Tuesday, April 4, 2017

Ngelayap Sebentar ke Bukit Cinta



Liburan dirumah saja? Wah kalau orang jaman sekarang menganggap seperti itu ki ra joss. Rak mbois, ra gawl, atau kurang piknik. Wkwk. Saya sih kalau liburan serius justru pinginnya di waktu-waktu non peak season. Pengennya sih di hari kerja yang lainnya sibuk-sibuk trus saya nya yang piknik. Biar nggak macet, dan tempat tujuannya nggak ramai, men :D

Tapi kalau Cuma libur sehari dan daripada bengong dikontrakan, dan supaya mengenalkan potensi pariwisata di sekitaran kita kepada Dayu, ya its OK lah kami jalan-jalan sebentar. Yang deket-deket saja.

“Gimana kalau kita ke bukit cinta?” Tanya saya kepada Tika, pagi libur Nyepi beberapa waktu lalu.
“Apa? Bercinta? Hayuk ajah”

Sebenarnya Tika belum pernah tahu bukit cinta kayak apa. Lha wong saya saja yang merekomendasikan dia aja belum pernah kesana kok. Beberapa kali sih lewat depan-depannya situ. Tapi belum pernah masuk blas. Wong sepertinya juga nggak menarik-menarik amat.

Biasanya sih saya pengen ke tempat wisata yang ada hamparan rumput ditempat yang teduh dan semilir, menggelar tikar dan makan bekal. Biar irit gitu.

*
Setelah mengepak tikar (ini beneran) dan menyiapkan bekal makan, kami pun brum brum telolet berangkat ke Bukit Cinta.

Perjalanan lancar saja sih. Tapi motuba saya akhir-akhir ini sedang boros, mungkin mesinnya nggak fit. Lokasi Bukit Cinta tersebut ada di Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru Kab. Semarang. Gampangnya, ada di pinggir jalan raya Ambarawa – Salatiga via Muncul.
sumber : wisaterbaru.com
Begitu sampai, ternyata obyek wisata ini sekarang sudah banyak berbenah. Di bagian depan sudah dibangun loket baru dan dilengkapi kios-kios yang menjajakan souvenir maupun makanan khas daerah setempat. Parkirannya juga luwas banget dan siang itu dipenuhi bis-bis wisata serta banyak mobil pribadi. Di depan obyek utamanya, juga telah dibangun semacam monumen patung lengkap dengan relief yang pada intinya untuk melestarikan legenda Baru Klinting.
 
  

Bangunan yang ikonik di kawasan wisata ini adalah patung ular naga yang mangap didepan bukit. 
 
Menurut cerita masyarakat setempat yang hingga hari ini masih melegenda, si ular adalah Baru Klinting, seorang bocah yang terlahir dengan wujud seekor naga. Kelak, Baru Klinting yang sudah berwujud manusia dan merasa sakit hati karena dikucilkan di masyarakatnya, membuat sebuah sayembara mencabut sebuah lidi yang ditancapkan ke tanah. Di desa tersebut tidak ada satupun yang mampu mencabut lidi tersebut kecuali si Baru Klinting. Sejurus kemudian memancarlah air dari bekas tancapan lidi dan menggenangi desa hingga berubah menjadi danau dan rawa-rawa. Semua penduduk tenggelam kecuali seorang nenek janda yang selamat berkat naik lesung. Nenek tersebut selamat karena telah menolong dan berbuat baik kepada Baru Klinting.
Versi lengkapnya silakan goggling sendiri ya!

Dengan tiket masuk sebesar Rp.7,500,- pertama kami bisa melihat koleksi ikan yang dipajang di dalam ruangan kepala naga tersebut. Namun kondisinya 80 % buruk karena seadanya. Penataannya juga ala kadarnya. 
 
Setelah itu pengunjung bisa naik ke bukit dan menjumpai sebuah tempat lapang dengan pendopo besar. Di sekeliling pendopo tersebut juga tersedia kursi-kursi taman yang darisana kami bisa memandang ke panorama sekitarnya, termasuk ke Rawa Pening.
 
Fasilitas lain yang tersedia adalah aneka permainan anak. Dayu ternyata seneng sekali main ayunan padahal skillnya belum dapat tu anak :D. Saya sih sebenarnya pengen menggelar tikar dan leyeh leyeh dibawah rimbunnya pohon pinus, tapi Tika nggak setuju, ya sudah lah..
 
Nah, untuk pengunjung yang uangnya masih banyak, boleh mencoba naik boat keliling Rawa Pening dengan membayar Rp. 60,000,-. Tapi kalau sekiranya takut tenggelam, atau takut uangnya cepat habis, ya boleh tidak naik kok.
Kami sendiri sebelum pulang akhirnya memilih beristirahat di pendopo dan makan bekal. Jadi irit, kan tidak usah jajan. Wkwkwk..

Sebelum pulang sebaiknya pengunjung yang belum pernah mencicipi jajanan khas daerah situ, saya sarankan membeli aneka ikan goreng, ada belut goreng, wader goreng, atau cetol goreng. Dijamin renyah. Dan kalau masih ada waktu, boleh juga lanjut kuliner ke Pecel Keong yang lokasinya nggak jauh dari Bukit Cinta.
 
Selamat berliburan ya, gaes!






2 comments:

  1. Th 1971,pas ibu tinggal di banyubiru kel kebondowo, rawa pening masih sepi, belum ada apa2,ya cuma rawa biasa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seiring berjalannya waktu, lokasi ini kelihatannya dikembangkan secara lebih serius oleh Pemda. Salam

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...