Tuesday, October 31, 2017

Mencecap Nikmatnya Kopi Kelir



Sumber : minumkopi.com
Hari masih pagi, saat saya dan beberapa teman menyengajakan diri bermain ke kampung penghasil kopi, di sekitar Bukit Kelir, Jambu Kabupaten Semarang beberapa waktu lalu. Kebetulan cuaca tidak begitu terik, cenderung gerimis. Kami merangsek memasuki salah satu kampung dan bertemu dengan seorang petani kopi bernama Hari. Dengan ramah, ia menyambut kami dan mempersilakan kami masuk ke rumahnya.

**
Jalan Raya Ambarawa-Magelang memiliki medan yang berbukit dan berkelok-kelok. Dengan lebar yang hanya dua lajur, jalur ini kerap mengalami macet panjang saat ada iring-iringan truk bermuatan yang sulit didahului oleh kendaraan di belakangnya. Butuh konsentrasi dan kesabaran ekstra untuk menyetir di daerah ini.

Jika pengendara melewati daerah Bedono hingga Jambu, maka pemandangan indah perbukitan dan rel bergerigi di kanan jalan dan jurang-jurang terjal di kiri jalan akan menjadi santapan sepanjang perjalanan. Bagi pengendara yang santai, tentu hal ini tidak terlalu menjadi masalah. Nah, pernahkan anda perhatikan kawasan tersebut? Banyak rumah makan, iya, banyak penjual nangka, iya. Dan mungkin yang belum begitu banyak tahu, disana ada sentra kopi bernama Kampoeng Kopi Sirap.

Pemerintah Kabupaten Semarang sebagai pemangku wilayah, beberapa waktu belakangan telah mulai sukses mengangkat potensi tersebut. Apalagi, kopi dari daerah tersebut terkenal memiliki citarasa yang unik yang diminati oleh para penikmat kopi, bahkan hingga menembus pasar internasional.

**
Hari, siang itu tidak terlalu sibuk. Kebetulan diluar rumah juga sedang hujan. Rumahnya berada di kaki Bukit Kelir yang berdasarkan salah satu sumber yang saya ketahui, adalah salah satu penghasil kopi sejak jaman kolonial.
Hari, (tengah)

Beberapa waktu belakangan, ia bersama masyarakat setempat tengah menggeluti bisnis kopi. Jika sebelumnya, komoditi kopi di tempat tinggalnya hanya dipanen sebagai konsumsi rumahan dan skala industri kecil – rumah tangga, maka sudah lebih dari dua tahun terakhir ia mengaku lebih fokus terhadap pekerjaan tersebut.

Kini, pemuda-pemuda di kampungnya memilih menggantungkan hidup dari manisnya biji kopi. Tahapan demi tahapan pengolahan kopi dilakukan dengan baik demi menjaga kualitas. Terbentuknya kelompok-kelompok petani kopi, menjadikan warga kian semangat untuk menggenjot produksi, bukan karena apa – apa, tetapi ternyata permintaan pasar saat ini memang sudah besar. Salah satu standar pasar ekspor saat ini adalah bentuk biji kopi ose dengan kandungan air kurang dari 13 %. Nikmatnya kopi kelir telah terbang hingga Eropa, Timur Tengah dan negara - negara Asia lainnya.

Perbincangan kami dengan Hari, tidak lengkap rasanya jika belum mencicipi kopi itu sendiri. Maka dengan sigap, Hari telah memasak air dan menghidangkan kopi produksinya dihadapan kami. Lengkap dengan kudapan ala ‘ndeso’ yang menggugah selera di sela dinginnya angin pegunungan.
Nikmatnya Kopi dan Ampyang
“Rasa kopinya unik, terasa bercampur dengan cokelat atau moka” ucap Ryan, salah satu teman saya dalam dolan kali ini. Ia sendiri merupakan ‘ahli’ kopi yang hingga kini sibuk mengurus bisnis KopiPanggilnya di Magelang sana.

Hari pun mengamini pendapat Ryan. Memang karena faktor geografis yang unik, kopi yang dihasilkan di daerah Kelir ini memiliki citarasa seakan-akan ada aroma dan rasa cokelat. Maka tidak heran, di pasar internasional, kopi Kelir sering diistilahkan dengan Java Mocha.

Indonesia, saat ini menjadi eksportir kopi nomer empat di dunia, setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Komoditi yang bisa di’jual’ sebagai ikon daerah setempat ini juga telah mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Kabupaten Semarang dengan mengikutsertakannya pada pameran-pameran produk unggulan di tingkat nasional. Selain itu, unsur kearifan lokal untuk mempopulerkan nama kopi kelir juga telah diangkat dengan kegiatan seperti panen raya kopi di Dusun Gertas, Brongkol Jambu yang pada kesempatan beberapa waktu lalu turut hadir Bupati Semarang, Mundjirin.

“Kami minta petani benar-benar menjaga mutu kopi kelir yang tergolong super ini. Jadi jika belum matang benar jangan dipetik,” Ujar Bupati usai secara simbolis memulai panen raya pada kegiatan tersebut.

*
Nah, bagi anda yang tertarik untuk mencicipi nikmatnya Kopi Kelir, anda dapat sesekali rehat sejenak jika dalam perjalanan dari Semarang menuju ke Magelang atau sebaliknya. Salah satu tempat yang mudah ditemui adalah Rumah Makan Jambu Alas di daerah Kelurahan, Jambu. Selain itu, di Dusun Sirap sendiri juga telah ada kedai kopi yang berada dekat dengan kios-kios penjual nangka. Jika memiliki waktu lebih senggang, Kampung Kopi Sirap kini juga tengah bergeliat dengan mengusung tempat wisata kopi. Untuk masalah harga, jangan takut karena nikmatnya kopi kelir bisa anda cecap dengan harga mulai dari lima ribu rupiah saja secangkir. Tertarik?




Read More..

Wednesday, October 25, 2017

Temukan Obatmu di Taman Djamoe Indonesia



Memiliki anak kecil, terkadang menjadi hambatan dalam sebuah keluarga untuk piknik. Kerepotan yang mungkin terbayangkan, membawa peralatan susu, membawa ganti baju dan diapers, dan lain sebagainya. Padahal saya dan istri sebagai orang tuanya, yang masih suka gaya hidup anak muda, masih belum bisa sedewasa itu – untuk tidak berpiknik.

Solusinya, piknik yang dekat-dekat saja. Dan yang edukatif sehingga anak kecil kita bisa belajar dari perjalanan yang kita lakukan.

**
“Piknik yang enak kemana, ya? Yang adem-adem aja”
Tanya istri saya beberapa waktu silam tatkala kami sedang sibuk masak di dapur. Kebetulan saat itu hari libur.
“Nggak banyak pilihan sih, kalau mau ke lereng Gunung, semacam Bandungan tentu kejauhan kasihan kita punya anak kecil” timpal saya.
“Hutan wisata Penggaron rekomended nggak ya?”
“Udah pernah kesana, tempatnya sepi. Kurang pas bawa anak kecil” Jawab saya. “Gimana kalau ke Taman Djamoe Indonesia?” sambung saya kemudian.
 
**
Jam sepuluh pagi, yang sebenarnya sudah menjelang siang, tetapi awan tampaknya sengaja menutup sinar matahari sehingga suasana masih terbilang teduh. Corolla tua kami membelok terparkir seorang diri di depan Taman Djamoe Indonesia, Bergas. Saya lihat suasananya sepi saja seperti dugaan kami. Memang, tempat ini biasanya ramai jika ada kunjungan dari sekolah sekolah atau instansi yang ingin mengerti tentang seluk beluk perjamuan dan tanaman obat. Padahal, sebagai masyarakat biasa nan awam seperti kami pun sebenarnya sangat layak untuk mengunjungi tempat ini.

Sapuan pandangan saya sekeliling, tampak para pegawai tengah bersiap-siap untuk menyambut kami, yang ternyata adalah tamu pertama pada hari itu.

“Silakan pak. Tiketnya sebelah sini” Sambut mbak-mbak penjaga loket masuk. “Jangan lupa isi buku tamu, ya pak”

Di hari biasa, kami harus merogoh kocek murah saja, hanya Rp. 7,500 per kepala. Sementara di hari libur tinggal tambah saja Rp. 2,500,-.

Museum dan Taman Jamu ini terletak tidak jauh dari Pasar Karangjati ke arah Bawen. Tepatnya di Jalan Soekarno Hatta Km 28, Bergas Kidul Kabupaten Semarang, seberang SMAN 1 Bergas. Jika dari Bawen, maka lokasi ini berada di kanan jalan setelah Pabrik Jamu Sido Muncul.
 
Adalah PT. Nyonya Meneer yang merupakan maestro perjamuan di Indonesia kala itu, membangun tempat ini. Selain sebagai tempat menampung koleksi pribadi Ibu Nyonya Meneer, di dalam ruangan museumnya juga memajang aneka pernak pernik peralatan jamu dari jaman dulu. Bahkan di dalam display display lemari di sana juga bisa dijumpai aneka contoh bahan jamu yang merupakan tanaman-tanaman obat yang telah dikeringkan.
 
Puas membaca riwayat dan melihat-lihat koleksi sang legenda, kami pun beranjak ke halaman belakang. Halaman belakang ini boleh dibilang adalah menu utama dari tempat wisata ini. Hamparan luas rumput hijau dengan ratusan jenis tanaman obat yang siap menyambut kami.

Di areal seluas kurang lebih 3 hektar tersebut, dilengkapi jalan beraspal untuk berkeliling. Sejauh mata memandang dan disekeliling kami hanya ada tanaman – tanaman obat. Namanya pun unik unik. Jangan takut bingung, sebab di masing-masing tanamannya ada namanya dan juga khasiatnya.

Beberapa contoh yang unik adalah tanaman soka yang menurut papan informasi khasiatnya adalah untuk menyembuhkan luka baru. Contohnya jika habis putus cinta, maka luka yang baru terasa itu akan mudah sembuh dengan memakan tanaman ini.
 
Kemudian adalah tanaman prasman yang menurut gambaran saya, adalah sebagai obat busung lapar. Lho kok bisa? Ya bisa karena tanaman ini bisa dimasak sayur kemudian disajikan secara prasmanan untuk makan. Laparnya sembuh, kan? Hehehe..

Dan satu lagi contoh yang tidak kalah unik adalah tanaman pacar tembok. Bisa jadi, ini merupakan obat yang manjur bagi jomblo akut. Kalau mentog tidak punya pacar, pacarin aja tembok rumah gebetannya.

**
Siang itu, anak kami Dayu yang baru beberapa minggu bisa berjalan tampak sangat sumringah dan senang bisa berjalan jalan diantara hijaunya tetanaman. Setiap kali melihat bunga, ia langsung memetiknya. Ia juga tertarik dengan beberapa patung kera yang ada di depan tempat spa. Siang itu, tempat spa ini tutup sehingga kami yang tidak niat untuk mencoba, menjadi semakin tidak niat.
 
Lebih ke belakang lagi, area taman jamu ini juga dilengkapi dengan ruang kaca yang di sana bisa kami temui beberapa spesies tanaman unik dan memerlukan perawatan khusus, namun tetap memiliki khasiat penting. Selanjutnya, juga ada sebuah menara gardu pandang yang dari atas, kami bisa melihat panorama indah sekeliling. Karena berada di dekat Gunung Ungaran, maka suasana di sini sangat sejuk, tenang dan damai.
 
Selain itu, disediakan pula beberapa gasebo yang bisa kita gunakan untuk beristirahat sembari menikmati bekal, bagi yang membawa bekal.

Puas berkeliling di taman, kami kemudian kembali ke depan dengan harapan bisa mencoba Es Krim Jamu. Namun sayang, siang itu es krim jamu sedang kosong. Hanya ada beberapa botol jamu di dalam show case. Sebagai tombo gelo, akhirnya kami membeli beberapa potong healthy yoghurt. Yang merupakan yoghurt buah-buahan yang diolah sedemikian rupa dengan tambahan jamu-jamuan sehingga siapapun yang mengkonsumsinya, dipastikan akan semakin sehat.
 
Nah, menurut berita, seiring dengan pailitnya perusahaan PT Nyonya Meneer, maka Taman Djamoe Indonesia (TDI) yang merupakan salah satu asetnya, kini dibeli oleh PT Sido Muncul yang kebetulan memiliki pabrik tidak jauh dari TDI.

Meskipun Nyonya Meneer sudah pailit, jasa-jasanya dalam industri jamu nasional tidak boleh kita lupakan begitu saja. Dan sebagai salah satu produk lokal, sudah selayaknya kita nguri-uri budaya minum jamu dan mengolah sendiri obat kita dari tanaman di sekitar kita. Yuk, temukan obatmu di Taman Djamoe Indonesia!

*Tips : Datanglah pagi hari atau sore hari, jangan lupa membawa lotion anti nyamuk.




Read More..

Wednesday, October 18, 2017

Akankah Kingsman Menyamai / Mengungguli James Bond?



Sudah dua tahun berlalu sejak instalmen Kingsman pertama di release dengan judul Kingsman : The Secret Service. Para penikmat spy movies pun setuju bahwa Kingsman pertama ini telah sukses mengembalikan marwah film mata-mata yang fun, layaknya era Sir Roger Moore dalam James Bond beberapa dekade lalu.

Sudah menjadi bahan pembicaraan umum bahwa trend akhir-akhir ini dalam film-film James Bond terakhir terkesan lebih serius, dengan racikan emosi cerita yang kuat sehingga unsur fun sedikit demi sedikit terkikis. Daniel Craig, memang di akui telah memberi warna baru pada karakter rekaan Ian Fleming tersebut. Ia sedikit demi sedikit terlibat dalam pengadeganan yang dalam, gelap, dan kelam tentunya. Beda dengan dua pendahulunya, Roger Moore dan Pierce Brosnan yang suka ‘bercanda’.
James Bond dalam Skyfall (2012) google

Banyak yang mengatakan bahwa film-film Bond terkini memang diharapkan bisa memunculkan sosok karakter yang lebih manusiawi, bisa sakit, bisa sakit hati, dan lainnya layaknya tokoh Batman dalam Tha Dark Knight, beberapa tahun silam. Namun, jika pun ada yang setuju, pasti ada yang kontra.

Hingga akhirnya Kingsman : The Secret Service hadir akhir 2014 / awal 2015 lalu sebagai jawaban atas kegelisahan penonton yang menginginkan film spionase terkini yang tetap mengedepankan unsur ‘bersenang-senang’. Kingsman, menceritakan agen muda dari Inggris, sama seperti James Bond, yang bernama Eggsy. Berbeda dengan James Bond yang rata-rata telah matang dalam kedewasaan, Eggsy justru berasal dari keluarga biasa yang dalam sopan santun maupun tindak tanduk memang masih kebocah-bocahan. Bengal.

Nyatanya, Kingsman pertama ini mendapatkan apresiasi yang baik dari para pecinta film mata-mata. Kingsman, yang merupakan agen swasta berbeda dengan MI6, dalam film ini mampu membekaskan ingatan penonton pada karakter-karakter yang ikonik seperti Eggsy, Harry (Galahad), dan Merlin.

Beberapa waktu belakangan, release pula sekuel dari Kingsman pertama berjudul The Golden Circle. Sebagai penonton yang merasa puas atas penampilan sang predesessor, Kingsman 2 ini menjadi menu wajib untuk di tonton. Adalah merupakan pertanyaan besar, apakah Kingsman 2 mampu mengungguli atau minimal menyamai Kingsman 1 yang memiliki standar tinggi dalam aspek-aspeknya. Penceritaan yang kuat, komedi yang kental, dan mampu membawa kita bersenang-senang dalam menonton spy movie.
Eggsy Unwin dalam The Golden Circle (2017) google

Setelah lebih dari 140 menit menonton, terjawab sudah bahwa Kingsman : The Golden Circle boleh dibilang sukses menjadi sekuel. Sutradara Matthew Vaughn tampaknya memang telah sukses meracik cerita spionase berbumbu romantika cinta, komedi dan kekerasan dengan sangat tepat. Kita merasakan beberapa adegan yang ‘James Bond’ banget dengan suasana maupun perlengkapan yang elegan khas British, seperti jas, mobil klasik, dan lain sebagainya. Bedanya, Eggsy yang merupakan agen utama, kali ini memang lebih muda, lebih fresh, modern dan kekinian dibanding Bond dalam beberapa seri terakhir.

Publik pun nampaknya akan sangat senang apabila Kingsman yang telah memiliki karakter-karakter kuat tersebut bisa dilanjutkan serinya. Masih banyak plot plot yang bisa dikembangkan dalam cerita, dan masa depan Kingsman pun sepertinya bisa terus berkembang seiring berjalannya waktu.
 
Akankah Kingsman masa depan muncul sebagai franchise spionase yang akan menyamai – atau bahkan mengungguli kesuksesan James Bond? Mari kita tunggu saja.
Read More..

Tuesday, October 17, 2017

Melepas Penat Sejenak di Watu Gunung



Embung Watu Gunung



Sudah lama ini, kami tidak pergi berenang. Anak saya yang masih kecil, dengan suhu udara di daerah Ungaran ini, termasuk kedinginan, apalagi jika harus nyemplung ke air dingin. Wah langsung kedinginan dia. Suatu saat pernah saya ajak berenang pagi-pagi di Ambarawa, belum ada lima menit dia sudah menggigil.

“Yuk kita besok berenang ke Watu Gunung.. Siang aja, biar Dayu nggak kedinginan..”
Ucap saya ke istri di sela sela masak beberapa waktu lalu.
“Watu Gunung, mana sih?”
“Oh.. Lerep, tapi apa motubanya kuat nanjak?” Istri saya sedikit pesimis dengan motuba saya yang memang apa adanya.

Jam 9 pagi kami berangkat dari rumah menuju Lerep. Di tanjakan Kaligarang dekat dengan sentra rempeyek tumpi, Tika istri saya mulai deg degan, takut mobilnya melorot. Saya juga deg-degan karena baru ini menanjak ekstrim dengan roda empat. Tapi berbekal kekuatan batin, saya pun akhirnya berhasil melibas tanjakan curam tersebut dengan selamat.

Watu Gunung, akhir-akhir ini tengah trend dikalangan pecinta wisata terutama yang hobi foto-foto. Kawasan daerah Desa Lerep ini memang dikonsep oleh Pemerintah Kabupaten setempat sebagai Desa Wisata. Lerep, yang berada di ketinggian memang memiliki udara yang sejuk dan bersih. Darisana, bisa terlihat hamparan kota Ungaran. Dan Watu Gunung ini merupakan salah satu spot wisata yang ada di lereng Gunung Ungaran tersebut.
Jalan masuk

Hari Sabtu (7/10) kemarin, kami masuk dengan tiket per kepala masing-masing Rp. 20,000,-. Cukup mahal untuk ukuran kantong kami. Begitu masuk dan memarkir mobil, kami langsung dihadapkan pada pemandangan pepohonan nang rindang dengan pijakan kaki berupa tatanan bebatuan. Bangunan di sekeliling didominasi model joglo Jawa klasik yang menambah suasana kuno.

Sebuah embung / danau buatan terhampar luas dengan dikelilingi dengan beberapa gasebo sebagai tempat makan yang mana bisa dipesan di resto yang ada. Dari situ, kami mengikuti papan petunjuk menuju kolam renang. Sepanjang jalan ke kolam renang, kami disuguhi pemandangan air-air yang sengaja dialirkan dan ditata seperti sealami mungkin lengkap dengan ikan ikannya. Bunyi bunyian gemericik, suasa yang teduh dan udara yang segar.. Ah tenang sekali dirasakan dalam hati. Hehehe..
Batu-batu buatan yang dibuat seperti asli

Awalnya, lokasi ini merupakan perkebunan yang dianggap kurang potensial, hingga oleh pemilik selanjutnya dibuat semacam taman untuk dikembangkan sebagai lokasi wisata. Semakin berjalannya waktu, akhirnya ditambahlah fasilitas tempat ini dengan beberapa kolam renang.

Kolam renang di Watu Gunung dibuat dengan bentuk yang alami. Dengan tatanan batu-batu dan beberapa dilengkapi air terjun buatan menjadikan suasanya sangat-sangat mirip seperti asli. Bukan buatan.

Kolam renang yang paling besar adalah yang terdalam dan ketika saya cek siang itu, air terasa sangat segar dan tentu saja dingin.
 
“Kasihan anak saya kalau harus nyemplung disini” batin saya.

Akhirnya kami menuju ke kolam renang yang ada di bagian atas. Lebih dangkal, karena dikhususkan untuk anak-anak. Kolamnya pun lebih kecil. Dan untungnya, kolam paling atas yang dipisahkan dengan pendopo joglo ini tidak tertutup rimbunnya pepohonan sehingga airnya terkena sinar matahari langsung. Airnya pun tidak terlalu dingin. Pas untuk anak saya.
Kolam renang yang disusun bertumpuk tumpuk

Siang itu, suasana di Watu Gunung semakin ramai. Rata-rata dari mereka banyak yang tidak berenang tetapi hanya foto-foto. Untuk menujukkan eksistensi di media sosial dan pamer di instagram – pastinya.
Dayu dan Tika

Selanjutnya kami bertiga memutuskan untuk bermain air disitu. Dayu yang sudah lama tidak kami ajak renang tampak sangat antusias bermain air. Meski sebenarnya dia agak menggigil, tetapi jika mau kami sudahi, pasti dia protes. Kami berenang sekira kurang lebih 40 menit. Tidak ingin berlama-lama sih karena membawa bayi.

Setelah membilas diri, kami pun makan bekal yang sudah kami bawa dari rumah di pinggir kolam renang yang memang tempatnya disediakan untuk menaruh barang bawaan.

Hari sudah siang, dan ketika kami bermaksud keluar dari tempat wisata ini, kami justru tertarik untuk melihat-lihat lebih jauh ada apa saja di area ini. Ternyata memang ada beberapa pendopo joglo yang dibuat untuk dapat disewa sebagai tempat pertemuan atau tempat makan. Tampak pula beberapa rumah yang kelihatannya sebentar lagi akan difungsikan sebagai guest house / cottage.
Salah satu bangunan joglo

Kami pun akhirnya memutuskan untuk duduk-duduk di gasebo samping danau buatan yang penuh dengan ikan-ilan. Dan voillaa.. ada ikan super besar mendekat. Ikannya lebih besar dari anak saya. Meski saya agak bergidik melihatnya, tetapi ternyata Dayu malah sangat senang melihat ikan tersebut malah nggak jadi-jadi pulang. Hehehe..

Over all, dengan suasana dan fasilitas yang ada tempat ini ternyata worth it, jika ditukar dengan tiket seharga 20 ribu. Disana kami bisa menikmati suasana alami desa yang hijau, bebas keramaian, dan menghirup udara yang bersih sejuk bisa benar-benar merasakan apa yang disebut kenikmatan haqiqi dalam sebuah rekreasi.


"Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog pesona kabupaten semarang"
Read More..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...