Liburan
dirumah saja? Wah kalau orang jaman sekarang menganggap seperti itu ki ra joss.
Rak mbois, ra gawl, atau kurang piknik. Wkwk. Saya sih kalau liburan serius
justru pinginnya di waktu-waktu non peak season. Pengennya sih di hari kerja
yang lainnya sibuk-sibuk trus saya nya yang piknik. Biar nggak macet, dan
tempat tujuannya nggak ramai, men :D
Tapi
kalau Cuma libur sehari dan daripada bengong dikontrakan, dan supaya
mengenalkan potensi pariwisata di sekitaran kita kepada Dayu, ya its OK lah
kami jalan-jalan sebentar. Yang deket-deket saja.
“Gimana
kalau kita ke bukit cinta?” Tanya saya kepada Tika, pagi libur Nyepi beberapa
waktu lalu.
“Apa?
Bercinta? Hayuk ajah”
Sebenarnya
Tika belum pernah tahu bukit cinta kayak apa. Lha wong saya saja yang merekomendasikan
dia aja belum pernah kesana kok. Beberapa kali sih lewat depan-depannya situ.
Tapi belum pernah masuk blas. Wong sepertinya juga nggak menarik-menarik amat.
Biasanya
sih saya pengen ke tempat wisata yang ada hamparan rumput ditempat yang teduh dan
semilir, menggelar tikar dan makan bekal. Biar irit gitu.
*
Setelah
mengepak tikar (ini beneran) dan menyiapkan bekal makan, kami pun brum brum
telolet berangkat ke Bukit Cinta.
Perjalanan
lancar saja sih. Tapi motuba saya akhir-akhir ini sedang boros, mungkin
mesinnya nggak fit. Lokasi Bukit Cinta tersebut ada di Desa Kebondowo, Kecamatan
Banyubiru Kab. Semarang. Gampangnya, ada di pinggir jalan raya Ambarawa –
Salatiga via Muncul.
sumber : wisaterbaru.com |
Begitu
sampai, ternyata obyek wisata ini sekarang sudah banyak berbenah. Di bagian
depan sudah dibangun loket baru dan dilengkapi kios-kios yang menjajakan
souvenir maupun makanan khas daerah setempat. Parkirannya juga luwas banget dan
siang itu dipenuhi bis-bis wisata serta banyak mobil pribadi. Di depan obyek utamanya, juga telah dibangun semacam monumen patung lengkap dengan relief yang pada intinya untuk melestarikan legenda Baru Klinting.
Bangunan
yang ikonik di kawasan wisata ini adalah patung ular naga yang mangap didepan
bukit.
Menurut cerita masyarakat setempat
yang hingga hari ini masih melegenda, si ular adalah Baru Klinting, seorang
bocah yang terlahir dengan wujud seekor naga. Kelak, Baru Klinting yang sudah
berwujud manusia dan merasa sakit hati karena dikucilkan di masyarakatnya,
membuat sebuah sayembara mencabut sebuah lidi yang ditancapkan ke tanah. Di
desa tersebut tidak ada satupun yang mampu mencabut lidi tersebut kecuali si
Baru Klinting. Sejurus kemudian memancarlah air dari bekas tancapan lidi dan
menggenangi desa hingga berubah menjadi danau dan rawa-rawa. Semua penduduk tenggelam
kecuali seorang nenek janda yang selamat berkat naik lesung. Nenek tersebut
selamat karena telah menolong dan berbuat baik kepada Baru Klinting.
Versi
lengkapnya silakan goggling sendiri ya!
Dengan
tiket masuk sebesar Rp.7,500,- pertama kami bisa melihat koleksi ikan yang
dipajang di dalam ruangan kepala naga tersebut. Namun kondisinya 80 % buruk
karena seadanya. Penataannya juga ala kadarnya.
Setelah
itu pengunjung bisa naik ke bukit dan menjumpai sebuah tempat lapang dengan
pendopo besar. Di sekeliling pendopo tersebut juga tersedia kursi-kursi taman
yang darisana kami bisa memandang ke panorama sekitarnya, termasuk ke Rawa
Pening.
Fasilitas
lain yang tersedia adalah aneka permainan anak. Dayu ternyata seneng sekali
main ayunan padahal skillnya belum dapat tu anak :D. Saya sih sebenarnya pengen
menggelar tikar dan leyeh leyeh dibawah rimbunnya pohon pinus, tapi Tika nggak
setuju, ya sudah lah..
Nah,
untuk pengunjung yang uangnya masih banyak, boleh mencoba naik boat keliling
Rawa Pening dengan membayar Rp. 60,000,-. Tapi kalau sekiranya takut tenggelam,
atau takut uangnya cepat habis, ya boleh tidak naik kok.
sumber : www.nasirullahsitam.com |
Kami
sendiri sebelum pulang akhirnya memilih beristirahat di pendopo dan makan
bekal. Jadi irit, kan tidak usah jajan. Wkwkwk..
Sebelum
pulang sebaiknya pengunjung yang belum pernah mencicipi jajanan khas daerah
situ, saya sarankan membeli aneka ikan goreng, ada belut goreng, wader goreng,
atau cetol goreng. Dijamin renyah. Dan kalau masih ada waktu, boleh juga lanjut
kuliner ke Pecel Keong yang lokasinya nggak jauh dari Bukit Cinta.
Selamat
berliburan ya, gaes!
Th 1971,pas ibu tinggal di banyubiru kel kebondowo, rawa pening masih sepi, belum ada apa2,ya cuma rawa biasa.
ReplyDeleteSeiring berjalannya waktu, lokasi ini kelihatannya dikembangkan secara lebih serius oleh Pemda. Salam
Delete