Wednesday, December 30, 2015

Ekspedisi Boja, Sejarah-Sejarah Yang Terlupakan

Di hari Sabtu yang dingin, saya bingung hendak melakukan apa. Toh diluar juga hujan. Dan berdasarkan laporan anak buah yang berada di kawasan Semarang Barat Laut, cuaca terpantau mendung, gerimis bahkan hujan. Akhirnya saya pun kembali menarik selimut hingga pukul 9 pagi.

Rupanya hari sudah mulai cerah. Dan pikirian terbersit untuk membeyond, istilah lain dari jalan-jalan. Karena beberapa waktu lalu saya sudah pernah lewat Boja dan melihat beberapa bangunan menarik disana, akhirnya Sabtu 19 Desember lalu saya putuskan untuk mengunjunginya secara lebih serius, mendalam, dan tidak grusah grusuh.

Perjalanan pagi menjelang siang melewati kawasan Gunungpati yang terpantau mendung. Beberapa penjual durian tampaknya sudah menunggu pembeli. Di sebelah selatan tampak Gunung Ungaran yang terlihat cerah. Dan beberapa warga terlihat menjalani aktivitas di petak-petak sawah yang cantik.

Gunung Ungaran dari Karangsari Gunungpati

Terasering di Mijen

Shogun kemudian melaju melalui jalan-jalan yang mulus dan sampailah di Kota Boja. Boja, merupakan sebuah Kecamatan di Kabupaten Kendal yang secara historis cukup lekat sejarahnya dengan kerajaan Mataram Kuno. Dari beberapa referensi yang saya baca, di daerah Boja dan sekitarnya juga dijumpai banyak situs bebatuan candi, yoni, dan reruntuhan candi. Bahkan dalam beberapa bulan terakhir, warga kawasan Mijen – yang berbatasan dengan Boja, dihebohkan dengan penemuan struktur candi yang diperkirakan berasal dari jaman Mataram Kuno.

Dalam musim penghujan seperti ini, saya tidak ingin bepergian terlalu lama. Takut kehujanan. Alhasil, beberapa tempat situs candi yang awalnya saya rencanakan untuk saya kunjungi, saya kesampingkan terlebih dahulu. Lagipula, saya tidak terlalu ahli dalam perbatuan. Ahli percandian yang kawan saya diantaranya Mas Jowo Indra Oktora, Wedana Gusta, dan Anjar Nurhadi.

Tujuan awal saya di Kota Boja sebenarnya hanya ingin mengulik sejarah gedung tua pusat pemerintahan Boja, kala itu. Boja, merupakan sebuah kawasan kecamatan yang cukup padat, dengan jalan utama bernama Jalan Pemuda. Sepanjang jalan tampak mobil-mobil, angkot, dokar dengan ban mobil, dan sepeda-sepeda yang berlalu lalang. Pusat kegiatan mereka terkonsentrasi di sekitar Pasar Boja. Beberapa bagian di bahu jalan tampak tergenang air menandakan drainase tata kota yang buruk. Angkot-angkot terlihat berhenti sembarangan tanpa menghiraukan kemacetan yang diakibatkannya.

Monumen yang Terlupakan
Tepat di depan Pasar Boja, saat ini digunakan sebagai Terminal. Tata lokasinya cukup semrawut. Disana terlihat sebuah patung pejuang yang tampak tidak diperhatikan. Kondisinya tidak begitu baik. Patung itu menggambarkan seorang pejuang kemerekaan dengan gagah membawa bendera merah putih ditangan kanan dan tangan satunya menenteng sten gun. Pondasinya merupakan sebuah relief perjuangan yang catnya sudah usang.

Monumen Perjuangan Rakyat Boja
Monumen tersebut rupanya dibangun pada tahun 1973 sebagai tindak lanjut dari perintah Bupati Kendal kala itu untuk mengenang heroiknya pertempuran di Boja. Dikisahkan saat itu tentara Belanda yang ingin menguasai kembali wilayah Indonesia, tiba di daerah Kaliwungu. Para pejuang dari Boja berkumpul di Gedung Kawedanan – yang saat ini berada di depan terminal Boja. Berdasarkan informasi yang tersampaikan, para pejuang pun menghadang pasukan Belanda di Jembatan Kalibodri antara Boja – Kaliwungu. Baku tembak pun tak terhindarkan. Karena kurangnya pasukan dan persenjataan akhirnya pejuang kemerdekaan mengalah mundur ke Kota Boja dan melakukan bumi hangus pada beberapa bangunan untuk menghindari supaya tidak digunakan Belanda sebagai markas.

Untuk mengenang semangat para pejuang dan para korban yang gugur, maka dibangunlah sebuah monumen. Monumen Perjuangan itu kini terlihat sepi, tidak banyak yang mengenalnya. Didepannya bahkan dipasang pagar dan merupakan tempat pedagang berjualan. Lebih memprihatinkannya, didekat monumen tersebut justru digunakan untuk membuang sampah.

Kawedanan Boja
Bangunan itu tampak gagah, kuno, dan menarik bagi saya. Lokasinya ada di depan Pasar Boja yang juga terdapat Monumen Perjuangan. Lahan depannya kini dimanfaatkan Pemerintah Kabupaten Kendal untuk terminal penumpang. Siang itu, tampak beberapa bis parkir mepet dengan rumah tua itu. Saya pun menjadi kesulitan motret.

Eks Kawedanan Boja tampak depan (2015)
Berbekal foto lawas koleksi kitlv.nl, saya pun menelisik keberadaan Controllerhuis Boja yang bila ditafsirkan adalah Gedung Pengawas Perkebunan Boja. Dan alangkah terkejutnya saya saat menjumpai bagian depan rumah tersebut tidak sama! Jangan – jangan keliru.. saya pun lantas memarkir motor dan berkeliling sejenak. Ada seorang bapak yang sedang momong anaknya di bagian belakang gedung. Pria itu bernama Dadang, warga asli Boja yang sedikit banyak tahu tentang gedung Kawedanan Boja itu.

Eks Kawedanan Boja

Eks Kawedanan Boja tampak belakang

bagian sayap

bagian sayap





Begitu saya sodorkan foto lawas itu, ia lalu terbayang bahwa memang dahulu bangunan depan seperti pada foto. Yaitu ada terasnya atau pendopo. Namun saat ini teras pendopo tersebut sudah ditutup. Benar saja, bangunan depan memang memiliki bentuk kaca-kaca jendela yang lebih modern. Kira-kira bangunan tahun 1960an.

Menurut informasi dari Dadang, ia memang ingat bahwa dahulu semasa gedung itu digunakan sebagai Kawedanan, masih banyak tanaman-tanaman kebun yang ada di depan dan di belakang gedung. Kawedanan Boja sebelumnya berada di Kantor yang saat ini digunakan sebagai Kantor Kecamatan. Baru kemudian, pada tahun 1940an, dipindah ke bekas Gedung Pengawas Perkebunan.

Menurut data sejarah yang saya dapatkan, Gedung Kawedanan Boja itu dibangun pada kisaran 1800an akhir dan digunakan sebagai Gedung Pengawas Perkebunan Wilayah Boja. Perkebunan itu meliputi kebun Medini, Merbuh, Sringin, Biting dan Getas Kecil. Komoditinya berupa teh, jati, kopi dan karet. Wilayah itu membawahi wilayah Mijen, Boja dan Singorojo.

Pada era Jepang, gedung itu diduduki Jepang dan digunakan sebagai markas komando militer. Dan pada era pasca kemerdekaan digunakan sebagai Kantor Wedana Boja. Wilayah Kawedanan Boja saat itu membawahi empat kecamatan yaitu Mijen, Limbangan, Boja dan Singorojo. Namun seiring perkembangan tata kota dan administrasi, Mijen akhirnya masuk bagian dari Kota Semarang sehingga tinggal tiga kecamatan saja. Wedana Boja bertugas mengkoordinasikan para camat atau asisten wedana dan bertanggungjawab kepada Bupati Kendal. Dan kantor Kawedanan Boja itu digunakan aktif sebelum akhirnya kosong karena penghapusan Kawedanan sekitar tahun 2000.

Beruntung, saat itu saya bertemu dengan seorang pegawai Dishub disana. Saya akhirnya dipersilakan masuk ke ruang utama atau pendopo yang saat ini digunakan sebagai lapangan badminton. Yah.. benar! Jika saya bandingkan, memang betul gedung ini adalah bekas Gedung Pengawas Perkebunan. Ada dua pintu dan tiga jendela yang menguatkan bukti dugaan. Selain itu, sambungan antara bangunan asli dan baru, terlihat dari bagian luar gedung.

de controleurswoning te Bodja bij Semarang (KITLV)

Bekas teras yang digunakan sebagai aula lapangan badminton


Garis merah atas merupakan bekas alur atap asli, garis merah bawah merupakan alur lantai teras asli dan terundak
Menurut informasi dari Suara Merdeka, gedung itu pernah direncanakan pemerintah untuk dibangun menjadi pusat pertokoan atau pusat ekonomi. Tetapi masyarakat Boja tidak setuju karena selain memiliki nilai sejarah, gedung itu juga tampak artistik.

Kondisi gedung saat ini terkesan biasa saja. Beberapa bangunan sayap sudah dialihfungsikan sebagai toko dengan rolling door. Dan satu ruangan digunakan sebagai kantor terminal. Tidak begitu merana, tapi tidak juga begitu tergali potensinya. Tetapi dalam benak saya, alangkah baiknya gedung ini bisa difungsikan sebagai sarana edukasi masyarakat tentang sejarah. Bisa jadi untuk menampung sejarah perkebunan atau lebih jauh lagi digunakan sebagai Museum Perkebunan Boja.

Perjalanan saya berlanjut untuk sekedar jalan-jalan dan melihat daerah Boja dari perspektif saya. Tidak jauh darisitu, tampak sebuah bangunan tua yang kini digunakan sebagai Pegadaian. Setelah meminta ijin, kemudian saya juga dipersilakan untuk memotret bagian bangunan yang hingga kini digunakan sebagai rumah dinas. Bangunan yang cantik.

Pegadaian Boja
Pegadaian Boja

Dari Boja, saya melanjutkan langkah ke arah Singorojo. Saat saya lewat tahun 2010 silam, disana ada sebuah rumah tua yang digunakan sebagai kantor Polsek. Namun sekarang Polsek Singorojo sudah menempati bangunan baru. Dan bangunan lawas yang ada di areal perkebunan Merbuh itu saat ini digunakan sebagai tempat transit para pekerja perkebunan.

Bekas Polsek Singorojo

Bekas Polsek Singorojo


Sedangkan bangunan ikonik lain yang tidak kalah cantik adalah rumah tinggal di sebelah Kantor Perkebunan Merbuh. Rumah itu nampaknya adalah bekas kantor yang asli. Bangunannya besar, cantik dan memiliki tegel warna yang masih kinclong. Berdasarkan bincang-bincang saya dengan pegawai kantor disana, saya dibercandai bahwa didalam rumah itu ada wanita cantik. Barangkali yang dimaksud adalah rumah tersebut horror. Hii.
Rumah tinggal yang dahulu merupakan kantor Afdeling Kalipat Kebun Merbuh


Ciri khas atap utama memiliki kubah

Tegel yang kinclong
Setelah merasa cukup, saya pun memutar motor untuk pulang. Tapi tak dinyana, pandangan saya terhenti pada sebuah bangunan ndongkrok tidak jauh dari Polsek Boja. Entah saya yang sudah terlalu hafal dengan bioskop, atau terlalu master bioskop, saya menduga bangunan itu adalah bekas bioskop. Sebelum akhirnya saya memarkir motor, saya browsing sebentar dan benar, pernah ada bioskop Boja.

Saya pun berhenti didepan gedung tak terpakai itu. Pada bagian depan kanan kiri, kini digunakan sebagai kios. Salah satunya mengiyakan bahwa benar bangunan itu merupakan bekas bioskop Boja.

Bekas Bioskop Boja
Bioskop ini saya duga merupakan bioskop kelas bawah dengan pintu yang kecil dan loket yang hanya berjumlah satu. Ada motif tegel unik di bagian depan yang hanya berukuran sekitar 2 meter persegi itu. Begitu masuk, saya diperlihatkan sebuah konstruksi teater yang datar. Tidak menggunakan tatanan kursi miring. Entah memang sudah dibongkar, tetapi kelihatannya tidak. Seperti konstruksi di bekas bioskop Rita, Ungaran. Selain itu, juga masih ada bekas toilet yang saat ini kondisinya kumuh.

Bekas Loket Bioskop Boja

Bekas Theater Bioskop Boja

Bekas instalasi toilet bioskop Boja

Tegel unik halaman depan Bioskop Boja



**
Perjumpaan saya dengan bekas Bioskop Boja tadi sekaligus merupakan akhir dari kegiatan Mbeyond saya di Boja. Dan pembaca harap sabar menantikan liputan-liputan menarik lainnya khas Beyond The Traveling hanya di blog Mas Hamid Anwar ;)


Tugu Masuk Boja dari arah timur


Tugu masuk Boja dari arah barat (tinggal satu biji)
 
Rumah bergaya kuno tetapi sebenarnya tidak kuno

Rumah kuno yang sudah kalah tinggi dengan jalan raya, Boja




Kebun Jati

Kebun Karet

Kebun Merbuh



Read More..

Monday, December 21, 2015

Traveling Praktis dan Prestisius Dengan OPPO R7s

Smartphone butut sudah barang tentu selalu saya full charge sebelum memulai traveling. Biasanya saya hanya mengandalkan sebuah power bank kapasitas kecil untuk berjaga-jaga. Ponsel pintar lawas itu mengingat kondisi usia, performanya sangat menjengkelkan. Dalam sehari, saya bisa mencharge ulang lima sampai enam kali. Bagaimana jika kejadian tersebut terjadi di bis atau kereta yang kebetulan tidak dilengkapi dengan colokan listrik?

Untuk menghemat tenaga baterai, saya bahkan tidak pernah memakai ponsel itu untuk memutar MP3. Saya lebih suka mengandalkan MP3 jadul saya yang hingga kini bisa menemani saya saat saya dalam perjalanan traveling. Boro-boro untuk menyimpan lagu, kapasitas memori yang terbatas juga menjadi kendala untuk menyimpan lagu-lagu favorit saya.

Hingga saat ini pula, kamera bawaan smartphone butut itu ala kadarnya saja. Saya gunakan pada saat-saat mepet. Dan sebagai bawaan utama, saya selalu membawa pocket kamera sebagai barang wajib saya selama jalan-jalan.

Jadi melalui gambaran diatas tentu pembaca sudah bisa membayangkan bagaimana repotnya menjadi traveler rempong seperti saya. Gadget yang terpisah-pisah, dengan performa yang biasa-biasa saja.

Dengan kondisi demikian, maka sudah dipandang perlu, traveler seperti saya untuk mengupgrade gadget supaya lebih simpel, ringkas, dan lebih canggih tentunya. Dan untuk mendukung hobi traveling ini, pilihan saya jatuh pada seri OPPO terbaru. Yap benar! OPPO R7s.

Nah sebelum kita bahas si OPPO R7s ini, mari kita saksikan dulu seperti apa sih OPPO R7s tersebut?
 
OPPO R7source

Baru-baru ini OPPO Smartphone telah mengeluarkan varian terbaru mereka dengan nama OPPOR7s. Berbeda dari seri sebelumnya, yaitu R7 dan R7 Lite, OPPO R7s memiliki bentang layar ditengah-tengah kedua seri pendahulunya yaitu 5.5 inch. Hal ini dibuat semata-mata untuk menomorsatukan kenyamanan pengguna. Tidak terlalu kecil, dan tidak terlalu besar. Dan kenyamanan itu akan semakin bertambah lagi karena OPPO R7s juga telah mengaplikasikan Amoled Display pada layarnya sehingga warna-warna yang dihasilkan akan lebih tajam dan memanjakan mata.

Bagi saya yang menyukai model-model simpel dan elegan, si OPPO R7s ini adalah jawaban yang tepat. Bagaimana tidak, body ponsel yang tebalnya hanya 6,95 mm itu dibalut oleh full casing premium metal. Tentu saja akan aman dari goresan-goresan yang tidak disengaja. Dan dari pilihan warnanya pun, teramat sangat prestise. Rose gold dan gold. Dengan berat yang hanya 155 gram, maka akan lebih praktis untuk dibawa jalan-jalan.

Cerita lama tentang kehabisan baterai saat perjalanan, tidak mungkin kembali terulang jika menggunakan OPPO R7s. Baterai berkapasitas 3070 mAh membuat daya tahan baterai menjadi lebih panjang. Dan hebatnya lagi, OPPO R7s juga telah dibekali dengan teknologi VOOC Flash Charging. Bayangkan saja, hanya dengan mencharge selama lima menit, si pintar ini dapat digunakan untuk menelpon selama 2 jam!
source

Kisah-kisah mati gaya dalam perjalanan karena takut ponsel kehabisan baterai, juga akan menjadi cerita lalu. Karena selain dibekali baterai kapasitas besar, OPPO R7s juga sudah menggunakan Prosessor Octa Core 1,5 GHz dan RAM sebesar 4GB. Dengan sistem operasi ColorOS 2.1 Android Lollipop 5.1.1, maka traveler tidak akan bosan selama berada dalam perjalanan karena dapat mengakses berbagai aplikasi secara cepat, multitasking, tanpa takut lemot apalagi nge-hang. Mau download atau sekedar browsing, streaming? That’s why we choose OPPO R7s!. Karena ponsel ini pun telah mendukung jaringan 4G LTE kategori 4 dengan kecepatan hingga 150 Mbps yang hingga hari ini merupakan akses jaringan internet tercepat.

Traveling selalu identik dengan foto-foto. Bagi saya yang menyukai panorama bentang alam atau kota, OPPO R7s ini sangat mendukung. Dengan  kamera utama 13 Megapixel lengkap dengan double flash, dan kamera depan 8 Megapixel, tidak perlu takut dengan hasil foto yang jelek karena OPPO R7s juga telah mengadopsi teknologi autofocus. Kemudian lagi, salah satu fitur yang disukai traveler adalah panorama yang bisa menggabungkan lima frame sekaligus dan menjadikan gambar menjadi foto panorama yang menakjubkan. Jalan-jalan malam pun akan semakin berkesan dengan hadirnya kemampuan double exposure mengambil gambar jernih dan tajam dalam cahaya yang kurang. Dan bagi pecinta selfie, maka OPPO R7s ini juga menjadi ponsel yang harus dimiliki karena telah ditanami aplikasi fitur Beauty 3.0 yang membuat obyek menjadi lebih cantik dan cakep. Jadi, kemampuan kamera OPPO R7s ini jelas tidak bisa diragukan lagi.   
Hasil foto malam hari dengan OPPO R7s source

Jangan takut juga untuk mengambil foto terlalu banyak, menyimpan banyak lagu atau video, dan menyimpan file-file lainnya. Karena OPPO R7s memiliki memori internal sebesar 32 GB. Besar, kan? Jika masih kurang, tersedia slot microSD yang dapat diupgrade hingga 128 GB.

Jadi kenapa traveler harus memiliki OPPO R7s?
1.    Desain simpel dan elegan
2.    Kapasitas baterai yang besar dilengkapi dengan teknologi flash charging
3.    Kemampuan kamera dengan segala fiturnya yang diatas rata-rata
4.    Ruang penyimpanan yang besar yaitu 32 GB dan dapat diupgrade hingga 128 GB. Cocok untuk traveler photographer yang membutuhkan banyak ruang untuk menyimpan foto-foto berkualitas berkapasitas besar
5.    Support jaringan internet cepat 4G LTE untuk browsing, streaming, download dan lain lain dengan kecepatan maksimal sehingga traveler tidak akan bosan misalnya saat menunggu perjalanan, kereta, pesawat dan lain lain
6.    Prosesor Octa Core yang ditanam dengan dukungan RAM sebesar 4GB, akan membuat pekerjaan multitasking menjadi lebih cepat, lancar, responsif dan tanpa takut hang atau lemot
7.    Sistem operasi ColorOS 2.1 Android 5.1.1 menjanjikan kostumisasi tampilan, tema dan lain lain dengan mudah, menyenangkan dan bisa diatur sesuai dengan keinginan pengguna.

Jadi, tahun baru 2016 ini adalah saat yang tepat untuk mengganti gadget lawas kamu dengan OPPO R7s. Nikmati traveling tahun depan dengan segala kemudahan dari OPPO R7s.

Dan berikut ini spesifikasi lengkap dari OPPO R7s.

Dimensi/Berat
Tinggi
151.8 mm
Lebar
75.4 mm
Ketebalan
6.95 mm
Berat
155g


Parameter Dasar
Warna
Gold, rose gold
Sistem Operasi
ColorOS 2.1, Android 5.1
Prosesor
Qualcomm MSM8939 Octa-core
GPU
Adreno 405
RAM
4 GB
Memori
32 GB (Didukung kartu microSD)
Baterai
Baterai 3070 mAh Li-Po (unremovable)

Layar
Ukuran
5.5 inchi
Tipe
AMOLED
Resolusi
FHD (1920 by 1080 pixels)
Warna
16 juta warna
Layar Sentuh
Multi-touch, Capacitive Screen, Gorilla Glass 4
Mendukung Penggunaan Sarung Tangan dan Sentuhan Layar Basah

Kamera
Kamera Belakang
13-megapixel
Kamera Depan
8-megapixel
Flash
Ya
Aperture(Rear/Sec)
Rear: f/2.2 Sec: f/2.4
Fitur Lain
720p/ 1080p

Frekuensi
GSM 850/900/1800/1900MHz
WCDMA 850/900/1900/2100MHz
LTE Bands 1/3/5/7/8/20/TD-40
Tipe Kartu SIM
Dual-SIM: Kartu Micro-SIM dan Kartu Nano-SIM
GPS
Ya
Bluetooth
4.0
Wi-Fi
802.11 a/b/g/n/ac
NFC
Tidak
OTG
Ya
 


Disclaimer : seluruh isi posting ini diluar tanggungjawab PT OPPO Electronics Indonesia 
Read More..

Thursday, December 10, 2015

Kecewa Pelayanan Onnic Ungaran


Ilustrasi : sumber flickr


Tanggal 23 Nopember lalu, saya mendapatkan kepercayaan untuk mengurus pembuatan beberapa biji kaos, tepatnya enam biji kaos seragam berkerah untuk acara Pemilu Bupati dan Wakil Bupati Semarang 2015. Kebetulan saya juga menjadi salah satu sekretariat di kantor.

Menurut beberapa referensi, sebagian sudah penuh sehingga diputuskan untuk memesan pembuatan kaos ke sentra kaos dan jaket, Onnic, Jl.Diponegoro Ungaran. Waktu pertama masuk, saya disambut seorang pegawai bagian design yang duduk disebelah depan. Tidak memakai seragam. Setelah menyampaikan maksud, saya di arahkan untuk mengurus pesanan dengan seorang pegawai lain. (bosnya?). Harga yang ditawarkan pada awalnya adalah 80 ribu untuk lengan pendek dan 90 ribu lengan panjang. Tetapi entah mengapa pada saat penghitungan (saya tidak terlalu memperhatikan) semua harga menjadi sama, 90 ribu per kaos. Kemudian, pada saat pencatatan pesanan, di meja front office tersebut juga tidak ada pulpen standby. Akhirnya saya pinjami.

Setelah mengurus pesanan, kemudian saya diarahkan untuk mengurus desain dengan mas yang pertama saya temui. Jam siang itu mendekati pukul dua belas pas. Beberapa kali komputer design itu hang karena menjalankan aplikasi Corel yang berat.

“Buru-buru nggak mas?”
“Saya sih santai, lha gimana?”
Ia kemudian hendak minta ijin untuk istirahat makan dulu. Padahal dalam hemat saya desain tidak butuh waktu lama. Lima sampai tujuh menit rampung lah menurut saya. Saya pun memintanya untuk melanjutkan desainnya. Masak iya, saya nunggu dia istirahat makan sementara saya mlongo disana. Lak yo wagu.

Setelah itu, saya memastikan pesanan akan saya ambil tanggal 7 Desember. Perkiraan saya pasti jadi karena enam biji kaos dengan pengerjaan selama sekitar 20 hari.

Tanggal 7 Desember pagi, saya mendatangi ke kantor Onnic dan disambut mas tukang desain. Dengan tanpa minta maaf, ia bilang kepada saya bahwa pengerjaan kurang bordir logo. Entah saya yang tidak tau atau bagaimana, menurut saya membordir logo pada kaos enam biji seharusnya bisa selesai siang atau sore harinya. Tetapi ia menjanjikan kepada saya bahwa pesanan akan jadi esok pagi tanggal 8 Desember. Padahal sebenarnya saya akan membagikan kaos itu tanggal 7.

Tanggal 8 Desember pagi, saya kembali menyambangi Onnic. Disana saya kembali disambut mas tukang desain satu-satunya itu. Ia mengatakan pada saya bahwa lagi-lagi bordirnya belum selesai. “Apa-apaan ini” kata saya dalam hati. Ia pun lantas menuju tempat telepon untuk menelepon bosnya. Eh, tetapi teleponnya rusak saudara-saudara.

Kemudian ia menelepon bosnya dengan hape. Dari sekilas perbincangan, ia bilang bahwa kaos pesanan saya sudah ditunggu-tunggu. Tetapi setelah telepon tertutup, ia lagi-lagi bilang kepada saya bahwa saya harus menunggu jam satu siang.

Saya pun menggertak “Jam 11 saya ambil, jika tidak jadi mending batal”
Dan mas tukang desain tersebut untuk pertamakalinya meminta maaf kepada saya.

Jam sebelas siang lebih sedikit, saya kembali mendatangi onnic dan langsung menanyakan “sudah jadi belum, mas?”
Ia kemudian hanya senyam senyum datar dan berjalan menuju ruang produksi. Sekeluarnya ia dari ruang produksi, ia membawa salah satu kaos pesanan saya tanpa kerah. “Kurang kerahnya mas” kata dia.
“Semua?” Tanya saya. Ia pun mengiyakan.

“Yasudah” kata saya sembari berlalu. Ia sempat memanggil saya untuk menemui bosnya. Dan saya hanya bilang kepada dia “Saya kecewa mas”. Kemudian segera meninggalkan Onnic.

Sore hari, saya ditelepon dan di sms untuk mengambil kaosnya. Tanpa ada permintaan maaf. Saya yang sudah jengkel dan muak, tidak sudi mengangkat telepon atau membalas sms itu. Nomer itu langsung saya masukkan autoreject list di ponsel saya.

Akhirnya kaos itu benar-benar tidak jadi saya ambil karena bagi saya, profesionalisme seorang pegawai dalam perusahaan dan juga manajemen pelayanan perusahaan itu penting. Jadi buat apa saya menerima diperlakukan seperti itu, bagi saya yang iya adalah iya yang tidak adalah tidak. Dan sekali saja saya dibohongi seperti diatas, saya akan langsung membencinya.

Pengalaman ini sebagai bahan pertimbangan kawan-kawan atau siapa saja yang hendak membuat pesanan kaos atau jaket di Ungaran. Supaya lebih teliti sehingga tidak mengalami pengalaman seperti saya. Sekian dan jika pihak Onnic kebetulan membaca dan keberatan dengan postingan ini, saya bisa ditemui di alamat kantor saya. Terimakasih



Read More..

Thursday, November 19, 2015

Sejenak Single Touring Ungaran - Jepara - Tayu - Cepu - Ngawi




Hasil foto tercantik saya : Jembatan di Jepara (2015)


Warning!!
[Postingan ini akan sangat membosankan]
[bandwith killer ; banyak foto-foto]

Rute : biru = rute berangkat, hijau : rute pulang, kuning = rute yang tidak jadi diambil
Sesi Pertama Ungaran - Jepara

Hari Jumat 13 Nopember lalu, saya menyempatkan diri untuk menyalurkan hasrat yang terpendam. Bukan hasrat untuk ke Bandungan, tetapi hasrat untuk kembali kepada khittah saya sebagai seorang touringer. Pembaca tentu ingat, dong bahwa saya adalah seorang pecinta jalan-jalan menggunakan motor. Karena akhir-akhir ini sedang tidak ada kesempatan saja, jadi beberapa perjalanan terakhir-terakhir dipaksa menggunakan moda transportasi lain.

Kembali ke hari Jumat 13 Nopember lalu, saya bermaksud untuk mengunjungi kawan saya, Arvis yang saat ini menjadi agen pemerintah di Pemerintah Kabupaten Jepara. Ini merupakan kali kedua saya mengunjungi Kota Ukir, dimana yang pertama dulu adalah perjalanan remeh-temeh dalam sehari mengunjungi beberapa tempat wisata disana. Dari benteng VOC hingga benteng Portugis, dari Museum Kartini ke Pulau Panjang.

Setelah Jepara tereksplor dalam sehari sekitar empat tahunan lalu, nyaris tiada lagi yang membuat saya penasaran, kecuali prosodan di Tiara Waterboom, Kalinyamatan. Tetapi, waktu kelihatannya tidak memungkinkan. Ah, memang saya kali ini ditakdirkan untuk sekedar touring, bukan traveling, kok ya!

Oke, kembali ke hari Jumat 13 Nopember lalu (sudah membosankan, ya?), selepas shalat Jumat, saya segera mengeluarkan kendaraan lapis baja biru berupa Shogun 125. Motor berbahan bakar pertamax ini saya kendarai untuk mengantar saya membeli sebotol parfum di Kauman, Johar Semarang terlebih dahulu. Entah karena jalanan ramai, saya terlalu binal atau si motor yang terlalu gesit dan boros, di Jalan Sultan Agung, si Shogun malah memepet dan menyentuh pengendara mobil. Untung tidak terjadi apa-apa.

Cuaca siang ini mendung, tapi saya tetap semangat melahap medan-medan sepanjang Kota Lama, hingga Kaligawe yang teramat sangat macet. Saya pun sumuk dan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali ikut-ikutan orang berjalan di trotoar. Ternyata biang kemacetan adalah karena proyek betonisasi di daerah simpang Genuk. Dan setelah lepas bergumul dengan traffic jam itu, saya pun dengan leluasa bergerak bebas.. Menuju arah timur ke Kota Demak.
Gapura Selamat Datang Kabupaten Demak

Sebelum masuk Kota Demak, Shogun harus minum dulu sebanyak lima belas ribu rupiah. Meski sang rider belum rolasan, tetapi perjalanan tetap harus dilanjutkan. Jangan lupa, begitu masuk Kota Demak, motor harus lewat jalur lambat. Jalurnya udah bagus, kok sebagian. Sudah dibeton. Selain pengerjaan rehab gedung Rumah Sakit Sunan Kalijaga, Pemerintah Kabupaten Demak saat ini juga telah merampungkan penataan kawasan Alun-alun. Sudah cantik lah. Sementara itu para pedagang di kawasan Pasar Bintoro yang beberapa tahun lalu semrawut, kini sudah rapi. Alhamdulillah..


Jalur Lambat Kota Demak

Gerbang kawasan Alun-alun Demak

Alun-alun Demak dan Masjid Agung Demak (2015)

Geberan Shogun yang meraung-raung suaranya mirip seperti Sukhoi buatan Rusia. Dalam perjalanan keluar kota Demak, saya harus ekstra plingak-plinguk karena saya pernah kelewatan pertigaan Trengguli, je. Pertigaan tersebut padahal berfungsi sebagai jalur alternative menuju ke Jepara. Dan kabar baiknya, saya jumpai pertigaan tersebut dengan mudah! Yey! Dari Trengguli, perjalanan terasa lancar karena jalan yang sudah terbeton. Bahkan mungkin karena sudah terlalu lama, sudah mletek-mletek sebagian.

Sampai di Kawasan Mijen, Demak hari rupanya sudah habis hujan. Jalanan basah dan beberapa genangan menciprat kala dilewati oleh kendaraan. Dan akhirnya saya pun masuk ke Kabupaten Jepara. Berdasarkan perkiraan, akhirnya saya terhenti di SPBU Welahan untuk mengerjakan shalat ashar. Karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat sore. Selain itu, saya juga harus mengisi perut yang keroncongan. Dengan sisa roti bakar semalam dan arem-arem serta gorengan dari kantor, siang tadi.


Gapura Selamat Datang Kab. Jepara

Menu Rolasan

Seperti biasa, setelah menunaikan shalat, saya selalu merasa lebih segar, percaya diri, dan tambah tampan. Orang-orang sekitar pun terkesima. Saya lalu melanjutkan perjalanan dengan menikmati pemandangan di sekitarnya. Tidak jauh dari Welahan, sudah tampak beberapa deret rumah-rumah berarsitektur tua. Dalam hati ingin sekali memotret-memotret, tapi nanti waktu saya habis dijalan. Ah, memang saya kali ini ditakdirkan sebagai touringer, kok. Bukan sebagai art photographer khusus bangunan tua. Sembari menikmati pesona bangunan lawas di daerah itu, tanpa terasa saya sampai di Pertigaan Gotri, Kalinyamatan. Pertigaan ini menghubungkan Jepara – Kudus dan juga Demak.

Rupa-rupanya bangunan-bangunan lawas eksotis ini dengan mudah dijumpai di sekitar Kalinyamatan. Sebagian besar berupa rumah penduduk. Tidak jauh dari situ, juga berdiri sebuah pabrik besar dengan cerobong asap yang kemudian saya duga sebagai Pabrik Gula warisan Londo. (Menurut informasi Arvis, itu adalah Pabrik Plastik). Si Shogun kemudian beranjak berlomba-lomba dengan kendaraan merk lain untuk menjadi yang terdepan. Melewati daerah Pecangaan yang relatif ramai, akhirnya saya sampai juga di daerah Ngabul. Daerah ini merupakan perbatasan menuju wilayah perkotaan Jepara. Sebagai symbol modernisme, terbangunlah sebuah supermarket besar bernama Saudara tidak jauh dari bundaran Ngabul. 
Pabrik Dasaplast dulu Pabrik Karung Pecangaan (sumber : online-instagram.com)
Gapura masuk Wilayah Perkotaan Jepara

Saya memang tidak hafal Jepara. Setelah Ngabul, touringer disambut dengan pusat ukiran daerah Tahunan. Kiri kanan kulihat saja banyak sentra ukir dan showroom yang memamerkan kerajinan khas Nusantara ini. Taraf perekonomian warga setempat tampaknya sangat bagus, buktinya di sepanjang jalan itu berdiri rumah-rumah megah yang bisa jadi merupakan milik para bos ukir.

Saya selalu mendasarkan diri pada spekulasi semata. Pun begitu juga saat masuk ke Kota Jepara. Hanya ikut-ikutan motor di depannya. Akhirnya saya sampai di Bundaran Tugu Kartini dan mengambil kanan yang otomatis tembus di Alun-alun. Akhirnya saya pun menelpon sang agen bahwa saya sudah sampai di sebuah tempat tidak jauh dari Masjid Agung. Mungkin saya memang beruntung, atau naluri perbioskopan saya memang sudah sebegitu memuncak, tiba-tiba saja saya salah ambil jalan waktu mencari Masjid Agung. Dan saya pun tidak sengaja terhenti didepan sebuah bangunan tak terpakai. Bangunan itu tak dinyana adalah bekas bioskop Mutiara. Gedung yang tutup operasi sejak 2010 itu hingga kini masih terlihat baik, tetapi lobinya sudah sedikit hancur. Sembari menunggu Arvis, saya pun memotret-motret sebentar.


Bekas Loket Bioskop Mutiara

Lobi Bioskop Mutiara

Lobi 2 Bioskop Mutiara

Bekas Bioskop Mutiara Tampak Depan (2015)

Arvis yang berkaus putih akhirnya menjemput saya dan mengajak saya ke markas (baca : kosan)nya. Markas agen berada di belakang kompleks kerajaan. Dalam waktu kekinian, kompleks kerajaan itu merupakan kompleks Sekretariat Daerah yang dilidungi oleh benteng menjulang tinggi, dengan pintu besar dari kayu. Di pojok-pojoknya tertancap bastion-bastion sebagai arena pengawasan dengan sniper jitu yang siap sedia tatkala dibutuhkan tindakan.

Markas agen Arvis berada di lantai II. Rumah kos itu dilengkapi tangga kayu, dan merupakan loteng dak berlantai kayu. Di lantai atas, tiga buah kamar dilengkapi dengan lobi kecil lengkap dengan tivi yang menyetel saluran-saluran internasional. Bagi saya, markas agen Arvis ini bergaya Thailand.
“Pancen sok ming kuwur kok yo, nek ndelok nang film-film Thailand”

kata Arvis mengiyakan dan setuju bahwa kosannya memang sekilas mirip di film-film Thailand yang sempit, dan berada di pemukiman padat.

Malamnya, saya diajak agen Arvis, Andi, dan Agus untuk menikmati malam di bumi Kartini. Berdasarkan buku panduan wisata dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Prop. Jateng, saya pun mengusulkan untuk mencicipi Pindang Srani. Dan akhirnya kamipun merapat ke belakang Shopping Center Jepara (SCJ) yang merupakan pusat pertokoan besar yang ada di sana. Di belakangnya, ada sentra kuliner yang ditempati oleh berpuluh-puluh penjual. Kami pun menghampiri salah satu yang menawarkan hidangan – salah satunya, pindang serani.


Menu Pindang Serani dan Arvis

Kiri - Kanan : Agen Andy, Agus dan Arvis



Setelah menunggu barang sesaat, olahan itu sampai juga ke meja saya. Srutuupp… Bumbunya begitu terasa, rempah-rempahnya begitu khas. Mungkin ini yang menjadikan Portugis menjejakkan kakinya di Jepara, dulu. Karena citarasa rempahnya yang sangat enak! Olahan ini berbahan ikan bandeng atau ikan kembung atau ikan kerapu yang dimasak dengan cara direbus dengan berbagai macam campuran bumbu-bumbu. Citarasanya kuat, namun segar. Panasnya merica terasa menghangatkan tubuh.

Satu mangkuk pindang serani dan seporsi nasi, dihargai sangat mahal menurut saya. Tiga puluh lima ribu rupiah. Maklum, penjual disini tidak menyediakan daftar harga. Dan kawan-kawan juga bilang bahwa di kuliner SCJ ini memang harganya relatif mahal. Tapi tidak apa-apa. Disamping harganya yang mahal, tentu ada cerita masyhur yang bisa kita wariskan ke anak cucu kita. :D saran saya, jika kalian ingin makan pindang serani di SCJ, belilah pindang serani satu porsi untuk dua orang. Jadi lebih hemat. Karena pengalaman saya, nasi sudah habis tetapi ikannya masih ada satu setengah potong. Sehingga saya gado saja.


Adon-adon Coro. Enak loh

Belum lengkap rasanya kulineran jika belum minum minuman khas. Akhirnya saya pun memesan satu mangkuk adon-adon coro. Apa? Coro ? tenang, ini bukan jus serangga, kok. Adon-adon coro merupakan minuman hangat sebangsa kolak dengan bumbu jahe yang dilengkapi dengan potongan kelapa muda kecil kecil. Rasanya? Hmm.. Biasa saja

 
Karena agen Arvis dan kawan-kawannya tidak begitu suka nongkrong di malam hari, sebab memang jarang ada tempat nongkrong yang strategis disana, akhirnya kami pun memilih pulang dan beristirahat.

Sesi Kedua Jepara – Tayu – Juwana

Sabtu, 14 November 2015
Jendela kamar Arvis memang tidak pernah ditutup. Meskipun sejak semalam hawa di Jepara terkesan sumuk, tetapi saat dinihari saya tetap harus menarik selimut karena terasa dingin semilir angin laut. Baru pukul setengah enam pagi, tetapi wes padhiang njingglang. Akhirnya setelah shalat subuh, saya pun meminta Arvis untuk mengantar saya city tour sebentar. Dan berikut ini adalah sekilas hasil jepret dari jok belakang motor Beat milik Arvis.

Jepara street photography



Rumah cantik depan Bioskop Mutiara



SCJ pagi itu

Taman Kerang

Stadion Gelora Bumi Kartini

Gerbang Gelora Bumi Kartini

Kapal cepat milik MI6 yang digunakan James Bond


Foto cantik

Bundaran Kartini

Kantor bekerja Agen Arvis

Sekitar alun alun

Kraton Kerajaan  (Kantor Bupati) Jepara
 
Sepagi ini Jepara sudah mulai sibuk. Lalu lintas di dominasi oleh anak sekolah. Mungkin disana masih memakai 6 hari sekolah. Saya diajak melewati beberapa tempat diantaranya Taman Kerang, jalur lingkar, Stadion Gelora Kartini, Kawasan Rusun dekat pantai, Bundaran Semrawut, hingga akhirnya kembali lagi ke Alun-alun. Pagi hari di pusat kota itu, nyaris tidak ada kegiatan yang berarti. Beberapa manusia tampaknya berjogging. Tapi tidak ramai.

“Karena alun-alunnya tidak diputari oleh kendaraan”

Kata Arvis sehingga alun-alun ini terkesan sepi. Kamipun mampir di satu-satunya penjual sarapan disana. Daihatsu Zebra merah terparkir dengan seorang ibu yang sibuk melayani pembeli. Ibuk tadi berjualan bubur ayam dan susu kedelai. Yah, daripada tidak sarapan, ya sudah sarapan bubur saja. Susu kedelainya bisa pilih antara rasa original, jahe, atau cokelat. Saya pilih cokelat!

**
Pukul 7 ,30 pagi setelah saya mandi dan berkemas-kemas, saya lantas pamitan untuk melanjutkan touring. Pagi ini saya akan mengendarai Shogun melalui daerah Bangsri hingga Tayu. Pada awal-awal, suasana lalu lintas terasa sangat ramai. Mungkin karena memang sedang jam berangkat kantor. Kecamatan yang dilewati setelah Jepara adalah Mlonggo.

“Mlonggo, mas..”
Keluar dari Mlonggo

Setelah keluar dari Mlonggo dengan pusat kotanya yang mulai teratur itu, jalan-jalan cenderung sepi. Woalah, ya iya.. karena jalur ini memang bukan jalur utama, bukan jalur pantura. Jadi yang lewat ya sekedarnya saja. Akhrinya saya pun sampai di Bangsri. Kota itu sudah memiliki jalur lingkar. Tetapi saya memilih melalui kotanya saja. Pusat ekonomi Bangsri merupakan Pasar dengan pelengkap Terminal. Disana kemacetan tidak bisa terelakkan.

Begitu sampai di SPBU Wedelan, sebelah timur Bangsri, saya kembali membeli minum untuk Shogun 15 ribu rupiah. Keluar dari Bangsri, jalanan lebih terasa sepi. Saya mulai melewati perbukitan dengan jalan yang pelan-pelan terasa berkelak kelok. Jalanan mulus, dengan panorama hamparan hutan jati mengering di kanan kiri jalan. Tidak lama, setelah wilayah Kembang, suasana berganti menghijau dengan view hutan karet milik PTPN IX Balong. Disana medan terasa sangat ekstrim dan menantang. Kelak kelok iyup. Jika kalian pernah lewat daerah Ngobo, Ungaran, kira-kira suasananya seperti itu. Tetapi lebih panjang dan lebih ngeri. Ditambah lagi, beberapa pohon tua di pinggir jalan tampak menyeramkan. Saya pun hanya bisa mengklakson setiap melewati tempat yang bikin merinding.

Jalur karet yang sepi antara Bangsri - Keling

Jalur karet yang sepi antara Bangsri - Keling
Tidak banyak kendaraan yang berpapasan. Sesekali hanya ada bis tanggung jurusan Pati – Tayu – Jepara. Akhirnya saya sampai di Kecamatan Keling, yang juga merupakan simpangan untuk menuju Benteng Portugis. Di Desa Kelet, rupanya ada rumah sakit milik Pemprov. Jawa Tengah. Wah, baru tahu saya. Dan juga kawasan itu merupakan akhir dari Kabupaten Jepara. Saya pun masuk ke Kecamatan Cluwak Kabupaten Pati.

Rumah sakit di Desa Kelet Kecamatan Keling

Gerbang masuk Kabupaten Pati
Jalanan terasa sedikit lebih sempit. Di kiri kanan jalan ada beberapa pondok pesantren, juga kantor-kantor BMT. Jalan mulai berkelak kelok dan dominasi lalu lintas terganti oleh hadirnya truk-truk. Mereka membawa hasil tambang berupa batu-batuan. Saya pun harus ekstra hati-hati karena banyak kerikil tercecer di jalanan. Truk-truk itu sulit disalip karena berombongan dan jalan juga sempit. Ah, mungkin mereka juga sedang menikmati perjalanan ala My Truck My Adventure.

Tidak disangka, perjalanan menuju Tayu ini lamaa sekali. Setiap ada tulisan Jalan Tayu Jepara km. sekian, saya lalu merasa lega, tetapi nyatanya tetap saja masih jauh. Dan olala.. Akhirnya saya jumpai sebuah terminal baru yang sepi. Terminal itu adalah Terminal Tayu dan kemudian saya pun sampai di pusat kota Tayu yang dilengkapi alun-alun itu. Disana, ada simpangan untuk menuju Pati dan Juwana. Saya pun memilih jalur kedua menuju Juwana. Jalan-jalan sempit dengan aspal yang lumayan bagus.
Terminal Tayu sumber koranmuria

Tidak banyak yang bisa saya ingat kecuali daerah bernama Bulumanis. Suasana sepanjang perjalanan adalah wilayah pesisir dengan udara yang kering serta aroma laut yang kental. Wilayah yang saya lewati bernama Margoyoso baru kemudian masuk ke Kota Juwana. Daerah yang dulu diberi istilah Joanna oleh kompeni ini ternyata sangat ramai. Jalan-jalannya sudah diberi nama. Ada pasar baru Juwana dan juga Pasar Porda. Disana saya mengisi pertamax Shogun 10 ribu rupiah saja untuk jaga-jaga. Sebelum keluar dari Joanna, saya melihat beberapa bangunan tua nan eksotis. Salah satunya adalah kantor Polsek Juwana. Bangunannya khas sekali. Setelah membelah kota Juwana, saya mampir ke sebuah warung makan untuk memesan segelas es kopi.
Kantor Polsek Juwana yang kuno, sumber : photo-novi.blogspot.com
Suasana Polsek Juwana , sumber : blog kanciljuwana

Sesi Ketiga Juwana – Rembang – Blora – Cepu – Ngawi

Menurut bincang-bincang singkat dengan penjualnya, saya direkomendasikan untuk menuju Blora via Rembang – Bulu. Memang bisa melewati Puncakwangi-Todanan, tetapi kabar buruknya tempat itu merupakan pegunungan yang menjulang, dengan beberapa ruas jalan yang rusak. Yasudah, saya pun mengangguk tanda setuju.
Gerbang masuk Kabupaten Rembang Bangkit

Yang seperti ini sebenarnya tidak begitu menarik. Melewati Juwana-Rembang hingga Bulu ya sudah pernah saya lewati sebelumnya. Tapi tak apa-apa lah. Toh ini juga pertama kalinya saya lewat sana menggunakan motor. Saya pun masuk Kota Rembang dan belok kanan pada bangjo dekat Kantor Bupati. Dari sana, saya hanya luruuus saja. Tidak usah belok-belok. Kota Rembang tidak terlalu besar, sebentar saja saya sudah sampai di kawasan luar kota. Di pinggir kiri kanan jalan tampak penjual minuman khas. Entah apa itu, seperti biji jambu yang diplastik, disandingkan dengan botol-botol aqua berisi cairan agak pekat.

Karena tidak terlalu tertarik, saya pun tidak sempat menanyakannya. Saya terus melaju dengan kecepatan 1000 km per minggu. Alhamdulillah, kecamatan Sulang hingga Bulu tidak ada pekerjaan perbaikan jalan. Semuanya lancar hingga saya pun sampai di kompleks Makam RA. Kartini. Setelah itu, tiba-tiba jalanan makbedunduk mulus. Lebar pula. Rupa-rupanya saya sampai di kawasan Hutan Mantingan dengan sebuah taman wisata air disana. Hutan-hutannya begitu teduh.
Gerbang masuk Makam RA Kartini
Kawasan hutan Mantingan
Jalan Raya Rembang - Blora yang mulus

Baru beberapa kilometer melaju, eh saya sampai di perbatasan masuk ke Kabupaten Blora. Nah, sembari mengistirahatkan Shogun, saya beristirahat sebentar.
Gerbang masuk wilayah perkotaan Blora

Dari perbatasan Blora itu tidak jauh kemudian saya sampai di Kota Blora Mustika. Kepanjangan dari Maju, Unggul, Sehat, Tertib, Indah, Kontinyu dan Aman. Kota Blora ternyata tertata rapi dan bersih. Ada beberapa wisata dalam kota diantaranya Watersplash dan Taman Mustika di bundaran Tugu Pancasila. Karena masih ada waktu, saya pun keliling sebentar ke kawasan Alun-alun. Wah, rupanya Blora sudah memiliki pusat perbelanjaan dengan nama MD Mall, juga Luwes yang lebih besar dan mencirikan modernism. Selain sisi modernism, saya juga ndilalah ngepasi melewati bekas Stasiun Blora. Kondisinya mirip dengan eks. Stasiun Kudus dan Rembang. Masih bagus hanya saja peruntukannya berubah menjadi pusat ekonomi. Alhamdulillah, fasad bangunannya masih terlihat baik.

Tugu Pancasila Blora

Kawasan Alun alun Blora

MD Mall,salah satu pusat perbelanjaan di Blora

Kantor Bupati Blora

Eks Stasiun Blora
Kantor kuno Kodim Blora : sumber blog kodim Blora
Perut terasa masih kenyang ketika saya sampai di Blora ini. Saya pun memilih untuk tidak mencoba kuliner khas dan melanjutkan misi ke Cepu. Dari Blora, jalur ke Cepu pada awal-awalnya sungguh sempit dan padat. Susah sekali untuk menyalip. Dalam pikiran saya, habis Blora ya Cepu. Eh ternyata salah besar. Saya masih harus melalui Kecamatan Jiken, daerah Jepon, dan Kecamatan Sambong terlebih dahulu.

Kawasan-kawasan itu merupakan daerah hutan dengan pohon-pohon jati yang menjulang. Jalan-jalan mulai berkelok sepi. Tidak begitu panas. Kawasan hutan itu teramat panjang hingga saya merasa mulai bosan karena rak ndang tekan Cepu. Saking sepinya, bahkan sampai ada spanduk bertuliskan

“Dilarang kecelakaan disini, rumah sakit jauuh - Satlantas Polres Blora
Pemandangan cantik dan sepi sepanjang Blora - Cepu

Beberapa kilometer mendekati Cepu, tampak instalasi pipa besar yang ada di pinggir jalan. Ada juga pipa kecil yang sebagian terpendam. Mungkin pipa itu merupakan pipa penyaluran hasil tambang minyak.

Setelah mengisi pertamax sebesar 20 ribu rupiah, saya pun dengan resmi disambut gerbang bertuliskan Selamat Datang Kota Cepu. Welha.. setelah hutan-hutan sepi, kok tiba tiba saja ada kawasan kota yang ramai. Gerbang itu berwarna putih kebiruan dengan corak yang lawas. Sekilas pandang masuk Kota Cepu, saya merasakan sebuah kota yang dinamis, multicultural, dan terasa modern. Terasa beda dari Kecamatan lain di Blora. Beberapa penunjuk jalan memperlihatkan arah ke Akademi Migas (AKMIGAS) dan Pusdiklat Migas. Pertanyaannya, saya harus kemana?
Gerbang masuk Kota Cepu

Saya pun mencari-cari tempat untuk makan siang. Pada awalnya saya tersesat ke daerah taman dengan banyak instalasi lampu. Rupa-rupanya taman tersebut memang bernama Taman Seribu Lampu. Berada di dekat RSUD Cepu. Di kanan kiri jalan banyak penjual makanan-makanan ringan, juga di area taman. Feeling saya kok ndak enak, ya.. Kayaknya saya salah jalan. Akhirnya berbekal perut yang lapar, saya mencari-cari warung makan nasi padang dan bertemulah di Jalan Surabaya.
Taman Seribu Lampu Cepu sumber Desti

Disana saya mampir ke sebuah rumah makan dan memesan nasi padang ayam goreng dengan es teh. Entah rumah makannya yang besar, atau memang karena ekonomi Cepu termasuk baik, harga yang harus saya bayar adalah tujuh belas ribu rupiah, belum termasuk parkir dua ribu rupiah. Yasudahlah. Minimal saya juga mendapat informasi dari bincang-bincang dengan pegawai rumah makan itu.

Saya melanjutkan perjalanan ke arah timur dan beberapa ratus meter kemudian, saya disambut oleh jembatan besi yang panjang yang akan menyeberangi Sungai Bengawan Solo. Wah, saya sudah sampai di Jawa Timur, tepatnya Kabupaten Bojonegoro. Lebih spesifiknya lagi, saya masuk ke Kecamatan Padangan. Disana, tidak lama kemudian saya menemukan bangjo dan untuk menuju Ngawi saya harus memasang lampu sein ke kanan.
Jembatan perbatasan antara Jateng - Jatim
Gerbang masuk Jawa Timur Kabupaten Bojonegoro
Voilaa! Shogun akhirnya dengan bebas melaju diatas Jalan Dr. Sutomo. Disana sedang dibangun RSUD Padangan dengan pembangunan yang massif dan besar. Di kilometer-kilometer awal, jalan terasa bergelombang dan sempit, namun kemudian segera digantikan oleh hadirnya jalan beton berlapis aspal dengan jumlah lajur sekitar enam lajur! Woooow.. Saya pun bisa memacu kendaraan dengan cepat karena tergolong sepi. Malahan suasananya mirip di jalan tol. Kendaraan umum yang berpapasan paling-paling hanya bis ekonomi tanggung jurusan Ngawi – Cepu dan Ngawi – Bojonegoro.
Jalan Raya Padangan - Ngraho (Cepu -Ngawi) Sumber setia1heri.com

Memang, menurut peta jalan ini sangat mulus dan luruus. Benar saja.. Saya pun sampai sangat menikmatinya. Tetapi sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga. Saya tidak jatuh, kok. Hanya saja, jalan mulus tadi terhenti di Kecamatan Ngraho. Disana sedang dilakukan pekerjaan pembetonan. Kendaraan roda empat atau lebih dipersilakan mengantri karena sistem buka tutup dengan panjang sekitar 5 kilometer. Sedangkan saya bersama Shogun bisa melenggang, tetapi harus berhati-hati.

Foto cantik jalur antara Cepu - Ngawi


Dan telah sampailah saya pada jalan yang berkelok-kelok ekstrim. Saya teringat cerita dari kawan saya Ake Ru yang bercerita tentang jalur asyik di antara Cepu – Ngawi ini. Dan kini saya melihatnya sendiri, menikmatinya sendiri. Di lajur itu pada kiri kanan jalan tampak perbukitan dengan tanaman-tanaman yang gersang. Kontur jalan naik turun belak belok dengan rambu-rambu lalu lintas yang cukup komplit. Mengendarai motor di jalur ini mengingatkan saya beberapa waktu lalu kala start balapan dari akhir dan finish di urutan empat. Ya, jalur ini saya rasa akan sangat menarik jika dijadikan arena MotoGP. (Ngomongo dewe!) Barangkali, jalur ini memiliki panjang sekitar 7-10 kilometer. Asik, men!

Foto cantik jalur antara Cepu - Ngawi

Pukul satu siang, saya berencana mencari tempat untuk menunaikan shalat dhuhur. Tetapi tiba-tiba saya dikejutkan oleh gerbang Selamat Datang Kabupaten Ngawi. Itu tandanya, perjalanan saya hampir sampai. Saya pun dengan semangat memasuki Ngawi dan memutuskan untuk shalat di rumah Ngawi saja karena setengah jam kemudian, saya sudah berhasil melewati kota Ngawi dan finish di Kecamatan Paron. Alhamdulillaah..

Gerbang masuk Kabupaten Ngawi

Sesi Terakhir Ngawi – Solo - Ungaran

Senin pagi, 16 Nopember 2015 saya harus meninggalkan anak istri untuk kembali mencari uang. Saya berangkat pagi sekali dari Ngawi. Jam tiga seperempat pagi saya sudah memulai perjalanan melewati Ngale kemudian berjuang seorang diri menaklukkan ganasnya kawasan hutan di Sidowayah – Mantingan. Jalur yang terkenal karena sering memakan korban jiwa itu dimalam hari sudah dilengkapi dengan patok-patok + skotlet. Sehingga terlihat bagus jika dilewati malam hari. Tetapi pada beberapa bagian, belum ada rambu-rambu sama sekali. Saya agak-agak takut saat tidak ada yang berpapasan. Jangan jangan saya tersesat, jangan-jangan saya disesatkan oleh makhluk gaib, saya pun berulangkali mengklakson jika melewati belokan tajam yang disertai jembatan juga pohon besar. Takut.

Pukul lima pagi, saya sudah sampai di Kartasura dan beristirahat menunaikan shalat subuh. Memasuki Kota Boyolali, saya menyempatkan memotret beberapa bangunan baru di kompleks Kantor Bupati yang baru di Mojosongo. Ternyata bagus, men. Terlihat seperti kota baru yang diperuntukkan untuk kantor pemerintahan. Selengkapnya silakan dilihat difoto-foto berikut.

Gerbang masuk area kompleks Kabupaten Boyolali di Mojosongo

Alun alun baru Kab.Boyolali


Patung sapi raksasa di samping kantor Bupati

Kantor Sekretariat Daerah

Gedung DPRD Kab. Boyolali

Pukul setengah tujuh pagi, saya sudah sampai di Ungaran dan mampir sarapan soto pinggir jalan di Karangjati. Dan pukul tujuh saya sudah sampai rumah untuk segera beristirahat sejenak sebelum berangkat kantor nantinya..

Dan inilah penampakan orang yang melakukan touring tersebut diatas :


Saya, di perbatasan Rembang - Blora
Ayok, siapa mau ikut touring lagi ? Read More..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...