Beberapa waktu terakhir saya jarang sekali menulis. Kira
–kira ada beberapa faktor penyebabnya. Satu, karena akhir-akhir ini kesibukan
saya bertambah banyak, dan kesempatan jalan-jalan yang kian menipis. Layaknya uang
di dompet. Kemudian, ditambah dengan kesibukan saya mempersiapkan pernikahan
saya Januari nanti. Tugas-tugas dari kantor yang berjubel sukses menyita waktu
saya. Pekerjaan dikantor tiap akhir tahun memang selalu begini.
Awal tahun nanti, saya belum terpikir untuk kembali
traveling. Boro-boro, uang untuk persiapan nikah aja saya mepet sekali. Nanti lah,
habis acara selesai, saya akan kembali traveling bersama istri :D yey!
Beberapa waktu lalu, tepatnya di salah satu hari
Sabtu di bulan September, saya mengiyakan ajakan kawan saya, Iwan untuk
mengunjungi Museum Isdiman di kawasan Monumen Palagan Ambarawa. Sudah hampir
empat tahun saya menetap di Kabupaten Surga Jawa Tengah ini dan baru saat itu
saya bisa melihat sendiri betapa menariknya tempat itu.
Terletak di jalur utama Jogja-Semarang, tidak jauh
dari Terminal, Museum Kereta, dan Pasar Ambarawa, lokasi wisata yang dikelola
oleh Pemkab Semarang ini tertata cukup apik. Beberapa waktu sebelumnya sudah
direnovasi. Setelah memarkir motor, kami lalu membayar tiket masuk empat ribu
rupiah per orangnya. Disamping kiri begitu kami masuk, sebuah rumah terpampang
dengan sebuah tulisan besar, MUSEUM ISDIMAN. Siapa yang tidak kenal Isdiman? Seorang
pahlawan yang gugur di kawasan Ambarawa ini namanya diabadikan sebagai nama
museum ini. Juga sebagai nama SD di kawasan Desa Klurahan, Kecamatan Jambu. Lengkap
dengan tugu peringatan.
Rumah berarsitektur Jawa ini menyimpan koleksi yang
cukup lengkap. Diantaranya senjata-senjata, topi baja, seragam dan masih banyak
lagi. Senjata api tertata rapi mulai dari pistol hingga machine gun dengan
bentuk yang lumayan besar. Iwan teman saya yang menyukai hal-hal kemiliteran,
dengan semangat menjelaskan kepada saya fungsi-fungsi alat tersebut. Salah satu
yang membuat saya terkagum adalah anti-tank. Alat besar itu sangat berat dan
dahulu digerakkan dengan manual. Ck ck..
Pada satu sisi tembok dalam, berderet rapi foto beberapa
tokoh yang gugur seperti Kolonel Isdiman sendiri, Mayor Soeyoto, dan lainnya
lupa. Mayor Soeyoto sendiri merupakan seorang tentara yang gugur di kawasan
Lemahabang, Kelurahan Bergaslor yang merupakan kantor saya. Waktu itu,
merupakan usulan saya untuk mengabadikan namanya hingga kini disepakati nama
Mayor Soeyoto untuk jalan raya Lemahbang hingga Bandungan.
Museum dengan satu ruang ini tidak begitu luas. Kami
langsung keluar dan menemukan sebuah lokomotif uap lengkap dengan gerbong kayu.
Lokomotif uap ini dengan mudah dijumpai di Museum Kereta Ambarawa, justru
gerbongnya lah yang membuat saya penasaran. Masih cukup utuh. Saya langsung
beranjak untuk memasukinya. Wow! Pikiran saya langsung tertuju sekitar satu
abad yang lalu. Model kursinya memanjang depan belakang, denan konfigurasi yang
aneh menurut saya. Jendela tetap terbuat dari kayu dan dibuka dengan sistem
buka naik-turun. Saya jadi terbayang saat-saat gerbong seperti ini mendaki
bukit Bedono dalam lajur rel gerigi untuk menuju Magelang kala itu. Dengan kecepatan yang
hanya 10km per jam. Wonderful!
Disampig kereta itu, teronggok dua buah truk. Pada beberapa
bagiannya tampak lobang dengan diameter sekitar satu centimeter. Iwan menjelaskan
kepada saya bahwa truk-truk besi tersebut pada waktu itu pasti terlibat
pertempuran sengit hingga tertembak beberapa kali.
Selain koleksi itu, kami juga menjumpai bekas Tank,
dan satu yang menjadi ikonik, adalah bekas pesawat tempur pem-bom. Di sayapnya
tertera bendera Belanda. Menurut informasi yang saya dapatkan, pesawat ini
jatuh tertembak oleh para pejuang kemerdekaan. Bangkai pesawat itu jatuh di
daerah Tugumuda Semarang.
Akhirnya, kunjungan singkat ini terasa sangat
bermanfaat bagi saya. Sejarah memang menarik. Berkahnya bisa kita jadikan acuan
untuk menuju masa depan. :)
Foto-foto : Hp IWAN.
Credit :
Museum Isdiman/ Monumen Palagan Ambarawa
Jl. MGR Soegijapranata
AMBARAWA
KABUPATEN SEMARANG
setuju sama statemen nyamas. "sejarah memang menarik" dan bisa kita jadikan acuan untuk masa depan.
ReplyDeletebtw, followback blo saya dong mas :)
DeleteIJeverson
ReplyDeleteOke sudah di folback. Terimakasih kunjungannyaa ;)
mbah, iku marking pesawat P51nya rada ngawur. Roundelnya pake punya Prancis ......
ReplyDeleteMazTommy :
ReplyDeleteWah saya aslinya kurang paham mas tentang pesawat. hehehe.. Itu kata Iwan cocor merah :D
Matur nuwun ulasan berbagai museumnya mas. Saya dan suami bermaksud liburan ke Ambarawa, eehh malah ketemu tonggo dewe pas googling :D
ReplyDeleteSalam kenal dari Megelang juga :)
Monggo mampir ke blog saya: dianisnawati.blogspot.com
@ Dian : Hehehe.. sukurlah. Saya sendiri tinggal di Ungaran.
ReplyDeleteOke salam kenal dan selamat berliburan :D
artikelnya menarik mas saya orang daerah sana malah baru sekali kesana haha
ReplyDeleteMas Hamid Anwar
ReplyDeleteTerima kasih atas artikelnya. Mohon kalau ada informasi tertulis lain mengenai Mayor Soeyoto,bisa dishare ke saya.
Saya salah satu keponakan Mayor Soeyoto. Pasangan (Eyang) Hardowikromo - (Eyang) Fatimah berputrakan 3 orang :
1. Soejoto
2. Goenawan
3. Soekarsih.
Saya putra kedua dari Ibu Soekarsih.
Mohon kalau ada informasi lain, bisa menghubungi saya via email : heruprabowo99@gmail.com
Matur nuwun.
Terimakasih apresiasinya. Tinggal dimana, bapak sekarang?
DeleteWaktu itu saya mengusulkan menggunakan nama Mayor Soeyoto utk mengganti nama ruas jalan Lemahbang - Bandungan. Alhamdulillah usulan disetujui. Sementara baru itu yang saya tahu. Karena saya juga pendatang jadi kurang tahu banyak..