Embung Watu Gunung |
Sudah
lama ini, kami tidak pergi berenang. Anak saya yang masih kecil, dengan suhu
udara di daerah Ungaran ini, termasuk kedinginan, apalagi jika harus nyemplung
ke air dingin. Wah langsung kedinginan dia. Suatu saat pernah saya ajak
berenang pagi-pagi di Ambarawa, belum ada lima menit dia sudah menggigil.
“Yuk
kita besok berenang ke Watu Gunung.. Siang aja, biar Dayu nggak kedinginan..”
Ucap
saya ke istri di sela sela masak beberapa waktu lalu.
“Watu
Gunung, mana sih?”
“Oh..
Lerep, tapi apa motubanya kuat nanjak?” Istri saya sedikit pesimis dengan
motuba saya yang memang apa adanya.
Jam 9
pagi kami berangkat dari rumah menuju Lerep. Di tanjakan Kaligarang dekat
dengan sentra rempeyek tumpi, Tika istri saya mulai deg degan, takut mobilnya
melorot. Saya juga deg-degan karena baru ini menanjak ekstrim dengan roda
empat. Tapi berbekal kekuatan batin, saya pun akhirnya berhasil melibas
tanjakan curam tersebut dengan selamat.
Watu
Gunung, akhir-akhir ini tengah trend dikalangan pecinta wisata terutama yang
hobi foto-foto. Kawasan daerah Desa Lerep ini memang dikonsep oleh Pemerintah
Kabupaten setempat sebagai Desa Wisata. Lerep, yang berada di ketinggian memang
memiliki udara yang sejuk dan bersih. Darisana, bisa terlihat hamparan kota
Ungaran. Dan Watu Gunung ini merupakan salah satu spot wisata yang ada di
lereng Gunung Ungaran tersebut.
Jalan masuk |
Hari
Sabtu (7/10) kemarin, kami masuk dengan tiket per kepala masing-masing Rp. 20,000,-.
Cukup mahal untuk ukuran kantong kami. Begitu masuk dan memarkir mobil, kami
langsung dihadapkan pada pemandangan pepohonan nang rindang dengan pijakan kaki
berupa tatanan bebatuan. Bangunan di sekeliling didominasi model joglo Jawa
klasik yang menambah suasana kuno.
Sebuah
embung / danau buatan terhampar luas dengan dikelilingi dengan beberapa gasebo
sebagai tempat makan yang mana bisa dipesan di resto yang ada. Dari situ, kami
mengikuti papan petunjuk menuju kolam renang. Sepanjang jalan ke kolam renang,
kami disuguhi pemandangan air-air yang sengaja dialirkan dan ditata seperti
sealami mungkin lengkap dengan ikan ikannya. Bunyi bunyian gemericik, suasa
yang teduh dan udara yang segar.. Ah tenang sekali dirasakan dalam hati.
Hehehe..
Batu-batu buatan yang dibuat seperti asli |
Awalnya,
lokasi ini merupakan perkebunan yang dianggap kurang potensial, hingga oleh pemilik
selanjutnya dibuat semacam taman untuk dikembangkan sebagai lokasi wisata. Semakin
berjalannya waktu, akhirnya ditambahlah fasilitas tempat ini dengan beberapa
kolam renang.
Kolam
renang di Watu Gunung dibuat dengan bentuk yang alami. Dengan tatanan batu-batu
dan beberapa dilengkapi air terjun buatan menjadikan suasanya sangat-sangat
mirip seperti asli. Bukan buatan.
Kolam renang
yang paling besar adalah yang terdalam dan ketika saya cek siang itu, air
terasa sangat segar dan tentu saja dingin.
“Kasihan
anak saya kalau harus nyemplung disini” batin saya.
Akhirnya
kami menuju ke kolam renang yang ada di bagian atas. Lebih dangkal, karena
dikhususkan untuk anak-anak. Kolamnya pun lebih kecil. Dan untungnya, kolam
paling atas yang dipisahkan dengan pendopo joglo ini tidak tertutup rimbunnya
pepohonan sehingga airnya terkena sinar matahari langsung. Airnya pun tidak
terlalu dingin. Pas untuk anak saya.
Kolam renang yang disusun bertumpuk tumpuk |
Siang
itu, suasana di Watu Gunung semakin ramai. Rata-rata dari mereka banyak yang
tidak berenang tetapi hanya foto-foto. Untuk menujukkan eksistensi di media
sosial dan pamer di instagram – pastinya.
Dayu dan Tika |
Selanjutnya
kami bertiga memutuskan untuk bermain air disitu. Dayu yang sudah lama tidak
kami ajak renang tampak sangat antusias bermain air. Meski sebenarnya dia agak
menggigil, tetapi jika mau kami sudahi, pasti dia protes. Kami berenang sekira
kurang lebih 40 menit. Tidak ingin berlama-lama sih karena membawa bayi.
Setelah
membilas diri, kami pun makan bekal yang sudah kami bawa dari rumah di pinggir
kolam renang yang memang tempatnya disediakan untuk menaruh barang bawaan.
Hari
sudah siang, dan ketika kami bermaksud keluar dari tempat wisata ini, kami
justru tertarik untuk melihat-lihat lebih jauh ada apa saja di area ini.
Ternyata memang ada beberapa pendopo joglo yang dibuat untuk dapat disewa
sebagai tempat pertemuan atau tempat makan. Tampak pula beberapa rumah yang
kelihatannya sebentar lagi akan difungsikan sebagai guest house / cottage.
Salah satu bangunan joglo |
Kami
pun akhirnya memutuskan untuk duduk-duduk di gasebo samping danau buatan yang
penuh dengan ikan-ilan. Dan voillaa.. ada ikan super besar mendekat. Ikannya
lebih besar dari anak saya. Meski saya agak bergidik melihatnya, tetapi
ternyata Dayu malah sangat senang melihat ikan tersebut malah nggak jadi-jadi
pulang. Hehehe..
Over
all, dengan suasana dan fasilitas yang ada tempat ini ternyata worth it, jika ditukar dengan tiket
seharga 20 ribu. Disana kami bisa menikmati suasana alami desa yang hijau,
bebas keramaian, dan menghirup udara yang bersih sejuk bisa benar-benar
merasakan apa yang disebut kenikmatan haqiqi dalam sebuah rekreasi.
"Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog pesona kabupaten semarang"
"Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog pesona kabupaten semarang"
Lumayan mahal juga tiket masuknya.
ReplyDeleteBetul banget, pak. Tapi sesekali worth it lah pak. Kalau sekedar mau santai-santai menghabiskan akhir pekan suasananya dapet banget
Deletetempat wisata di ungaran itu ternyata banyak ya... :)
ReplyDeleteNah itu dia saya juga baru nyadar..
Deleteasyik ya buat piknik tipis-tipis hanya jalanannya mendaki bangeeet huhuhu
ReplyDeleteSalah satu daya tarik Desa Lerep. Tertarik untuk mengunjungi tapi takut nanjaknya. Hehehe
Delete