Thursday, March 17, 2011

Tour de Yogyakarta, 5 - 6 Maret 2011 (Part II)

(Part II)
Istirahat, cuci muka, dan shalat dhuhur. Kemudian, rencana kami selanjutnya adalah berwisata ke Keraton Yogyakarta. Jam menunjukkan pukul 13.45 kami segera bergegas dengan motor menuju ke Keraton yang jaraknya hanya sekitar 1 km. Menyusuri Jalan Malioboro dengan segala hiruk pikuknya, dan melewati sebuah perempatan besar dimana disitu ada Gedung Agung (Istana Negara), Benteng Vredeburg, Monumen Serangan Umum 1 Maret, Kantor Pos Besar Yogyakarta, dan Bank BNI yang menempati sebuah gedung tua. Seketika sudah masuk kawasan Alon Alon Utara, lalu mencari gerbang untuk masuk ke keraton. Setelah Tanya Tanya sebentar, akhirnya saya tahu bahwa kami harus masuk melalui pintu sebelah barat. Parkir motor sebentar 2K IDR, lalu beli air putih karena kami sangat dehidrasi – 5K IDR, dan membayar 6K IDR untuk dua tiket masuk Keraton.

Begitu masuk, kami disuguhi sebuah kios yang menjajakan aneka macam souvenir khas keraton. Lalu memasuki sebuah tempat yang ada di bagian paling depan keraton yang selama ini hanya saya lihat dari kawasan Alon Alon. Ternyata plafonnya sedang di cat ulang. Disitu, ada dua gedung di kanan dan kiri. Menampilkan pakaian keraton Ngayogyokarto Hadiningrat lengkap dari baju raja, prajurit, hingga upacara upacara tradisional. Namun diperagakan oleh patung. Hehe. Memasuki ruang di sebelah selatannya adalah sebuah semacam pendopo juga, kami disambut oleh patung orang tua yang sedang duduk. Lalu menaiki tangga, dan menemui sebuah tempat sacral dimana disitu kami tidak boleh masuk. Namanya Bangsal Mangunturtangkil. Ini adalah tempat khusus untuk penobatan Sultan sultan Hamengkubuwono. Terakhir digunakan untuk penobatan Sultan Hamengkubuwono X pada 7 Maret 1989. Bangsal ini juga digunakan untuk upacara tahunan pisowan yaitu upacara sungkeman rakyat dengan Sultan pada hari hari besar seperti Grebek Maulid. Dari bangsal ini bila Sultan duduk maka akan langsung menghadap lurus ke Tugu Jogja dan maknanya adalah Sultan selalu melihat rakyatnya. Disitu juga bisa di jumpai miniature Masjid Agung Kauman Yogkakarta.

Setelah agak capek, kami melanjutkan ke sebuah gedung yang menampilkan foto foto acara keraton dan foto foto raja raja dari Hamenkubuwono V sampai sekarang. (Yang Hamengkubuwono I- IV kemana ya?) setelah ruangan itu, juga ada sebuah ruangan yang menyimpan koleksi foto foto kereta keraton. Yang paling saya hafal adalah Kereta Kyai Garuda Yeksa yang dibuat di Holland. Dan keretanya juga berlapis emas. Wah, mahal sekali buatnya. Waktu menunjukkan pukul 14.45, kami melanjutkan ke selatan dan ternyata sudah tutup. Tempat tinggal Sultan ada di belakang, kata guide, bila hendak mengunjungi, maksimal jam 13.30. Setelah itu pintu sudah ditutup. Digerbang itu juga ada bunga bunga. Kental sekali nuansa ‘Jawa’nya.

Sudah capek muter muter di keraton, kami memutuskan untuk keluar dan mencari Museum Kereta Keraton. Setelah bertanya, kami langsung menuju tempat tersebut. Letaknya kira kira 100 meter sebelah barat keraton. Sebelumnya tak kirain bayar tiket masuknya agak mahal, tetapi ternyata hanya 6K IDR berdua. Dan ditambah camera permit 1K IDR. inilah Museum Kareta Karaton. Begitu masuk, kami langsung disambut dengan Kareta Kyai Jongwiyat. Disana kereta (yang disana ejaanya yaitu kareta, keraton juga jadi karaton) tidak boleh dipegang. Apalagi dinaiki. Ada berapa kereta ya? Saya lupa, namun ada sekitar 15-20an kereta yang dipajang disini. Berasal dari jaman dulu sampai yang baru, ada juga yang hadiah dari Holland. Disana juga ada patung kuda putih dan kuda hitam yang digunakan untuk menarik kareta. Ada tiga kereta yang paling menarik perhatian saya.

Yang pertama adalah sebuah kereta yang tidak ada tempat duduknya. Tempat yang bisaanya digunakan untuk tempat duduk hanyalah sebuah ruangan dengan pelindung kaca mengelilinginya. Kereta ini setelah saya amat amati, saya baru bisa menyimpulkan bahwa kereta ini digunakan untuk mengantar jenazah. Namanya Kereta Kyai Rotopralaya. Hii.. sempet serem juga waktu nyadar kalau ini kereta digunakan untuk mengantar jenazah.

Yang kedua, adalah Kareta Kyai Garuda Yeksa. Kereta ini dibuat di Belanda dan di bagian bagian kereta dilapisi oleh emas. Bentuk velgnya saja keren sekali. Kereta ini ditarik oleh 8 ekor kuda putih dan dikendalikan oleh seorang kusir professional. Ck ck ck.. kami pun dibuat takjub karenanya :p Kereta ini dipergunakan untuk pelantikan dan penobatan Sultan Sultan Hamengkubuwono.

Yang ketiga adalah sebuah kereta yang memiliki atap diatas tempat kusir. Namun, di bagian penumpang malah tidak ada atapnya. Inilah yang sempat membuat saya agak menahan senyum dan kegelian. :) namanya Kareta Manik Retno. Oiya, di museum ini juga disimpan berbagai aksesoris keraton dan aksesoris kereta maupun aksesoris kuda. Kami nggak tau itu barang aseli dari jaman dahulu atau barang sekarang yang dibuat serupa dengan barang aselinya.

Puas di museum kereta, kami melanjutkan wisata ke Taman Sari. Taman Sari ini adalah bekas kompleks pemandian keluarga keraton. Letaknya yaitu sekitar 1km arah barat daya keraton. Sebenernya saya belum pernah ke sini, jadi berdasar spekulasi saja. Oya, sebelumnya kami mampir di Toko 69 disitu menyediakan macam macam barang dan makanan. Toko kelontong gitu. Kami beli baterai alkaline 9K IDR dan 4 buah wafer cokelat 2K IDR. Dari situ lanjut perjalanan. Masuk ke area Taman Sari, bayar parkir motor 2K IDR. Lalu memasuki kawasan Tamansari ini, pertama beli tiket masuk berdua 6K IDR. Lalu ada seorang guide yang sedang menjelaskan tentang sejarah bangunan Tamansari ini. Setelah itu, berdasar rekomendasi petugas, kami naik dulu di atas benteng gapura, dari atas, bila kami menghadap ke utara tampak sebuah bangunan tua yang sudah hampir rusak. Berdasar keterangan dari guide, itu adalah bekas menara air yang kini sedang dalam tahap perbaikan dengan dana bantuan dari Kerajaan Inggris.

tapi sayang kami tidak sempat mengunjungi bangunan ini.

Ternyata turis turis mancanegara juga tidak sedikit yang tertarik untuk mengunjungi tempat ini. Setelah turun dari gapura ini, kami masuk dan menemui pohon kepel yang kabarnya dulu bisa digunakan untuk menggugurkan kandungan (guide-nya lho yang bilang) hehehe.. terus, akhirnya sampailah kami di tempat utama yaitu sebuah kolam renang yang airnya jernih dan tempatnya terasa sangat tradisional. Disini ada dua kolan yang dipisahkan sebuah jalan, lengkap dengan menara air, lalu ruang ganti, dan ruang istirahat. Penasaran dengan menara air, namun diatas, gubrak!! Tak pernah saya sangka, ternyata sangat mengenaskan! Banyak pasangan muda mudi berpacaran dibagian atas ini, dengan beberapa tumpukan sampah bungkus minum dan snack yang menjijikkan. Ditambah lagi dengan coret coretan di dinding yang memperlihatkan bahwa si pencorat coret itu sama sekali tidak berpendidikan. Dan disana mereka juga pada antre hendak duduk berdua dengan pasangan di jendela yang dari situ bisa melihat kolam renang dari ketinggian. Benar benar tidak rekomended!!

Ternyata dibelakang menara air juga masih ada satu kolam renang lagi yang rata rata ornamennya sama. Lalu kami masuk ke kawasan belakang lagi dan hanya menemukan sebuah ruang ganti. Dan sudah berbatasan langsung dengan rumah penduduk. Akhirnya kami capek muter muter kawasan Tamansari dan memutuskan untuk pulang ke rumah Reni. Namun, dijalan kami sempet sedikit lapar mengingat kami belum makan siang. Sebenernya pengen cari makanan makanan kecil gitu, semacam bakwan malang atau siomai, atau batagor gitu. Tapi nggak ketemu. Akhirnya karena menurut kami Toko 69 tadi murah, kami beli air putih dua gelas sekalian. 4K IDR.

Sampai rumah Reni lagi jam menunjukkan pukul 15.45. kami istirahat, Rina kelihatan capek sekali. Jadi biar dia tidur sejenak sementara saya juga shalat asar. Pukul 17.00 kami berangkat untuk berwisata selanjutnya yaitu ke Pantai Parangtritis. Kami memacu smash melewati perempatan Gondomanan dan melaju melewati Jl. Parangtritis, di bangjo ringroad, kami sepertinya sedikit melanggar lampu merah, namun saya punya teman, jadi kalo ditilang ya ada temennya gitu. Ini dia. Hehe. Melewati kampus ISI, desa wisata Manding, dan perjalanan ternyata lumayan lama. Pukul 17.45 kami baru sampai di gerbang loket Pantai Parangtritis. Bayar 6K IDR untuk berdua, lalu dari loket sampai lokasi pantai masih sekitar 5 menit perjalanan. Tiba tiba saya melihat orang jualan gorenang dan akhirnya beli bakwan, tempe tepung, dan gembus tepung 5K IDR. Dapat 10 potong. Lumayan buat temen menikmati sunset di Pantai. Beberapa saat kemudian akhirnya kami sampai dan menitipkan sepeda motor 3K IDR. Lalu berjalan dan mencari tempat yang enak buat duduk duduk. Sempat melihat juga sebuah kolam renang anak anak dengan air tawar. Kami menikmati gorengan dengan lalapan Lombok dan menikmati sunset. Sampai hari gelap, lalu beli wedang ronde sambil masih menikmati pantai sore ini 8K IDR berdua. Rina sempet panic ketika dia berjalan di ombak dan menemui ombak sedang yang membuatnya negative thinking dengan sandal ijonya. Hahaha

18.30 kami bergegas pulang. Karena hari sudah malam juga. Dan kami ternyata terjebak hujan di jalan. Sampai kami istirahat sebentar dan lalu memakai jas hujan. Wah, malam minggu ini ternyata Yogyakarta hujan. Hingga akhirnya kami sampai di kost lagi pukul 19.30. rasanya capek sekali dan merasa kotor. Lalu segera mandi dan menunaikan shalat. Habis itu menunggu hujan reda. Sebenernya jadwal kami malam ini hendak jalan jalan di Malioboro, namun mengingat kondisi, akhirnya kami agak malam jalan jalannya. Jam 21.00 kami start jalan jalan malam dengan menyusuri kawasan Sosrowijayan . Ini dia suasana Sosrowijayan pada malam hariyang dipenuhi turis turis (termasuk kami :P) walaupun agak gerimis kami tetap optimis bisa menjalani rencana dengan realistis dan di kawasan strategis yang banyak turis dan akhirnya malah kebanyakan nulis (hahahaha)

Kami memilih rute ke utara dulu dan berfoto dengan plang Jl. Malioboro. Ternyata nggak Cuma kami yang memendam hasrat terpendam dengan plang yang satu ini. Hehehe. Habis itu kami menyeberang dan menyaksikan bahwasanya di sepanjang jalan legendaries ini banyak warung tenda penjual makanan yang rata rata menyajikan ayam goreng, ikan goreng, nasi goreng, gudeg, dan harga yang dipatok juga mahal mahal. Bayangin aja ayam goreng 12K dan nasi putih 3K. Kemudian kami jalan jalan sebentar di Malioboro Mall. Disana Rina beli gelang 5K IDR. Di Malioboro Mall hanya sama aja kayak di mal mal lain. Akhirnya kami mencari tempat yang lebih sesuai dengan kantong backpacker macam kami. Akhirnya setelah Pasar Beringharjo yang (lagi-lagi) legendaries itu ada orang jualan makan dan sepertinya agak murah. Akhirnya saya beli nasi gudeg + kikil dan Rina beli nasi gudeg + ati, ditambah teh manis hangat dan jeruk hangat (yang sebenernya sangat sangat panas, mungkin kalau mau hangat pesen teh dingin atau jeruk dingin – bukan es teh atau es jeruk lho) berdua 22,5K IDR.

Habis itu sudah malam dan kami kembali ke rumah Reni. Melewati para penjual di emper emperan pertokoan yang pada memberesi dagangan mereka. Huhhhh.. capek sekali rasanya badan ini, akhirnya sampai juga di rumah Reni. Saya tidur di ruang tv sementara Rina tidur di kamar kakaknya Reni. Selamat malam dan tidur pulas..




Go to PART III

2 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...