini juga didapuk sebagai pengisi acara dengan menjelaskan tentang Komunitas Magelang Kembali. Sebagai sebuah komunitas sejarah yang konsen di era perjuangan, Magelang Kembali berusaha mengingatkan sejarah perjuangan bangsa melalui drama fragmen teatrikal “perang-perangan”.
 
Salah satunya adalah siang ini. Begitu acara sarasehan selesai dan hujan sudah reda dimulailah tontonan menarik. Kisah heroik “Palagan Magelang” para pemain teatrikal dibagi menjadi tiga bagian, tentara Inggris, Tentara Rakyat dan rombongan PMI. Yang saya sebut terakhir diperankan oleh adik-adik dari SMPN 1 Magelang. Adegan perang berlangsung cukup lama. Hingga 15 menit. Adegan-adegan yang dipertontonkan pun terasa nyata dan menghibur. Lihat saja, aksi tertembak, tersungkur dengan dada berdarah, atau aksi berkelahi dengan golok yang diperankan mas Gusta.
 
Akhirnya, tentara Inggris dapat dipukul mundur dan beberapa diantara mereka menyerah. Magelang pun kembali ke tangan rakyat!
 
Acara bike to the museum yang dikolaborasikan dengan Disporabudpar, dan bersama dengan Komunitas Magelang Kembali ini terasa sangat special. Istimewa dan luar biasa. Kegiatan ditutup dengan santai dan dengan gontai saya melangkahkan kaki untuk memburu angkot Jalur 4 yang akan membawa saya ke batas kota dan pulang ke Muntilan.


Credit :
Museum Bumiputera Magelang
Jl. A. Yani 21 Poncol
Telp 0293 - 362610
Buka : Senin - Jumat

Museum Taruna Abdul Jalil
Jl. Gatot Subroto
Kompleks Akademi Militer
(Untuk masuk harus berpakaian sopan dan mengurus ijin)

Museum Diponegoro
Jl. Diponegoro No. 1
Kompleks Bakorwil II Kedu Surakarta
Magelang
Buka Senin - Jumat

Museum BPK RI
Jl. Diponegoro No. 1
Kompleks Bakorwil II Kedu Surakarta
Magelang
Buka Senin - Jumat

Museum Sudirman
Jl. Ade Irma Suryani
Badaan - Magelang
Buka Senin - Jumat (Sabtu)
Read More..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...