Angkot jalur 10 sukses mengantar saya ke
Jl. Pahlawan Botton pagi kemarin Minggu (16.11.14). di pagi hari yang cerah
ini, saya hendak mengikuti sebuah event spesial bersama Komunitas Kota Toea
Magelang. Setelah mendaftar ulang dengan membayar 15,000 rupiah, saya mendapat
sepotong roti, dan sebuah nomor yang nantinya harus saya gantungkan di sepeda
saya. Ya, uang pendaftaran itu sudah termasuk makan siang, dan sewa sepeda.
Murah meriah kan?
Jam tangan saya masih tergolong baru,
baru beberapa minggu yang lalu beli. Dia menunjuk angka setengah delapan pagi.
Ini saatnya kami memulai kegiatan. Setelah diadakan briefing singkat dan doa
bersama yang dipimpin oleh Pak Gub Bagus Priyana, kami lalu menuju ke Museum
Sudirman yang berjarak hanya sepelemparan batu (pinjam istilah dari Agus
Mulyadi) dengan berjalan kaki.
Entah mengapa kami disambut dengan
ornamen-ornamen klasik macam anyaman bambu, dan jebulnya dibelakang gedung
museum, telah siap panggung dengan tratak. Woalah, usut punya usut, acara Bike
to The Museum kali ini disupport oleh Disporabudpar Kota Magelang. Selepas
acara nanti kami akan disuguh pertunjukan wayang dan sarasehan budaya.
Sepeda yang berjumlah 50an buah sudah
terparkir rapi disebelah gedung. Kami bisa langsung memilih sepeda dan mencantelkan
kertas bertanda nomor urut supaya sepeda nantinya tidak tertukar. Pagi ini kami
langsung tancap gas untuk memulai acara. Pelepasan peserta dilakukan oleh pihak
Disporabudpar dalam hal ini Pak Susilo dengan simbol memukul gong.
Rute pertama dari Jl Ade Irma Suryani,
kami memotong plengkung baru yang bertanggal 1920 itu. Entah mengapa, kami
dilewatkan melewati Lapangan Rindam IV Diponegoro yang sedang digelar acara car
free day. Berhubung saya tidak begitu tahu agenda-agenda yang direncanakan,
saya dibuat kaget ketika teman-teman dari komunitas Magelang Kembali dan
dibantu oleh komunitas serupa dari Surabaya, Jogja dan Semarang menggelar
fragmen teatrikal pertempuran.
Menarik sekali. Ini baru kali ini saya
bisa lihat. Sebelum-sebelumnya gelaran serupa pernah diadakan di alun-alun dan
SMP 1 Magelang. Sayang seratus sayang, waktu itu saya tidak menonton. Well, ini
pertunjukan sangat hebat sekali. Pertempuran antara tentara rakyat melawan
tentara Inggris yang akhirnya dimenangkan pihak pribumi dalam waktu 5 menit.
Para pengunjung car free day pun sontak bertepuk tangan.
Pak Gub segera mengkomando kami untuk
segera berkemas dan menuju ke tujuan pertama. Di daerah Poncol, sebuah gedung
dipinggir jalan dengan hiasan tiga patung didepannya. Itulah Museum Bumiputera.
“Kami ucapkan selamat datang kepada Komunitas Kota Toea Magelang.. Dalam
kesempatan ini saya akan sedikit bercerita mengenai sejarah Asuransi
Bumiputera” Pak Ahmad Sayuti, pengeloa museum pagi ini tampak begitu segar.
Beliau menjelaskan secara runtut sejarah berdirinya per asuransian di
Indonesia. Hebatnya, Museum Bumiputera ini disebut sebagai salah satu museum
asuransi di Indonesia.
Setelah mendengarkan penjelasan cukup
lama, 15 menitan, kami lalu dipersilakan masuk. Koleksi koleksi yang dipajang
antara lain, dokumen kuno perasuransian, kwitansi kuno, uang kuno, mesin-mesin
ketik, mesin hitung, dan beberapa foto pajangan. Lengkap sekali!
Berhubung hari ini kami berpacu dengan
waktu, maka kami tidak bisa terlalu lama. Kunjungan ke Museum Bumiputera kami
cukupkan dalam setengah jam saja untuk kemudian berpamitan. Siang ini
alhamdulillah cuaca tidak begitu terik. Sedikit mendung malah. Kami menyusur
jalur lambat disepanjang pecinan, dan saya tiba-tiba merasa sedang berada di
Eropa. Kalau nggak di Frankfurt ya di London. Habisnya, bersepeda lewat pecinan
ternyata asik sekali. Satu kilopun tidak terasa.
Perjalanan dilanjut dengan menyusur
jalan Tidar dan menuju ke Museum Taruna Abdul Jalil yang ada di bilangan Mabes
Akmil. Cukup repot memang, untuk masuk ke Museum ini tidak bisa sembarangan.
Saya dan beberapa rekan yang bercelana pendek, kaos oblong, dan sandal tidak
diperkenankan masuk. Beruntung, untuk khusus kali ini syarat-syarat itu
dihilangkan. Dada pun rasanya lega karena tadi sempet nyesek. Iya dong, dari
semua museum yang ada di Magelang, ini yang belum pernah saya kunjungi. Ada
satu lagi ding. Museum OHD alias Oei Hong Djien. Kalau itu, tepatnya karena
HTMnya bikin kantong teriak.
Sebelum masuk kawasan militer, kami
diharuskan berbaris tiga berbanjar dan masuk dengan tertib. Wow! Saya langsung
amazing saat tahu bahwa didepan pintu masuk ada awetan macan. Sebagai pecinta
kucing, saya langsung pengen foto sama macan itu. Peserta diajak memasuki ruang
auditorium. Semacam ruang audio visual mini. Disana kami disambut Kapten Sulis yang
bertugas sebagai Kaur Museum pada instansi Akmil. Diceritakan juga tentang
sosok Abdul Jalil yang merupakan pejuang yang gugur di daerah Klaten. Nama
beliau kemudian diabadikan sebagai nama museum ini.
Pria asli Wonosobo ini bercerita sekilas
tentang sejarah Akmil yang dahulu bernama AMN (Akademi Militer Nasional). Tidak
lupa, kami disuguh sebuah video profil Akmil berdurasi 20 menit. Saya jadi
tambah pengetahuan. Ternyata selama ini kegiatan dan tugas apa saja yang dilaksanakan
oleh para taruna taruni di Akmil. Mantap!
Ruang-ruang pamer disini dibagi menjadi
beberapa. Diantaranya ruang Pra AMN, ruang AMN, ruang AKABRI, dan ruang AKMIL. Di
masing-masing ruang, kami disambut awetan macan. Entah apa maksudnya. Tapi sepengetahuan
saya hanya bermakna filosofis saja. Koleksi yang ditampilkan antara lain
seragam-seragam, lencana, senjata dan foto-foto taruna berprestasi. Adalah Pak
SBY salah satu diantaranya. Beliau lulusan Akmil tahun 1973. Hormat! Di ruang
terakhir, kami tidak diperkenankan memotret. Ruang terakhir ini merupakan ruang
koleksi senjata. Dari pistol, senapan, hingga anti-tank tampak terawat dengan
baik. Satu yang cukup menggelitik, teman-teman kami dari komunitas Magelang
Kembali diminta menitipkan senjata-senjataan diruang depan. Karena pengelola
khawatir bila ditukar dengan senjata yang asli. Hahaha..
Akhirnya kunjungan ke Museum Taruna
dirasa sudah cukup. Dipimpin oleh Mas Rifkhi Sulaksmono, kami menuju ke Makam
Pahlawan yang ada persis didepan museum. Acara kami adalah tabur bunga yang
memakan waktu sekitar 20 menit. Terus terang saja, baru kali ini saya masuk ke
kompleks Taman Makam Pahlawan Giri Dharmo Loyo yang ada di Jl Gatot Subroto
itu.
Selesai acara, kami langsung berburu
dengan waktu mengayuh sepeda dalam beberapa derajat menanjak. Kami kembali ke
kota dan tepatnya di Warung Tahu Pojok, tampak mobil Innova hitam berplat H-1.
Wah! Ada pak Gub ini. Betul saja, beberapa teman yang berada didepan saya
berkesempatan bersalaman. Mas Ake Ru salah satunya. Saya, tidak sempat :/
Akhirnya kami sedikit lega saat jalanan
turun sepanjang Jalan Mayjend Sutoyo a.k.a Kedjoeron. Disitu kayuhan kaki bisa
diistirahatkan hingga kami sampai di Kawasan Bakorwil eks. Kantor Residen Kedu.
Museum selanjutnya yang kami datangi adalah Museum Diponegoro. Masih seperti
waktu lalu, kami disambut Pak Joko. Oya, untuk informasi detail mengenai Museum
ini bisa baca tautan saya disini.
Lepas dari Museum Diponegoro, masih di
kompleks Eks. Karesidenan Kedu, kami sambangi Museum Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK). Siapa sangka, kantor BPK Republik Indonesia ini pertama dibangun di
Magelang. Kursi dan meja pimpinan pertama kali masih terjaga dengan baik
sebagai salah satu koleksi museum. Banyak foto dan dokumen yang bisa kita
jumpai terkait dengan perkembangan institusi pengaman keuangan Negara ini. Selain
itu, peralatan kantor kuno juga terawat baik seperti telepon, mesin hitung, dan
mesin ketik kuno.
Tidak lupa, kami disuguh pertunjukan
sekira 20 menit untuk menyaksikan video profil Museum BPK ini dengan bintang
videonya Pak Gub Bagus Priyana. Kami menyaksikannya di ruang audio visual yang
terletak di sebelah museum. Sembari menonton, air mineral gelas dibagikan
secara cuma-cuma. Alhamdulillah..
Tampaknya sudah agak gerimis ketika kami
mengemasi barang dan bersiap mengayuh ontel menuju titik finish. Selesai dari
Museum BPK, kami bergerak menuju Museum Sudirman. Sesampainya, kami disambut
mas Ardani. Pria muda penjaga museum ini bercerita tentang sepak terjang sang
Jenderal. Jenderal Sudirman yang kelahiran Purbalingga, telah rela
memperjuangkan nasib rakyat berperang dengan penjajah dengan digotong tandu.
Rupanya, beliau waktu itu terserang penyakit paru-paru sehingga tidak
memungkinkan untuk berjalan terlalu jauh. Trik yang dijalankan adalah perang
gerilya dengan berjalan dari Jogjakarta hingga Tulungagung Jawa Timur melewati
perbukitan dan hutan. Trik ini dikenal cukup ampuh untuk menghindari deteksi
dari musuh. Pada masa setelah kemerdekaan, Jenderal Sudirman dipilihkan tempat
peristirahatan di Magelang. Dengan suasana yang tenang dan sejuk, asrama BKR
(cikal bakal TNI) itu juga menghadap pemandangan panorama yang indah.
Sehari-hari beliau dirawat oleh dokter pribadinya hingga kemudian meninggal
dunia dan dimakamkan di Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta. Barang-barang
koleksinya hingga kini tersimpan baik. Ada satu set meja kursi tamu, meja kursi
ruang kerja, ranjang tempat tidur, replica tandu, dan meja pemandian jenazah. Selain
itu tidak ketinggalan foto-foto dan lukisan perjuangan juga terpajang rapi
dipenjuru tembok. Puas menikmati sajian Museum Sudirman, kotak snack dan makan
siang langsung dibagikan. Kami pun makan siang sembari menonton gelaran wayang clumpring yang
merupakan pertunjukan wayang dengan bahan-bahan dari elemen bambu. Cerita yang
dibawakan adalah kisah Arya Penangsang dan Sunan Kudus.
Setelah menyempatkan shalat dhuhur, hujan
turun dengan deras dan acara kemudian dilanjutkan dengan sarasehan budaya yang
menghadirkan mantan pejuang, Jenderal (Purn) Suhendro yang dahulu menjadi saksi atas
pengibaran bendera merah putih di puncak Tidar. Selain itu, Mas Rifkhi
Sulaksmono yang berpakaian tentara Gurkha siang ini juga didapuk sebagai
pengisi acara dengan menjelaskan tentang Komunitas Magelang Kembali. Sebagai
sebuah komunitas sejarah yang konsen di era perjuangan, Magelang Kembali
berusaha mengingatkan sejarah perjuangan bangsa melalui drama fragmen teatrikal
“perang-perangan”.
Salah satunya adalah siang ini. Begitu
acara sarasehan selesai dan hujan sudah reda dimulailah tontonan menarik. Kisah
heroik “Palagan Magelang” para pemain teatrikal dibagi menjadi tiga bagian,
tentara Inggris, Tentara Rakyat dan rombongan PMI. Yang saya sebut terakhir
diperankan oleh adik-adik dari SMPN 1 Magelang. Adegan perang berlangsung cukup
lama. Hingga 15 menit. Adegan-adegan yang dipertontonkan pun terasa nyata dan
menghibur. Lihat saja, aksi tertembak, tersungkur dengan dada berdarah, atau
aksi berkelahi dengan golok yang diperankan mas Gusta.
Akhirnya, tentara Inggris dapat dipukul
mundur dan beberapa diantara mereka menyerah. Magelang pun kembali ke tangan
rakyat!
Acara bike to the museum yang
dikolaborasikan dengan Disporabudpar, dan bersama dengan Komunitas Magelang
Kembali ini terasa sangat special. Istimewa dan luar biasa. Kegiatan ditutup
dengan santai dan dengan gontai saya melangkahkan kaki untuk memburu angkot
Jalur 4 yang akan membawa saya ke batas kota dan pulang ke Muntilan.
Credit :
Museum Bumiputera Magelang
Jl. A. Yani 21 Poncol
Telp 0293 - 362610
Buka : Senin - Jumat
Museum Taruna Abdul Jalil
Jl. Gatot Subroto
Kompleks Akademi Militer
(Untuk masuk harus berpakaian sopan dan mengurus ijin)
Museum Diponegoro
Jl. Diponegoro No. 1
Kompleks Bakorwil II Kedu Surakarta
Magelang
Buka Senin - Jumat
Museum BPK RI
Jl. Diponegoro No. 1
Kompleks Bakorwil II Kedu Surakarta
Magelang
Buka Senin - Jumat
Museum Sudirman
Jl. Ade Irma Suryani
Badaan - Magelang
Buka Senin - Jumat (Sabtu)
Terimakasih atas info wisatanya gan!
ReplyDeletePermisi Gan Hamid, blog agan mau dibuat ciamik nggak? Domainnya bisa ke .ga, .cf, atau .tk, gratis.
-Blogger Secang-
www.johanfjr.tk
Mas Hamid , kalau berkenan apa bisa hubungi saya di no HP 0816841637 dengan Ella dari PT KAI
ReplyDeleteSalam Lestari
Johan fjr- boleh jg tu mas, sy jg pengen ganti domain, biar bkn blogspot.com
ReplyDelete