Citra satelit Alun-alun Ngawi. Sumber : google map |
Ruang
terbuka yang juga disebut sebagai Alun-alun Merdeka ini diperkirakan telah ada
sejak jaman Majapahit. Selanjutnya pada tahun 1828 sebagai tindak lanjut
kebijakan dari Mataram diangkatlah penguasa Wedana Mancanagara yang
berkedudukan di Ngawi dan bertanggujawab kepada Sultan Mataram. Dua tahun
setelahnya, Pemerintah Kolonial Belanda menjadikan Ngawi sebagai Onder
Regentschaap yang secara administratif merupakan Kabupaten tipe bawah karena
Ngawi dianggap potensial.
Potensi
tersebut adalah dengan adanya sungai Bengawan Solo dan juga Bengawan Madiun yang
membelah wilayah Ngawi. Sebagaimana moda transportasi pada jaman tersebut,
sungai merupakan salah satu metode transportasi yang menguntungkan. Hasil
pertanian, perkebunan dan lain sebagainya bisa diangkut dari wilayah
vorstenlanden (Solo), maupun Madiun menuju Tuban, Gresik atau Surabaya melewati
sungai tersebut. Seiring berjalannya waktu, Onder Regentschaap dinaikkan
statusnya sebagai sebuah Regentschaap / Kabupaten dan wilayah secara
administrasi dipimpin oleh seorang Regent/ Bupati yang tinggal dan berkantor di
sebelah utara Alun-alun. Setali tiga uang, diangkat pula seorang Asisten
Resident yang berkantor di sebelah timur Alun-alun sebagai pimpinan wilayah
dari unsur kolonial yang bertanggungjawab kepada Resident di Madiun.
Menurut
peta pada tahun 1873, Kota Ngawi telah memiliki struktur kota yang ideal.
Alun-alun sebagai pusat pemerintahan, disekitarnya telah berdiri masjid, kantor
bupati, dan kantor asisten residen. Sementara disebelah barat daya tercatat
sebagai kantor Patih/Kepatihan. Pusat ekonomi berada di Chinesekampement yang
saat ini merupakan jalan Sultan Agung daerah Pasar Ngawi. Di belakang kompleks
kantor regent, tercatat sebagai kantor Javasche bank. Pemukiman orang eropa
terpusat di daerah Kelurahan Pelem dengan
Benteng van den Bosch sebagai pusat pertahanan politik dan militernya.
Sementara administrasi pemerintahan tampaknya dikerjakan di daerah dekat dengan
perempatan Kartonyono yang dahulu masih berupa pertigaan.
Perkembangan Alun-alun Merdeka Ngawi
Dari
peta tertanggal 1873, bentang alun-alun tergambar hanya memiliki satu jalur
pemisah lurus dari selata ke utara, tanpa adanya jalur serong. Kemudian dari
peta tahun 1917-1924, gambaran dari konsep alun alun sudah terlihat sama dengan
kondisi saat ini . Jalan tengah di alun-alun yang bernama Jalan Merdeka
tersebut telah ada sejak jaman dahulu. Bisa diyakini, sesuai konsep alun-alun
jawa, dimungkinkan ditengah lapangan juga diberi pohon beringin kembar. Dari
arah selatan, rakyat dapat lurus menuju kantor bupati, serong ke kiri menuju
masjid, atau ke kanan menuju kantor asisten resident dan kantor pos.
Fasad
baru setinggi 9 meter yang megah sebagai gerbang Alun-alun Merdeka merupakan
hasil proyek sekitar tahun 2014 yang mengadopsi beberapa ciri khas wilayah,
seperti konstruksi benteng pendem (van den Bosch), lengkap dengan patung
manusia purba, dan branding Ngawi Ramah. Pusat kuliner yang dahulunya berada
dipinggiran alun-alun ditata sedemikian rupa menempati kedua jalan serong.
Di
sekeliling alun-alun juga tak pelak mengalami perkembangan yang signifikan.
Bangunan masjid agung salah satunya. Menurut penelusuran, diketahui bahwa
masjid tersebut dibangun pada masa Bupati Ngawi ke 6 pada tahun 1879. Awalnya
hanya berdinding sesek/gedeg dengan atap sirap dan berlantai tanah. Hingga
sebelum dirubuhkan, masjid yang dahulu disebut dengan Masjid Gedhe ini tercatat
beberapa kali direnovasi baik oleh dana swadaya masyarakat, pemerintah daerah,
hingga bantuan presiden.
Masjid Gedhe Ngawi sebelum tahun 2008. Tampak gaya bangunan dengan model Jawa, sumber : yakhwajagaribnawaz.com |
Masjid
gedhe juga pernah menyulut kontroversi di masyarakat saat tahun 2008 diratakan
dengan tanah tanpa sebab yang jelas. Banyak pihak mempertanyakan bahwa masjid
yang berusia ratusan tahun itu bukannya dilestarikan sebagai cagar budaya
bersejarah tetapi justru dihancurkan. Hingga akhirnya beberapa saat kemudian
akhirnya pemerintah menggelontorkan uang hingga miliaran rupiah untuk membangun
kembali masjid hingga berbentuk seperti sekarang ini. Secara fisik bangunan
sekarang jauh lebih megah, besar dan indah tetapi dari unsur pelestarian
sejarah dan budaya, agak disayangkan.
Di
sebelah utara alun-alun sebagaimana terungkap pada peta tahun 1917 hingga saat
ini tercatat tidak pernah mengalami pergantian fungsi. Fungsinya masih sama
sebagai kantor bupati. Pada bagian belakang kantor regent ini saat ini
dimanfaatkan pula sebagai kantor Polres Ngawi. Selain itu, bekas kantor Javasche bank saat ini digunakan oleh Bank BRI dengan fisik yang masih terjaga keasliannya. Namun demikian, belum ditemukan
foto lawas tentang bangunan bupati ini. Hanya ada satu pembanding yang
diperkirakan berasal dari sebelum tahun 2000an.
Adapun kantor saat ini adalah gedung
baru dengan gaya modern. Di depan kantor bupati dibangun sebuah air mancur
dengan beberapa patung manusia purba phitecanthropus. Selain itu juga berdiri
bangunan pendopo dr. Radjiman Wedyodiningrat yang merupakan salah satu pahlawan
nasional yang melewati hari-hari tua hingga ajalnya sebagai dokter di wilayah
Kabupaten Ngawi.
Potret Kantor Bupati Ngawi tahun tidak diketahui. Kemungkinan sekitar 1990-2000an. Sumber : ragandhi.wordpress.com |
Sasana Atmaja dr. Radjiman, foto pribadi |
Selain
berfungsi sebagai kantor bupati, kompleks ini juga terisi beberapa instansi
pemerintah setingkat kabupaten. Dan lebih dari itu, di pojok kompleks tersedia
sebuah tempat bernama taman pintar yang bisa dimanfaatkan sebagai tempat
bermain edukatif bagi anak-anak.
Kantor
Asisten Residen berdasarkan peta lawas berada di sebelah timur alun-alun tetapi
nampaknya saat ini bangunan telah hilang terganti oleh bangunan SMP N 2 Ngawi.
Agak ke selatan sedikit, tercatat pernah digunakan sebagai postkantoor dan hingga hari ini tetap digunakan sebagai kantor pos. Sedikit ke utara yang saat ini berdiri kantor PLN, pada peta lawas tertulis bahwa disana adalah controleurwoning atau rumah pengawas. Kemungkinan rumah tersebut adalah rumah dinas kepala pengawas perhutanan di sekitar Ngawi.
Kondisi kantor pos saat ini. Sumber : google streetview |
Sementara
itu, disebelah selatan alun-alun yang kini dipergunakan sebagai lapas, dahulu merupakan kediaman dan kantor dari Patih.
Hal ini terungkap dari gambaran peta lawas tersebut dengan kode PH. Salah satu
pahlawan nasional HOS Cokroaminoto, pernah bekerja sebagai juru tulis di Kepatihan Ngawi dari tahun
1902-1905 sesaat setelah menyelesaikan studinya di OSVIA Magelang. Entah
mengapa, saat ini yang tercatat sebagai bekas gedung kepatihan justru berlokasi
di jalan Pati Unus yang dalam peta tersebut malah tidak tampak. Butuh kajian
lebih lanjut..
**
Sebagai
ruang berinteraksi masyarakat, dibawah pemerintahan Bupati Budi Sulistyono
(Kanang) alun-alun telah mengalami rehab total (face off). Diharapkan alun-alun
dapat kembali berfungsi sebagai taman hiburan rakyat yang bisa dimanfaatkan
masyarakat secara cuma cuma. Pembangunan gapura, penataan shelter PKL, dan
penataan fungsi-fungsi bagian alun-alun dilakukan dengan baik.
Karena
fasilitas publik yang besar ini butuh pemeliharaan dan kontrol yang tepat, maka
disebelah barat daya dibangun sebuah kantor UPT. Di sekitarnya juga berdiri
beberapa gazebo yang dapat dimanfaatkan oleh pengunjung. Pada bagian barat,
pendopo berseberangan dengan masjid agung dengan fasilitas parkir mobil yang
memadai. Di sebelah barat laut merupakan lapangan utama yang dapat dimanfaatkan
sebagai lapangan bola. Sementara dibagian utara banyak pohon peneduh dan
kursi-kursi permanen serta beberapa kran air.
Sedikit
ke timur menyeberang jalan Merdeka, terhampar lapangan yang lebih kecil dengan
dikelilingi massage track dan beberapa kursi taman. Disebelahnya, pemerintah
setempat berusaha mewadahi perkembangan produk lokal yaitu dengan adanya kafe teh Radja yang menyediakan aneka racikan teh dengan menu utama teh radja yang
merupakan komoditi lokal dari perkebunan Jamus. Bergeser ke selatan, menjadi
sebuah pusat olahraga dengan lapangan tennis dan lapangan basket. Bahkan
lapangan tennis tersebut dilengkapi atap dengan konstruksi membran yang
harganya mahal.
Foto udara salah satu bagian alun-alun Ngawi. Tampak atas adalah kantor Bupati, kemudian atap putih adalah lapangan tennis, dan dibawahnya adalah lapangan voli dan basket. Sumber : radarmadiun |
Pada
bagian tenggara ada beberapa spot menarik lagi diantaranya tempat bermain anak
yang menyediakan persewaan mobil-mobilan, dan permainan menarik lainnya. Di
sebelahnya juga dibangun sebuah atraksi air muncrat yang bisa diprogram timing
kemuncratannya, dengan dilengkapi atap. Masih belum cukup, dipojok tenggara ada
taman merpati dan taman lalu lintas dan salah satu spotnya adalah adanya patung
Christiano Ronaldo tengah duduk di kursi taman.
Wahana permainan anak, dengan latar belakang atraksi air muncrat. Sumber FB Jakiyem Nur Azizah |
Taman Lalu Lintas, (?) sumber FB teddy g bastian |
Sumber : FB ambar dwi |
Pengunjung
yang ingin berkuliner, dapat memanjakan lidahnya disepanjang kedua jalan
serong. Beragam kuliner dapat dijumpai disana. Mulai dari makanan ringan,
cemilan hingga makanan berat. Beberapa makanan khas disana salah satunya adalah
intip ketan.
Dari
uraian diatas, tergambar bagaimana perkembangan penataan kawasan kota Ngawai
terutama di daerah Alun-alun dari jaman dulu hingga kini. Bangga dong sebagai orang Ngawi?
Jadi lebih tahu,makasih
ReplyDeletesama sama..
Deleteijin share
ReplyDeletesilakan mas
DeleteTerimakasih. Saya baru tahu uraian lengkap tentang alun-alun ngawi. Padahal, sedari kecil, selalu main ke alun alun pas liburan.
ReplyDeletesama-sama
DeleteWes suwe ora rono...
ReplyDeletePadahal thn 1998 latihan bola bersama internal di alun2 ngawi....
baliyo ben mari kangene.. :D
Delete