Cinta itu sebenarnya logika, atau cinta itu sebenarnya
emosi?
Kadangkala kita sering menjumpai cerita cerita dari kakek
nenek kita bahwasanya banyak orang berumah tangga karena dijodohkan. Sudah
barang tentu jodoh yang dipilih oleh orang tua adalah yang terbaik. Menurut
orang tuanya. Hal itu logis. Jadi, cinta itu Logika?
Sepertinya belum cukup untuk menyimpulkan seperti itu.
Sekarang mari kita bicara tentang hukum kebaikan = kebaikan. Dimana seseorang
menanam kebaikan, maka dia akan mendapatkan kebaikan pula di kemudian hari.
Teori ini apakah mungkin dapat di implementasikan dalam ranah percintaan?
Seorang pria jatuh cinta kepada seorang wanita. Kemudian pria tersebut
memberikan kebaikan kepada si wanita. Kebaikan disini dapat berbentuk
perhatian, materi, dan sebagainya. Menurut logika, pria tersebut akan mendapatkan
wanita idamannya karena dia telah memberi kebaikan dan akan menerima kebaikan
juga yakni dengan mendapatkan sang wanita. Apakah hal itu logis? Iya, logis
sekali. Dan apakah kenyataannya seperti itu? Belum tentu. Jadi, cinta itu
logika? Jawabannya belum tentu.
Coba kita lihat sisi lain. Seorang wanita akan jatuh cinta
dengan pria yang ganteng dan kaya. Apakah itu logis? Iya, logis. Tapi apakah
semua wanita akan seperti itu? Tentu tidak bukan? Jadi mungkin jawaban dari
pertanyaan apakah cinta itu logika? Jawabannya adalah tentu tidak.
(hehehehe)
Lalu, apakah cinta itu emosi?
Banyak wanita cantik merasa nyaman dengan pria yang biasa
biasa saja. Ketika ditanya kenapa mereka mau berpacaran dengan pria yang biasa
tersebut, jawaban yang dilontarkan adalah semacam “udah cinta sih, mau gimana
lagi”, atau “nyaman aja”, atau mungkin “terserah gue dong mau sama siapa juga”.
Apakah itu jawaban emosi? Atau jawaban logika? Itu jawaban
emosi. Jadi, cinta itu emosi? Hmm.. mungkin juga iya.
Sekarang muncul pertanyaan baru. Kalau cinta emosi, apakah
emosi itu dapat diimplementasikan dalam menjalani sebuah hubungan pacaran?
Terkadang, kita sering mendengar petuah dari orang tua atau orang yang dituakan
saat kita tengah galau dalam berpacaran. Petuah tersebut berbunyi “Selesaikan
masalahmu jangan dengan emosi. Pikir baik baik dengan logika”. Memang ada
benarnya bahwa menyelesaikan masalah dalam sebuah hubungan itu tidak boleh
pakai emosi. Pakai otak jernih kita. Pakai logika. Hal ini sepertinya terbukti
manjur.
Logika yang di emosikan, atau emosi yang dilogikakan?
Seorang pria akan merasa sangat kecewa saat dia telah
berkorban banyak kepada wanita idamannya namun akhirnya ditinggalkan. Berkorban
banyak merujuk pada hukum kebaikan = kebaikan. Dan hukum itu adalah hukum
logika (menurut saya), namun akhirnya dia kecewa yang berarti ujung ujungnya
emosi yang bermain. Jadi, ini adalah logika yang diemosikan. Dan apakah hal itu
benar? Menurut saya salah.
Seorang wanita itu memang lebih menggunakan emosi dibanding
logika. Dijaman dulu kala, wanita itu haus akan pujian, rayuan dan sebagainya. Namun
jaman sudah berubah. Sekarang rayuan gombal terkenal dengan istilah LEBAY. Dan sebagai
pria idaman, kita tidak boleh bertingkah lebay tersebut. Padahal lebay pada
jamannya merupakan trik ampuh untuk meluluhkan hati wanita. Hahaha. Sekarang
tidak mungkin. Wanita wanita sekarang pola pikirnya sudah berubah. Wanita itu
penuh misteri. Kompleks dan rumit. Jadi, jangan pernah gunakan logika untuk
mendekati wanita. Pakailah emosi. Lho, betul tidak? Buktikan sendiri..
Dalam sebuah hubungan pacaran, emosi hampir selalu pasti
menjadi awal dari percekcokan. Dan bahkan mungkin merupakan awal dari putusnya
sebuah hubungan percintaan. Lalu, rumus menyelesaikan masalah dengan logika itu
berlaku dan benar adanya.
Namun, logika itu tetap harus dikontrol. Karena logika yang
lost control justru membuat wanita akan merasa jenuh dan bosan. Jadi, prinsip
emosi tetap harus digunakan. Dan emosi tersebut harus dikendalikan dengan
logika. Apakah saya boleh menyimpulkan untuk mempertahankan hubungan adalah
dengan emosi yang dilogikakan? Wah, masih terlalu berat..
Jadi, cinta itu berawal dari emosi, dikejar dengan emosi,
dipertahankan dengan logika (secukupnya) + emosi yang dikendalikan oleh logika.
Huah, jadi bingung deh!
Apa mungkin rumus yang paling benar dan paling cocok adalah
CINTA = 80% EMOSI + 20 % LOGIKA
(hanya sebuah catatan galau)
kakahean dipikir....yang paling benar dijalani saja, mbanyu mili wong Gusti Allah ora sare!
ReplyDelete@Sang Nanang : Hehe. Iya mas :)
ReplyDeletelebih tepatnya sih ini :o
ReplyDeletehttp://m.kompasiana.com/post/kejiwaan/2012/12/05/logika-sering-kali-di-kalahkan-emosi-benarkah/
@Widi Atmaka : hehe.. terimakasih panduannya
ReplyDelete