Thursday, November 3, 2011

Tour de Solo 15-16 Oktober 2011 (The Seru Surakarta) - Part I

Dilatar belakangi oleh sudah lamanya saya tidak mengunjungi Kota Surakarta alias Solo, akhirnya saya memutuskan untuk melakukan backpacker ke Solo bersama Rina.

Perjalanan kali ini saya tidak hanya mengunjungi Kota Solo namun juga kota kota di sekitar Solo. Inilah laporannya.
# Day 1st , Sabtu, 15 Oktober 2011
Sabtu yang cerah. Saya menjadwalkan tidak terlalu pagi dan berangkat dari kost saya pukul 07.30. Perjalanan yang biasa mengendarai motor smash tanpa isi BBM karena kemarin sudah isi BBM 10K idr. Saya sampai kost Rina jam 8.00 dan mendapati dia sedang bersiap siap. Akhirnya pukul 08.12 kami sudah siap dan berdoa untuk segera melaju menuju ke Surakarta. Trip kali ini saya mengambil rute melewati Semarang – Mranggen – Purwodadi – Gemolong – Surakarta. Rute ini sengaja saya buat karena saya terus terang belum pernah lewat seumur umur hidup saya. Dan kami juga hendak mengunjungi Museum Sangiran sehingga tidak ada salahnya juga mengambil rute ini.
Perjalanan melewati Sampangan, Tugu Muda, lalu melewati Simpang Lima, dan mengikuti arah ke Purwodadi. Rina sudah sering lewat sini karena beberapa saudaranya tinggal di Purwodadi. Namun bagi saya ini adalah pertamakalinya lewat. Saya menikmati perjalanan ini dengan antusias. Saya kira, dari Semarang – Purwodadi jalannya akan mulus dan lebar. Namun dugaan saya salah. Sehabis Kota Semarang dan masuk ke Kec. Mranggen Kabupaten Demak, kemacetan mulai terjadi di kawasan Pasar Mranggen. Dan jalan pun mulai sempit. Aspal juga di beberapa ruas kurang halus sehingga kami harus berhati hati. Mranggen berakhir akhirnya kami menjumpai Kecamatan Tegowanu. Di Tegowanu, saya mengecek BBM smash, namun saya rasa masih cukup untuk melanjutkan perjalanan. Kami terus melanjutkan perjalanan dan akhirnya sampai juga di perbatasan Kabupaten Demak – Kabupaten Grobogan.
Kecamatan pertama di Kabupaten Grobogan yang kami lewati adalah Gubug yang sudah sering saya dengar sedari dulu. Ternyata kawasan ini cukup ramai karena merupakan persimpangan antara Semarang – Purwodadi – Salatiga (Bringin). Rina pernah mengatakan kepada saya bahwa dia pernah melewati Gubug – Salatiga dan katanya kalau pagi pagi hawanya sejuk dan melintasi perkebunan Jati daerah Kedungjati, dan temannya Rina itu bilang merasa seperti pangeran berkuda. Hahaha.
Saya kurang tahu arah yang tepat dan yang cepat menuju ke daerah Sangiran dan akhirnya saya bertanya kepada salah seorang tukang tambal ban.
“permisi”
“nggih…”
“badhe tangklet menawi badhe ting Sangiran ingkang cepet lewat pundi nggih?”
“Sangiran?”
“inggih, Gemolong
“Oh, Gemolong.. lewat Purwodadi.. tapi tasih tebih lho… seket kiloan..”
“oh .. nggih maturnuwun”
Walah ternyata jauh juga ya.. dijalan saya dan Rina mengobrol tentang perkiraan perjalanan saya yang saya buat antara Semarang – Sangiran yang saya jadwal hanya membutuhkan waktu dua jam. Namun saya baru sadar setelah melewati medan ini. Ternyata bakalannya akan lebih lama.
Setelah melewati Gubug, perjalanan dilanjutkan dengan kondisi aspal yang sebagian besar telah diganti konstruski dengan beton. Sehingga saya dapat memacu smash dengan kecepatan lumayan. Namun, rina mengingatkan agar saya tidak sampai lupa diri. (hehehe) karena sambungan antara aspal dan beton disini tidak rapi dan berlubang sehingga dapat mencelakakan pengguna jalan yang terlena. (ahahaha bahasanya)
Perjalanan berlalu sehingga saya sampai di sebuah belokan dan pertigaan dimana kalau lurus akan sampai ke Demak/ Kudus. Tapi di persimpangan tanpa bangjo ini kami belok ke kanan dan masih bergelut dengan beton. Tidak jauh dari situ di kanan jalan kami menemukan sebuah sekolah yaitu SMA Negeri 1 Godong dimana bapaknya Rina dulu pernah ngajar disitu (tapi banyak orang menamainya dengan SMA 1 Mrapen) karena sebelah SMA ini adalah gerbang masuk kawasan wisata Api Abadi Mrapen. Saya dan Rina juga belum pernah kesini namun kami merasa daya tariknya kurang jadi tidak pernah saya jadwalkan untuk mengunjungi.
Lanjut perjalanan, di sepanjang jalan ini kami menemui banyak batu kapur yang tergeletak di pinggiran jalan dan banyak juga sapi yang jalan jalan sawah sawah sekitaran jalan. Dan akhirnya kami sampai di pusat kota Kecamatan Godong dengan pasarnya yang bagus dan setelah itu ada pertigaan ke kanan dan itu adalah jalan ke rumah budhenya Rina. Tidak jauh dari situ kami juga menemui bekas stasiun yang sepertinya sudah tidak beroperasi lagi (ya iya lah! Namanya juga bekas)
Dari situ, perjalanan dilanjut dengan menyusuri jalan yang dibangun dengan beton dengan ketinggian lebih dari dataran di sekitarnya. Di kiri jalan banyak kami jumpai tiang listrik yang miring dan beberapa diantaranya di cagaki. Setelah sampai di Penawangan, saya isi BBM motor saya 10K idr. Perjalanan sekitar 15 km dari Godong, akhirnya sampai juga di tugu selamat datang Kota Purwodadi dengan slogannya GROBOGAN BERSEMI.
Kami memasuki Kota Purwodadi yang merupakan ibukota dari Kabupaten Grobogan. Lalu pada sebuah persimpangan jalan, ada tulisan ke Solo ke kanan, namun saya lurus saja karena hendak mengikuti jalur melalui kota. Saya yakin itu tadi adalah jalan lingkar yang tidak menjanjikan keindahan kota. (halah??!). Kami menyusuri Jl. A. Yani sampai menemui Pasar Umum Purwodadi. Dari situ saya lurus saja hingga menemui sebuah simpang tiga yang kata Rina itu terkenal di sana. Saya lurus saja dan Rina bilang sepertinya alon alonnya itu belok kiri. Iya, kami hendak mencari alon alonnya. Sebuah tempat yang saya rasa wajib saya kunjungi ketika jalan ke Kota/Kabupaten lain. Akhirnya kami menemui sebuah pertigaan dan saya berdasar feeling saja sehingga akhirnya kami sampai di Alon Alon Purwodadi dengan sebelah selatan adalah kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Grobogan. Alon alon ini saya rasa tidak begitu ramai karena ternyata ramainya malam hari dimana Rina sering diajak makan sate di salah satu sudut alon alon ini. Sehabis alon alon, saya bingung dan asal asalan saja dan akhirnya malah nembus di Pasar Umum Purwodadi. Okelah, akhirnya saya tinggal ambil kanan mengikuti petunjuk ke Surakarta. Disitu kami menemui Luwes Purwodadi yang sepertinya adalah salah satu pusat perbelanjaan yang ada di Purwodadi.
Kami lurus saja terus sehingga menemui sebuah simpang lima yang ternyata saya baru sadar pernah lihat di internet. Ternyata selain alon alon, Purwodadi juga memiliki simpang lima dengan sebuah tower Saya nggak tau ini tower apa, namun menurut referensi yang saya dapat dari internet ternyata tower itu adalah menara air yang dibangun untuk menyupai air minum untuk Kota Purwodadi mengingat Purwodadi termasuk dataran tinggi. Tower ini diresmikan oleh menteri PU pada waktu itu tahun 1981. Ternyata fungsinya sama dengan tower air di Magelang. Bedanya di Magelang dibangun oleh Belanda pada tahun 1918. disitu kami harus memutar dan melanjutkan ke jalan arah ke Surakarta. Setelah beberapa saat disambut tulisan Selamat Jalan Kota Purwodadi, berarti kami saatnya mengikuti jalur luar kota ini. Melalui kecamatan Toroh dan kami disuguhi dengan pamandangan yang bagus. Dimana disebelah kanan kami terhampar bukit bukit pasir yang tandus dengan rel kereta jurusan Purwodadi – Surakarta (bener nggak ya?). Dengan melewati jalan beton, bus bus yang kami jumpai hanyalah bus dengan Rute Solo – Purwodadi – Blora yang kami jumpai sekitar 15 menit sekali. Disitu juga ternyata ada gerbang untuk ke Kawasan Wisata Waduk Kedung Ombo. Pemandangan ini terus kami jumpai disela sela melihat bahwasanya disana rumah penduduk sekitar 80% masih menggunakan kayu dengan desain khas Jawa Tengah hingga kami tiba di Kecamatan Geyer dengan pusat kotanya di Gundih.
Sampai pada sebuah pertigaan dimana disitu ada petunjuk untuk lurus ke Sragen, dan untuk kanan ke Surakarta/Jogja. Akhirnya saya tanya kepada salah satu penjaga warung sekalian bertanya baterai alkaline. Rupanya baterai alkaline tidak tersedia dan berdasarkan informasi dari bapak bapak itu saya harus ambil rute ke kanan. Dari situ motong rel kereta api dan melanjutkan perjalanan dengan nuansa hamparan sawah. Perjalanan ini ternyata lama sekali. Waktu menunjukkan pukul 11.30 dan akhirnya saya jumpai sebuah kawasan yang cukup ramai yaitu Gemolong. Tidak jauh dari situ, saya lihat sebuah baliho besar dengan tulisan “Sangiran, 16 Km lagi.” Saya pun menjadi semangat hingga akhirnya sampailah kami di gerbang ke Sangiran. Dari gerbang ini kami masih harus menempuh 3 km lagi untuk sampai di Museum Sangiran yang berada di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen ini.
Waktu menunjukkan pukul 12 siang kurang sepuluh menit ketika kami masuk dengan membayar tiket 7K idr berdua plus parkir motor. Pertama kami masuk, kami disambut dengan gerbang dengan motif gading gajah. Setelah memarkir motor ditempat yang ditentukan, Rina bilang hendak ke toilet. Di sebelah barat dari museum ini adalah los los pedagang makanan dan darisitu juga kami bisa ke toilet dan ke mushola. Ternyata sedang ada kunjungan semacam studi lapangan anak anak SMP dan mereka sedang pada shalat dhuhur. Akhirnya saya dhuhuran sekalian deh biar lega.
Setelah shalat dhuhur suasana menjadi segar dan terlupakanlah sudah perjalanan panjang Semarang – Sangiran yang ditempuh 3,5 jam. Kami beranjak untuk ke gerbang utama museum ini dan saya perhatikan sepertinya museum ini sedang di renovasi. Benar saja, setelah berjalan di sebuah lorong yang indah kami jumpai ruang pameran. Disitu kami disuguhi koleksi fosil fosil binatang purba antara lain gading gajah purba, kerbau purba dan penyu purba. Saya membaca dengan antusias semua yang ada di museum ini karena sedari dulu SMP, saya paling suka pelajaran sejarah. Hehehe..
Museum Sangiran adalah satu satunya museum purbakala yang ada di Jawa Tengah. Setelah teori Charles Darwin yang menyatakan bahwa manusia berasal dari kera yang berevolusi, ditemukanlah missing link yang seharusnya bisa menjelaskan bagaimana bentuk jenis makhluk hidup antara kera dan manusia. Sehingga Pemerintah Belanda mengirim utusan untuk mencari missing link tersebut didaerah tropis. Indonesia akhirnya menjadi pilihan. Eugene Dubois adalah salah satu anggota tim pencarian tersebut. Setelah lama tidak menemukan bukti bukti yang kuat di daerah Sumatera, akhirnya berangkatlah ke Pulau Jawa. Tepatnya di daerah Trinil dan Sangiran yang dahulunya merupakan kawasan lembah aliran Sungai Bengawan Solo. Di Trinil Eugene Dubois menemukan fosil kepala yang diyakini merupakan makhluk yang ada antara kera dan manusia. Disitu juga akhirnya ditemukan tulang tulang paha dan kaki yang akhirnya disimpulkan bahwa makhluk ini seperti kera namun bisa berjalan dengan dua kaki. Fosil temuannya ini dinamai dengan nama Pithecanthropus Erectus yang berarti manusia kera yang berjalan tegak. Von Koenigswald juga menemukan fosil serupa dengan ukuran yang lebih besar di daerah Sangiran. Olehnya temuannya diberi nama Meganthropus Palaeo Javanicus yang berarti manusia besar tua dari jawa. Di kawasan Sangiran pula akhirnya ditemukan banyak peninggalan alat alat purba seperti kapak perimbas, kapak penetak dan lain lain yang berasal dari batu. Hingga akhirnya kawasan Sangiran dijadikan situs purbakala.
Hmmm,,, jadi gitu to?? Hehehe
Kembali ke cerita ya.. Ruang pameran museum ini hanya dibagi menjadi dua yaitu tentang binatang purba dan tentang manusia purba.

Dan setelah itu jalan ke arah gedung utama masih sepi. Berdasar informasi dari satpam, gedung memang sedang perbaikan. Jadi koleksi yang ditampilkan juga Cuma sedikit. Setelah menulis kesan di buku tamu, akhirnya kami harus terpaksa puas dengan melihat sekelumit koleksi koleksi tadi.
Setelah itu kami mencoba untuk naik ke gedung utama. Dari sana pemandangan terasa sangat asri dan sejuk. Hingga saya menjumpai seorang satpam dan berbincang bincang sejenak. Jadi perkiraan awal tahun 2012 museum ini akan diresmikan. Koleksi koleksi sebenarnya banyak, namun berhubung gedung sedang renovasi akhirnya pada disimpan digudang. Hhhhh… akhirnya kami foto foto saja lah. Dan ternyata kami terjebak dengan tangga tangga cantik melingkar lingkar sehingga kami menemukan jalan buntu. Dan harus mau tidak mau kembali ke atas untuk turun lagi melalui tangga yang tadi kami lewati. Sesampainya dibawah, kami duduk duduk sejenak sambil merasakan semilir angin sepoi yang menghembus dengan lembut (jiaaah) kami putuskan untuk istirahat 10 menit.
Sebelum pulang, kami sempatkan dulu berfoto dengan patung ini.
Pukul 13 siang kami. Kami lapar dan haus namun harus kuat untuk melanjutkan perjalanan ke Surakarta. Setelah mengambil motor dan goodbye to Sangiran Museum kami melanjutkan perjalanan melewati hamparan sawah sawah, kami sampai di sebuah pasar dengan nama Pasar Kalioso Kabupaten Karanganyar. Disitu kami menemukan alfamart dan akhirnya kami beli 2 botol freshtea 8K idr. Gleg gleg gleg.. segarlah sudah urat kerongkongan akibat dahaga. Kami melanjutkan perjalanan dengan semangat freshtea. Kami hendak cari makan dan sekitar 5 km darisitu kami temukan warung Tahu Kupat. Akhirnya kami berhenti untuk istirahat makan siang. Dua porsi Tahu Kupat Solo dengan satu gelas air putih dan dua krupuk, saya harus merogoh sebesar 10,5 K idr. Not so expensive lah… tapi menurut kami, rasanya masih enak Kupat Tahu Magelang. But over all, sudah cukup lah.
Ok, perut kenyang dan kami tambah semangat!! Lanjut perjalanan dan tanpa terasa nama jalan sudah ada namanya yaitu Jl. Kol Sugiyono Sekip, Surakarta. Owalah, sudah sampai Solo to ini.. saya pun bingung dan asal asalan saja sehingga sampai di sebuah pom bensin dekat SMA 6 Surakarta. Setelah tanya sama orang, akhirnya saya bisa menemukan kembali rute yang saya hafal yakni kawasan Jl. Kol Sutarto Jebres. Haaaahhhh… lega akhirnya sampai Solo juga. Eiits, tapi jangan senang dulu. Kami masih harus melanjutkan ke tempat wisata kedua kami yaitu Air Terjun Grojogan Sewu di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar.
Melalui Taman Jurug dan Jembatan Bengawan Solo, kami melintasi Palur dan kawasan Kota Karanganyar. Di karanganyar, kami berhenti lagi di alfamart untuk membeli 2 botol air putih 4K idr. Lanjut terus hingga melewati Pendopo Bupati, dan melewati kota yang tenang ini. Ya, kota Karanganyar memang tenang dan damai. Tidak ramai karena bukan jalur utama. Setelah beberapa ruas kami lewati dengan menjumpai Gor dan beberapa kawasan perkantoran, sampailah kami di sebuah SPBU Bejen. Smash saya isi 10K idr dan kami siap untuk menanjak lagi ke arah Tawangmangu. Saya mencari warung barangkali ada yang jualan alkaline. Dan akhirnya ditemukan juga sebuah warung yang ternyata tidak menjual alkaline. Hehehe.. tetap semangat dan akhirnya ditemukan juga warung yang dimaksud dengan nama Ragil. 1 pasang alkaline 8,5 K idr. Lebih murah sekitar 2-3K idr daripada di minimarket. :)
Perjalanan ini melewati Kecamatan Karangpandan. Perjalanan terasa menyenangkan dengan aspal yang mulus dan jalan relatif berkelak kelok dengan pemandangan sawah dan kaki gunung Lawu. Dan sempat berhenti sebentar melihat ada sebuah patung semar raksasa yang ada di pinggir jalan. Ternyata itu merupakan bekas taman semar yang kini sudah tidak beroperasi lagi. Lanjut terus perjalanan yang diwarnai banyak kaca cembung di tikungan tikungan curam. Dan akhirnya sampailah kami di kawasan Tawangmangu. Kota ini sungguh tenang dan sejuk. Dengan background Gunung Lawu menambah suasana asri dan tenteram seperti slogan Kabupaten Karanganyar Tenteram.
Beberapa ratus meter setelah kawasan kota, ada tulisan KIRI KE PINTU II Grojogan Sewu. Saya yang sudah lupa dengan rute ini karena dulu terakhir kesini waktu masih kelas 4 SD akhirnya memutuskan untuk mengikuti jalur tersebut. Dan turun malah ke sebuah hotel. Kami sempat ragu apakah kami benar atau tidak. Akhirnya setelah bertanya kepada salah satu orang yang lewat, kami menemukan pintu gerbang wisata ini. Saya mulai merasa asing dan tidak seperti bayangan saya sebelumnya.
Dua orang bapak penjaga menyambut kami dengan ramah. Setelah membayar tiket berdua 12K idr kami dipersilahkan masuk dan alhamdulillah kami diijinkan menitipkan tas besar kami. Namun sayang sekali waktu menunjukkan pukul 15.15 sementara tempat ini tutup pukul 16.00. tapi tidak apa apa. Kami manfaatkan waktu yang tersisa ini untuk menikmati air terjun dengan tinggi 80 meter ini. Setelah melewati jembatan bambu, akhirnya perjalanan agak menanjak dengan menapaki anak tangga yang disusun dari bebatuan. Saya sempat aneh dan mulai menyadari bahwa saya melewati pintu II, bukan pintu I yang dulu saya kunjungi. Disitu kebetulan sedang ada ibu ibu yang lagi cari kayu bakar. Akhirnya saya bertanya saja :
“misi bu, air tejune tasih tebih mboten?”
“mboten, caket .. daripada lewat pintu I malah jauh, anak tangganya menurun dan junmlahnya 1250 anak tangga”
Heheh, dalam hati saya berfikir. Kog dia tau ya jumlah anak tangganya… ?
“ oh. Nggih maturnuwun.. monggo bu..”
“nggih monggo ndereaken..”
Kami juga menjumpai beberapa karyawan yang sedang membangun semacam arena playgorund. Dan setelah berjalan sekitar setengah kilometer dan melewati patung kodok vs kobra, akhirnya kami temukan juga main spot nya… yaitu Air Terjun Grojogan Sewu. Air terjun ini saya rasa sedang kecil debit airnya. Dan suasananya memang lebih rapi. Banyak anak anak muda yang mendekat ke air terjun bahkan mandi walaupun jelas jelas ada larangan karena dikhawatirkan sewaktu waktu bisa banjir apabila pas atas hujan. Setelah berfoto foto sebentar , Rina yang sudah kekeceh membujuk saya agar coba merasakan air sejuk ini. Dan benar saja air ini memang sangat sejuk dan dingin. Sehingga saya membasuh muka dengan air gunung ini. Subhanallah…
Wisata kami di tempat ini sebenarnya kurang puas karena kami dikejar waktu dimana jam 16 kami harus sudah keluar dari pintu loket. Dan akhirnya kami hanya memanfaatkan waktu sekitar 15 menit di Air Terjun lalu kembali ke Pintu Loket. Disana kami ambil tas dan ke toilet dengan air dingin sehingga Rina sangat ingin mandi disitu. Tapi tidak jadi. Hehehe
Saat mengambil motor parkir, tiket parkir saya hilang sehingga saya harus menunjukkan STNK dan ternyata motor saya adalah motor terakhir yang diparkir. Dan mas mas tukang parkir setelah melihat STNK dan mencocokkan dengan plat motor saya langsung tancap gas!! Hahaha..
Setelah ini perjalanan balik ke Kota Surakarta melewati jalan yang tadi kami lewati. Kami bercanda di sepanjang jalan dengan nuansa santai karena hari pertama ini sudah tidak ada jadwal lagi. Dan sesampainya di Kota Karanganyar saya sempatkan untuk meninjau kondisi alon alon yang menurut saya kurang ramai. Namun disitu sedang dipakai untuk nongkrong dan olahraga dari jogging sampai sepakbola.
Dari situ kami sempat kena bangjo dimana disana di bangjo ada speaker yang berbunyi “berdasar UU No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas, pengguna jalan diharuskan… bla bla bla…” saya tidak bisa menghafalnya. Mungkin orang Karanganyar dan sekitarnya hafal kali ya?? Dan waktu menunjukkan sekitar pukul 17 ketika kami hampir memasuki Kota Surakarta namun karena ban saya bocor, kami harus istirahat sembari menunggu tambal ban. Oya, saya juga tidak sempat shalat ashar karena waktu itu suasana sedang tidak kondusif.
Ditambah dengan ban motor bocor semakin malas saja saya mendirikan shalat (astaghfirullah …)
20 menit sudah akhirnya motor saya selesai dan sekaligus mengakhiri Kabupaten Karanganyar. kami melanjutkan perjalanan untuk menemukan Jl. Dr. Radjiman, Surakarta kawasan Laweyan. Saya hanya memacu smash dengan spekulasi saja dan sempat bertanya dengan orang ketika waktu itu hari telah maghrib dan mulai petang. Akhirnya berdasarkan petunjukknya, saya temukan juga tempat penginapan yang sudah saya browse beberapa waktu lalu. Hotel Puspita Baru dengan tarif 70K idr dengan fasilitas kasur, tv, fan, kamar mandi dalam, snack, dan minum, serta snack sarapan. Kami book dua kamar untuk kami sendiri sendiri. Bagi kami, penginapan tidak harus mahal karena hanya dipakai untuk transit barang barang, dan istirahat. Walaupun tempatnya kurang luas, namun kami cukup puas dengan harga yang sepadan tadi.


To Part II

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...