Wednesday, September 5, 2012

CINTA, ANTARA LOGIKA DAN EMOSI

Cinta itu sebenarnya logika, atau cinta itu sebenarnya emosi?

Kadangkala kita sering menjumpai cerita cerita dari kakek nenek kita bahwasanya banyak orang berumah tangga karena dijodohkan. Sudah barang tentu jodoh yang dipilih oleh orang tua adalah yang terbaik. Menurut orang tuanya. Hal itu logis. Jadi, cinta itu Logika?

Sepertinya belum cukup untuk menyimpulkan seperti itu. Sekarang mari kita bicara tentang hukum kebaikan = kebaikan. Dimana seseorang menanam kebaikan, maka dia akan mendapatkan kebaikan pula di kemudian hari. Teori ini apakah mungkin dapat di implementasikan dalam ranah percintaan? Seorang pria jatuh cinta kepada seorang wanita. Kemudian pria tersebut memberikan kebaikan kepada si wanita. Kebaikan disini dapat berbentuk perhatian, materi, dan sebagainya. Menurut logika, pria tersebut akan mendapatkan wanita idamannya karena dia telah memberi kebaikan dan akan menerima kebaikan juga yakni dengan mendapatkan sang wanita. Apakah hal itu logis? Iya, logis sekali. Dan apakah kenyataannya seperti itu? Belum tentu. Jadi, cinta itu logika? Jawabannya belum tentu.

Coba kita lihat sisi lain. Seorang wanita akan jatuh cinta dengan pria yang ganteng dan kaya. Apakah itu logis? Iya, logis. Tapi apakah semua wanita akan seperti itu? Tentu tidak bukan? Jadi mungkin jawaban dari pertanyaan apakah cinta itu logika? Jawabannya adalah tentu tidak.

(hehehehe)

Lalu, apakah cinta itu emosi? 

Banyak wanita cantik merasa nyaman dengan pria yang biasa biasa saja. Ketika ditanya kenapa mereka mau berpacaran dengan pria yang biasa tersebut, jawaban yang dilontarkan adalah semacam “udah cinta sih, mau gimana lagi”, atau “nyaman aja”, atau mungkin “terserah gue dong mau sama siapa juga”.

Apakah itu jawaban emosi? Atau jawaban logika? Itu jawaban emosi. Jadi, cinta itu emosi? Hmm.. mungkin juga iya.

Sekarang muncul pertanyaan baru. Kalau cinta emosi, apakah emosi itu dapat diimplementasikan dalam menjalani sebuah hubungan pacaran? Terkadang, kita sering mendengar petuah dari orang tua atau orang yang dituakan saat kita tengah galau dalam berpacaran. Petuah tersebut berbunyi “Selesaikan masalahmu jangan dengan emosi. Pikir baik baik dengan logika”. Memang ada benarnya bahwa menyelesaikan masalah dalam sebuah hubungan itu tidak boleh pakai emosi. Pakai otak jernih kita. Pakai logika. Hal ini sepertinya terbukti manjur. 

Logika yang di emosikan, atau emosi yang dilogikakan?

Seorang pria akan merasa sangat kecewa saat dia telah berkorban banyak kepada wanita idamannya namun akhirnya ditinggalkan. Berkorban banyak merujuk pada hukum kebaikan = kebaikan. Dan hukum itu adalah hukum logika (menurut saya), namun akhirnya dia kecewa yang berarti ujung ujungnya emosi yang bermain. Jadi, ini adalah logika yang diemosikan. Dan apakah hal itu benar? Menurut saya salah.

Seorang wanita itu memang lebih menggunakan emosi dibanding logika. Dijaman dulu kala, wanita itu haus akan pujian, rayuan dan sebagainya. Namun jaman sudah berubah. Sekarang rayuan gombal terkenal dengan istilah LEBAY. Dan sebagai pria idaman, kita tidak boleh bertingkah lebay tersebut. Padahal lebay pada jamannya merupakan trik ampuh untuk meluluhkan hati wanita. Hahaha. Sekarang tidak mungkin. Wanita wanita sekarang pola pikirnya sudah berubah. Wanita itu penuh misteri. Kompleks dan rumit. Jadi, jangan pernah gunakan logika untuk mendekati wanita. Pakailah emosi. Lho, betul tidak? Buktikan sendiri.. 

Dalam sebuah hubungan pacaran, emosi hampir selalu pasti menjadi awal dari percekcokan. Dan bahkan mungkin merupakan awal dari putusnya sebuah hubungan percintaan. Lalu, rumus menyelesaikan masalah dengan logika itu berlaku dan benar adanya. 

Namun, logika itu tetap harus dikontrol. Karena logika yang lost control justru membuat wanita akan merasa jenuh dan bosan. Jadi, prinsip emosi tetap harus digunakan. Dan emosi tersebut harus dikendalikan dengan logika. Apakah saya boleh menyimpulkan untuk mempertahankan hubungan adalah dengan emosi yang dilogikakan? Wah, masih terlalu berat..

Jadi, cinta itu berawal dari emosi, dikejar dengan emosi, dipertahankan dengan logika (secukupnya) + emosi yang dikendalikan oleh logika. 

Huah, jadi bingung deh!

Apa mungkin rumus yang paling benar dan paling cocok adalah 

CINTA = 80% EMOSI + 20 % LOGIKA

(hanya sebuah catatan galau)

4 comments:

  1. kakahean dipikir....yang paling benar dijalani saja, mbanyu mili wong Gusti Allah ora sare!

    ReplyDelete
  2. lebih tepatnya sih ini :o
    http://m.kompasiana.com/post/kejiwaan/2012/12/05/logika-sering-kali-di-kalahkan-emosi-benarkah/

    ReplyDelete
  3. @Widi Atmaka : hehe.. terimakasih panduannya

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...