Layar Tancap. Source : https://alfiansyafril.files.wordpress.com |
Sore
itu cuara begitu cerah, sebuah tanah lapang yang berada disebelah utara masjid
dan makam tampak sudah bersih. Disapu oleh para santri. Sebuah kain putih
terpampang menghadap ke kursi penonton yang jumlahnya kira-kira 500 kursi. Separuh
untuk laki-laki dan sisanya untuk santri putri. Kain putih itu berukuran
sekitar 3 x 6 meter. Terpasang tegak berdiri dengan terikat pada dua buah bambu
yang ditancapkan ditanah secara temporer. Saya dan teman-teman yang kala itu
masih duduk dibangku SD, kegirangan menanti dimulainya film layar lebar di
kampung kami. Meskipun penayangannya masih lama.
Peristiwa
itu saya ingat terjadi di kisaran tahun 1997-1999 yang lalu. Sayangnya saya
lupa tepatnya kapan. Pondok Pesantren Pabelan yang kebetulan berada tepat
didepan rumah saya, saat itu setiap tahunnya selalu memutar film layar tancap. Kegiatan
itu merupakan salah satu rangkaian dalam perayaan ulang tahun pesantren yang
biasanya jatuh pada bulan Agustus.
Malam
itu jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, artinya setengah jam lagi
film akan dimulai. Tampak para santri dan pengasuh pondok pesantren sudah duduk
dikursinya masing-masing. Kami yang sebagai warga kampung kiri-kanan pondok
dipersilahkan menonton dan duduk dikursi (apabila masih tersedia) tapi biasanya
kami hanya bisa ikut nonton dengan duduk dibebatuan, atau pagar makam, atau
teras gedung pondok. Adapun film-film yang diputar adalah film religi, yang
saya ingat adalah film tentang Walisongo, juga film dokumenter tentang Ponpes
Pabelan. Tontonan gratis ini biasanya mendapatkan apresiasi yang sangat luar
biasa. Maklum saja, saat itu pesawat televisi belum sebanyak sekarang. Keluarga
saya juga termasuk yang belum punya TV.
Saya
tidak begitu ingat mobil yang membawa peralatan film itu berasal dari mana. Mobilnya
seperti mobil model L-300 dengan warna putih. Kalau saya boleh usul, sepertinya
mobil itu berasal dari pemerintah. Mungkin Departemen Penerangan. Proyektornya
dipasang diatasnya dengan pencahayaan yang listriknya dibantu dengan diesel. Jadi
kalau nontonnya dibagian belakang, suara diesel cukup mengganggu. Satu hal lagi
yang unik adalah, tata suara nya bukan dipasang dibelakang layar, tapi ada di
kanan-kiri dan belakang penonton. Dan speaker yang digunakan adalah layaknya
speaker konser yang ditata dengan sistem gantung/tumpuk.
Open theatre at Athena, Yunani. (google) |
***
Sayangnya,
saya hanya menjumpai film layar tancap di Ponpes Pabelan itu hanya sekitar 2-3
kali saja. Setelah krisis moneter, Pondok sudah tidak lagi memutar film layar
tancap. Mungkin alasannya adalah biaya sewa yang mahal, juga karena teknologi
TV sudah mulai merambah desa-desa sehingga animo masyarakat mulai berkurang.
Kapan
nonton layar tancap lagi?
Thn segitu saya TK ke SD, lumayan nntonnya. Seringnya film laga... Ngangenin si layar
ReplyDeleteada sebuah sensasi tersendiri kalau nonton layar tancap.
ReplyDeletemeskipun kalah mewash sama bioskop, tapi sensasinya itu cukup ngangenin..
@iJev : Betul, mas. kangen jaman-jaman itu :o
ReplyDelete@Jiah : biasanya diputer di lapangan desa ya?
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete