Showing posts with label corolla. Show all posts
Showing posts with label corolla. Show all posts

Monday, August 6, 2018

Servis Kaki-kaki Corolla SE Saloon


 
Salah satu kendala memiliki mobil tua bangka (motuba) adalah lemahnya bagian kaki-kaki mobil. Hal ini boleh dibilang merupakan sebuah keniscayaan. Yaa contohnya motuba yang saya miliki yaitu Corolla SE Saloon lansiran tahun 1986. Dengan usianya yang kini telah 32 tahun, tentu saja kaki-kakinya telah lunglai sehingga secara berkala harus kita periksakan.

Jujur saja, selama memiliki corolla ini selama tiga tahun terakhir saya tidak/belum pernah terpikirkan untuk menservis bagian kaki-kaki ini. Karena saya belum pernah merasakan menyetir mobil lain selain motuba juga punya kakak (Nissan Sunny 86) jadi saya rasa, kaki-kaki yang berisik pada motuba adalah kewajaran. Yaa memang wajar kalau harus diganti atau diservis.

Salah satu yang terasa saat kaki-kaki bermasalah adalah ketika motuba dibawa lewat jalan rusak adalah setir sering mbanting sendiri dan terasa tidak mantab setirannya. Selain itu, seringkali ada bunyi klutak – klutuk dibagian roda depan (terutama yang berpenggerak roda depan).

Suatu ketika, waktu saya masih berlangganan di sebuah bengkel umum dekat rumah, sang montir mengatakan bahwa kaki-kaki mobil saya sudah saatnya diperbaharui semua. Kira-kira setahun belakangan ia bilang begitu ke saya. Dan yang membuat saya tercengang adalah harganya yang fantastis. Yaa kira-kira butuh dana 3 juta nanti diganti baru semua. Wah.. duit dari mana .. pikir saya.

Akhirnya setelah konsultasi dengan teman-teman kantor yang memelihara motuba juga, saya diberikan dua opsi untuk membetulkan kaki-kaki motuba saya. Istilahnya di repair. Bukan diganti. Alternatif pertama adalah azzam onderstell yang berada di belakang sekolah Assalamah Ungaran. Yang kedua yaitu bengkel Wanto Onderstell di depan kecamatan bawen.

Keduanya pernah saya datangi. Dan melihat antrian azzam onderstell yang selalu ramai, saya akhirnya memutuskan ke bengkel wanto saja. Menurut teman saya, tidak kalah bagus, kok hasilnya. Meski secara penampilan bengkel lebih sederhana.

Sabtu minggu lalu, saya bawa corolla saya kesana. Saya langsung disambut mas Wanto, ownernya. Disana, saya ditanyakan gejalanya apa. Berhubung saya tidak banyak tahu, saya hanya menjelaskan kalau ster tidak stabil dan sering bunyi di jalan tidak rata.
 
Bengkel ini memiliki kursi tunggu yang berupa lincak bambu dengan empat orang mekanik. Saat saya menservis pagi itu, ada dua antrian mobil lainnya. Segera mobil saya didongkrak lalu dibongkar. Ternyata kaki-kaki mobil saya boleh dibilang sudah sangat parah. Balljoint, tierod, racksteer harus direpair semua, bahkan ada bagian sayap yang diistilahkan jamber, karetnya sudah hancur dan oleh pemilik sebelum saya hanya dibalut dengan karet ban dalam.

Karena kerusakan yang cukup parah, mobil saya harus stay lebih lama hingga akhirnya tak tinggal pulang sekitar pukul 11 siang. Pukul tiga sore saya kembali kesana menggunakan ojek online dan mobil saya sudah jadi. Saya disuruh maju mundur sejenak untuk memantabkan posisi baut-baut. Kemudian dispooring secara manual menggunakan benang.

Setelah itu, mas Wanto sendiri yang mengajak saya testdrive.

“Ayo mas, kita test drive, mau nyetir sendiri apa saya setirin?” tanyanya.
“monggo sampean saja”

Akhirnya mobil langsung dibejek kenceng, melalui jalan beton, aspal dan masuk perkampungan yang jalannya rusak. Benar saja, setir terasa lebih stabil kenceng manteb dan bunyi bunyian jadi hilang. Nyaman, lah.

“Lakernya saya rekomendasikan ganti sebulanan lagi mas. Dan setirnya belum stabil maksimal harus ganti kokel setir. Bawa uang 300 bulan depan kesini beres, mas” katanya.

Jadi mas Wanto ini berprinsip, jika hasil kerjaannya menurut dia kurang pas, harus dibetulin lagi. Meski kadang menurut konsumen sudah nyaman, kadang menurut ia sendiri (karena sudah ahli merasakan) ada yang belum nyaman 100 %.

Saya pribadi merasa puas dengan hasil pekerjaannya dan pelayanannya memuaskan. Ohya, total membetulkan kaki-kaki ini dengan rincian perbaikan/ganti tie rod, rack end, balljoint, jamber besar, jamber kecil,  dan ongkos bongkar adalah 730,000,- diskon 30,000 :D

Bengkel Mobil Wanto
Spesialis Onderstell
Jl. Soekarno Hatta Bawen
Seberang Kantor Kecamatan Bawen
Telp/WA

Read More..

Wednesday, July 11, 2018

Mudik 2018 : Pengalaman Mogok di Gunung



Salah satu view Merapi dari daerah Selo. Pribadi
Minggu, 17 Juni 2018

Mendekati tengah hari, sudah pukul 10,30 siang hari ke tiga lebaran tahun 2018. Mobil tua saya menanjak dari Kota Boyolali ke arah Selo, hendak ke Magelang. Baru ini saya beranikan diri mengendarai mobil lewat sini. Kalau urusan skill, saya kira saya berani saja, tapi urusan mobil, nanti dulu karena saya bawa Corolla yang usianya lebih tua tiga tahun dari usia saya.

Selepas melewati jembatan bailey karena jembatan Cepogo yang tengah di rehab, terdengar suara berdesis dari kap mobil saya.
Jembatan Cepogo, sumber KR Jogja

“Mas, mas, ada apa ini kok mobile ngeses.. kemebul kape..(translate : mas, ada apa ini kok mobilnya bunyi berdesis, ada asap keluar dari kap)” perangah istri saya keheranan.
Saya segera melihat indikator suhu bahwa ia bergerak naik, dan kap mobil mulai menyemburkan asap.
 
Ilustrasi, sumber : cintamobil
Dengan sigap, saya segera mencari tempat yang aman untuk menepi.

Panik? Tentu saja, terlebih istri saya, takut mobilnya terbakar mungkin ya. Tapi saya berusaha tenang, karena saya percaya pasti ada solusi dari permasalahan yang sedang saya hadapi. Saya buka kap mobil dan menemukan air panas memancar dari sebelah belakang mesin, dekat dengan waterpump. Setelah air berhenti, saya lihat radiator dan air ternyata sudah habis. Segera saya isi kembali namun ternyata air tersebut langsung mengucur lewat sebelah bawah mesin.

Lokasi dimana mobil saya mogok. Pribadi
“Mobil ini tidak bisa dipaksa jalan. Harus menunggu bantuan” ucap saya kepada istri yang mulai tenang. Kami berhenti di sebuah tikungan jembatan dengan pemandangan lereng gunung Merapi serta jurang. Ditemani tanaman tembakau yang menghijau. Tidak ada pemukiman, hanya sawah dan lalu lintas yang ada. 


**
Seminggu sebelumnya, kami mudik dari Semarang ke Ngawi via tol fungsional Salatiga – Solo. Rasa-rasanya, mobil kami adalah mobil tertua yang lewat jalan ini. Hahaha.. Meski begitu, mobil masih anteng dibawa hingga 120 km/h. Tapi sayanya aja yang takut. Saya bertahan sekitar 100 km/h selama di tol. Sesampainya di tanjakan Kalikenteng, yang sedang viral kala itu, mobil kami melaju dengan mantap dan tidak ada kendala. Hingga akhirnya perjalanan ke Ngawi yang butuh 5-6 jam, bisa kami tempuh 3,5 jam saja.

Dan hari minggu selepas lebaran ini akan kami gunakan untuk mengunjungi orang tua saya di Magelang. Via Boyolali – Selo – Ketep. Baru ini sih, karena ada tol fungsional dari Ngawi hingga Boyolali, sehingga sengaja menghindari daerah Klaten Jogja yang rawan macet. Jalur Boyolali – Magelang via Selo memang ekstrim, tetapi informasi yang saya dapat, sekarang jalannya sudah bagus karena sudah di cor. Benar saja, yaa hanya ada kendala perbaikan jembatan di Cepogo tadi.

**
Saya berusaha meminta bantuan di grup facebook Boyolali dan grup Motuba. Ada beberapa referensi nomor montir yang mungkin bisa membantu. Tapi dari kesemuanya, nihil karena memang suasana lebaran, dari yang bengkel tutup hingga yang sedang ‘badan’. Maklum sih sayanya.

Akhirnya saya memanfaatkan solusi terakhir yaitu telepon bapak mertua yang punya banyak rekan di Boyolali. Empat jam kami menunggu dengan jemu. Tapi saya harus tetap semangat dan tidak ingin memperlihatkan kejemuan saya kepada anak istri. Terlebih, yang harus saya lakukan adalah membuat Dayu tenang, tidak rewel. Syukurlah selama empat jam tersebut, ia rewel sedikit saja.

Akhirnya, ada rekan bapak yang datang dan mengecek apa yang terjadi. Setelah berdiskusi sesaat dan diketemukan penyebabnya, ia lalu turun ke pusat keramaian terdekat, Cepogo mencari montir.

Pak Nasir namanya, seorang montir dari Cepogo akhirnya menyumpel lobang yang ada di housing waterpump. Sebuah lubang berdiameter kurang lebih 1 cm yang muncul karena karat dan ditambah guncangan selama melewati jembatan bailey tadi, saya kira. Nyumpelnya bikin saya senyum sekaligus takjub. Pakai kayu gagang sapu dilapisi plastik bekas snack. Setelah itu, radiator lantas di jog dan mobil bisa dijalankan minimal bisa sampai rumah pak Nasir. Syukurlah sampai rumahnya yang berjarak kurang lebih 3 Km tersebut si mobil nggak naik temperaturnya, ngeses, iya karena masih ada kebocoran air radiator.

Sementara rekan bapak tadi, yang bernama Andri dan seorang bapak yang saya lupa namanya, memandu arah di depan. Kami sampai di bengkel yang sebenarnya masih tutup.

“Ini bisa diakali mas, bisa ditambal, tetapi nunggu keringnya agak lama bisa sampai nanti malam” kata Pak Nasir menawarkan solusi.

“Ngaten mawon pak, niki kulo tilar, lha niki kulo mbeto balita, kulo tak pados leren riyen ting Boyolali, benjang mugi mugi pun dados kulo parani mriki..” (translate : gini saja pak, ini saya tinggal berhubung saya bawa balita, saya tak cari penginapan dulu untuk istirahat di Boyolali, besok semoga sudah jadi saya samperin kesini)

**
Akhirnya oleh mas Andri kami diantar ke Boyolali kota dan mencari penginapan. Awalnya mau menginap di Pondok Indah, tetapi karena penuh, akhirnya kami menginap di Hotel Puri Merbabu Asri, dekat terminal.

Check in, mandi kemudian kami bersiap untuk mencari makan. Laper euy belum makan sedari siang. Kenyang karena makan masalah. Hahaha.. untungnya, di dekat hotel ini ada rumah sakit sehingga banyak penjual kios kios warung makan. Kami pun memutuskan untuk makan di sebuah warung di depan rumah sakit tersebut.

**
Senin 18 Juni 2018

Selamat pagi Boyolali. Tidak sengaja kami nunut bermalam disini. Keluarga baik di Ngawi maupun di Magelang sudah kami hubungi. Sehingga kami sedikit tenang. Yang jadi masalah adalah, saya salah menyimpan nomor telepon pak Nasir. Kurang satu digit sehingga tidak bisa mengontrol perbaikan mobil saya sampai mana.
 
Menu sarapan di hotel yang habis dilahap Dayu
Rencananya, kami pagi ini selepas sarapan akan langsung mencari grabcar untuk ke Cepogo, mengambil mobil lalu lanjut perjalanan ke Magelang. Tetapi, kami di telepon Andri untuk berkunjung sebentar ke rumahnya. Ketemu bapaknya yang adalah teman bapak mertua saya, pak Wiyanto namanya.

Jadilah kami dijemput dan diajak ke rumahnya untuk silaturahmi. Bersyukur, Dayu tidak rewel. Ia malah ikut bermain di kolam ikan dengan Angga, adiknya Andri. Hingga akhirnya sekitar satu jam kemudian, kami diajak bertolak mencari sarapan. Tujuan pertama ke Soto di dekat bundaran patung kuda kencana, tetapi karena habis, kami lalu memutuskan makan di Soto Nggoper. Nama yang aneh.

Namun ternyata, di balik warungnya yang sederhana, ini adalah soto yang sangat enak. Lebih enak dari versi soto seger. Yang parkir juga mobil-mobil, motor-motor banyak. Pilihan menunya beragam mulai dari soto, gudangan, maupun semacam ramesan. Dan pilihan lauknya tu lho... Sungguh beragam. Mantap lah.
 
Aneka lauk di Soto Nggoper, sumber : kabarkuliner
**
Pukul setengah sepuluh kami sampai di rumah Pak Nasir kembali. Saya telepon, ia ternyata sedang belanja sparepart di Salatiga. Istri pak Nasir yang baik hati, mempersilakan kami menunggu di ruang tamu yang masih suasana lebaran.

Pukul sepuluh Pak Wi dan Andri pulang sementara kami masih menunggu kabar dari pak Nasir yang pulang setelah dhuhur. Selama itu, saya menunggu dengan Dayu saya ajak bermain mobil mobilan. Hawa Cepogo yang dingin menjadi cocok sehingga Dayu tidak rewel. Syukurlah.. selain itu, makanan juga lengkap. Hehehe..

Ternyata Pak Nasir mendapatkan part yang cocok dengan part saya yang rusak. Lantas sekitar jam dua siang, mobil saya segera di kerjakan. Sebenarnya yang kemarin sudah ditambal, tetapi berhubung pas ada part yang cocok, ya lebih baik diganti. Setuju!
 
Pak Nasir tengah mengganti housing waterpump saya

Atas : baru, bawah : lama yang sudah di tambal
Pukul tiga siang, mobil saya jadi. Saya test dan alhamdulillah jalan normal, tidak rembes. Syukurlah.. akhirnya jam tiga sore tersebut kami kembali melaju ke atas ke arah Selo dan mata saya selalu melirak lirik indikator suhu, memastikan suhu tidak naik. Untung, sampai puncak tanjakan yaitu daerah Selo, suhu stabil di tengah. Dan waktu turun ke arah Ketep-Blabak, suhu turun karena memang cuaca sore dan hawa dingin.

Setengah lima sore, saya mampir shalat asar di daerah Sawangan kemudian jam lima alhamdulillah kami sampai di Muntilan, Magelang dengan selamat.

Catatan :
Harga housing waterpump : 275,000
Seal             : 15.000
Jasa montir dan wira wiri   : 150.000
TOTAL 440,000

Pak Nasir Montir Cepogo  081548580146



Read More..

Tuesday, March 27, 2018

Pengalaman Bawa Motuba ke Dieng



Sudah beberapa waktu lalu ibu saya minta diantar ke Dieng. Ya maklum saja, sebab tiap hari ia selalu disibukkan dengan pekerjaannya, menyiapkan masakan untuk santri di Pondok Pabelan. Sehingga sangat jarang ia punya waktu senggang, boro-boro untuk berwisata. Untuk istirahat saja sudah sangat beruntung.

Awal tahun ini suasana memang cenderung kurang bersahabat. Cuaca sepertinya belum begitu mendukung untuk pergi ke Dieng. Akhirnya, ibu saya janjikan untuk berangkat akhir Maret. Di dalam hati saya, rasanya inilah salah satu cara untuk membahagiakannya. Sudah tujuh tahun ini saya hidup dirantau. Dan sejak menikah, kesempatan saya untuk pulang bertemu dengan ibuk menjadi sedikit lebih jarang. Untuk itu, saya merasa sangat bersemangat untuk menyambut keinginannya minta diantar ke Dieng.

Sebelumnya, saya berfikir untuk ke Dieng, paling tidak harus menginap satu malam. Karena perjalanan dari Muntilan cukup jauh. Namun, mengingat waktu saya ke Dieng lima tahun silam yang menyisakan kedinginan yang masih terasa sampai sekarang (halah), dan ditambah saya akan membawa balita, si Dayu, maka saya memutuskan untuk berwisata sehari saja alias one day trip.

Beberapa hari sebelumnya, mobil tua bangka (motuba) saya sudah saya persiapkan dengan saya servis dan ganti olie. Awalnya saya memang tidak yakin bahwa mobil ini akan gampang digunakan untuk menanjak karena usianya yang telah lanjut. Ditambah lagi skil menyetir saya yang pas-pasan. Namun setelah mendapatkan semangat dari teman kantor dan juga member di grup facebook motuba, saya jadi semangat dan yakin bahwa motuba saya akan bisa sampai atas dengan selamat.

Saya, Tika, Dayu, dan Ibuk berangkat dari rumah mendekati pukul setengah delapan pagi. Pukul delapan setelah menjemput budhe, kami berangakat dari Kota Magelang. Kurang beruntung, cuaca minggu kemarin tidak begitu cerah, cenderung hujan dan mendung.

**
Saya memutar setir menepikan mobil di dekat perbatasan Temanggung dan Wonosobo, di Kledung. Diluar hujan sehingga kami harus berlari-lari kecil dari parkiran menuju tempat istirahat. Saya memilih beristirahat di warung kopi Surya. Dulu, tidak jauh dari sini ada warung kopi bernama Sindoro Sumbing Coffee house and Trading, namun sejak ada pengembangan kawasan rest area Kledung, warung itu tutup entah kemana.

Menjelang siang yang gerimis, diiringi angin kencang menusuk tulang, kami menyambangi sebuah meja lesehan. Ada beberapa menu kopi dan saya memesan Sumbing Arabika. Sementara yang lain memesan minuman jahe-jahean untuk menghangatkan badan. Sebagai teman istirahat, dipilihlah mendoan kemul dan pisang goreng masing-masing satu porsi.


**
Saya kira, saya terlalu siang berangkatnya, sehingga mendekati pukul sepuluh ini kami masih berada di Kledung. Lepas menyeruput kopi, saya melanjutkan perjalanan dengan menuruni turunan Kertek sepanjang 9 kilometer. Saya jadi teringat bahwa beberapa tahun silam jalur ini adalah jalur saya nyales alkes. Hehehe..

Kota Wonosobo yang dingin menyambut kami dengan gerimis. Setelah berputar-putar mengikuti jalur ke Dieng, kami pun menanjak. Saya ingat bahwa dari Wonosobo Kota ke Dieng masih ada sekitar 30 kilometer yang medannya berupa tanjakan panjang nan berliku. Seperti liriknya Rang PaladangPadang Panjang ka Bukiktinggi, jalan mandata kelok mandaki, jikok sanak marasa banci, tamui ambo ka Bandaguci, jikok sanak marasa banci, duduak baselo baok mangopi.. “  aseeekk.. Entah kenapa, anak perempuan saya yang berusia 2,5 tahun itu malah seneng lagu itu.


“Bapak nyanyi urang paladang, dong..” ujarnya selama di perjalanan.

Ditengah cuaca yang kurang bagus, mental saya diuji. Saya harus menanjak melalui jalan yang tidak megitu lebar, ditengah gerimis, dengan mobil tua seadanya, mengangkut empat nyawa. Ini adalah ujian nyata bagi sopir debutan seperti saya.

Beberapa kali ada ketersendatan setiap melewati keramaian seperti Pasar Garung, dalam tanjakan, skill setengah kopling haruslah sudah mahir. Apalagi, banyak angkot yang seringkali berhenti dibahu jalan. Harus sabar dan siap kaki pegal.

Ibuk saya berulangkali merapal doa tiap kali jalan berliku dan sangat menanjak. Berharap saya bisa menguasai kendaraan. Dan akhirnya kami pun sampai di Tieng. Kawasan di bawah Dieng. Disana, suasana juga masih gerimis. Ada beberapa jalur yang belum lama diperbaiki karena pernah longsor dan ditutup, beberapa waktu lalu.

Voilaa.. mendekati tengah hari, kami sampai di Dieng!


Syukur Alhamdulillah, ini adalah pencapaian saya yang terbagus dalam mengendarai motuba, sejauh ini. Sekaligus pembuktian bahwa Corolla saya yang usianya sudah 32 tahun masih sanggup melahap tanjakan panjang. (bukan iklan, lho..) hehehe.. Siang itu, Dieng tidak begitu memesona. Karena cuaca yang memang kurang bersahabat. Baru dua menit kami melajukan mobil, hujan turun dengan deras.

Akhirnya saya putuskan untuk menuju parkiran dekat Candi Gatotkaca. Disana, ada mushola dan toilet serta beberapa warung. Untung kami membawa payung. Saya sedikit cemas dan khawatir dengan anak saya. Dengan sedikit kecewa, setelah shalat saya mempersilakan ibuk dan budhe untuk berjalan-jalan sementara Saya dan Tika serta Dayu memutuskan untuk beristirahat saja mencari kehangatan.

“Beliin topi guguk.. “ Rengek Dayu melihat deretan topi hangat dengan karakter hewan yang dipajang di warung-warung. Saya dan Tika pun harus puas hanya berjalan-jalan di sekitar Museum Kailasa dengan payung dan menggendong Dayu yang kali ini sudah sedikit hangat berkat topi guguk barunya.


**
Makan siang di area wisata ini, terbilang menguras kantong. Untuk dua porsi soto, dan dua porsi mie instan rebus, dan dua teh gelas kecil, kami harus mengeluarkan lima puluh lima ribu rupiah. Harga yang jika di daerah bawah bisa dapat dua kali porsinya. Namun tak apalah.. Bukannya berwisata adalah salah satu cara untuk menghabiskan uang? Hehehe..

Dahulu, saya dan Tika jaman pacaran sudah cukup puas berkeliling Dieng. Kali ini, rencana awal saya adalah mengunjungi Candi Arjuna, Museum Kailasa, Kawah Sikidang, Dieng Plateau Theater, dan berakhir di Telaga Warna. Namun karena hujan yang benar-benar tak pernah reda, kami akhirnya memilih hanya mengunjungi Candi Arjuna dan Plateau Theatre saja. Itu saja, yang ke Candi Arjuna hanya ibuk dan budhe saja. Saya, memilih menghangatkan diri di mobil sambil makan jadah srundeng, bekal dari rumah.

Saya merasa sedikit bersalah karena tidak bisa menunjukkan tempat tempat menarik ke Ibuk. Tapi ia kelihatannya bisa mengerti. Bisa diajak jalan-jalan ke Dieng oleh anaknya saja ia sudah merasa sangat senang. Ibuk saya bahkan sampai nangis karena merasa merepotkan saya dan bilang sangat senang saya mau mengantarnya sampai Dieng. Masya Allah..

Sudah mendekati jam tiga sore, kami masuk ke Plateau Theatre. Disana, pemutaran film tentang sejarah Dieng. Selama film diputar, Dayu malah nyanyi-nyanyi. Ah... Bisa saja dek Dayu ini. Begitu pemutaran usai, kami memutuskan untuk pulang saja. Takut kemalaman.

Perjalanan pulang tak ubahnya seperti waktu menanjak tadi. Lebih repot malah, karena sepanjang turunan Dieng ke Wonosobo banyak kabut menghadang dan jarak pandang sangat terbatas. Ditambah lagi, hujan terasa semakin deras mengguyur. Saya pun bertahan lebih banyak menggunakan gigi 2 sebagai engine brake dan menurun pelan-pelan. 


Di daerah Kalianget, ada petunjuk jalur alternatif ke Magelang. Disana semacam jalan lingkar yang kami sempat curiga. 
Salah satu suasana Lingkar Utara Wonosobo, via stretview

Saya curiga karena belum pernah lewat dan jalannya cenderung menanjak dan secara administratif malah ikut Kecamatan Garung. Waktu itu, sudah masuk waktu shalat asar karena sudah pukul empat. Akhirnya kami beristirahat di sebuah masjid di daerah Bugel. 
Masjid di Bugel, tempat kami istirahat via streetview
Disana, pukul empat masjid baru adzan asar. Tampak banyak anak-anak berjaket mengantri untuk mengaji sore.  Setelah menggunakan cara lokal bertanya pada penduduk sekitar, saya yakin bahwa jalur ini adalah jalur yang benar untuk menghindari kepadatan kota Wonosobo.

Sampai Kota Magelang sudah pukul tujuh malam. Kami mampir ke RSUD Tidar untuk menengok tetangga yang tengah dirawat di sana. Mengobrol banyak dengan mbak Duprida Chaniago (ini benar nama tentangga saya), hingga lupa waktu. Pukul sembilan malam, kami mengisi perut sejenak di lesehan Hanafi Jaya Abadi yang spesial ayam bakar madu itu. dan mendekati pukul sepuluh, kami sampai di rumah. Alhamdulillahirabbil alamiiin..




Read More..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...