Peringatan hari Maulid Nabi
sebagai salah satu hari besar dalam agama Islam seringkali diperingati dengan
kegiatan religi yang biasanya berupa pengajian. Tetapi, sekali waktu tengoklah
suasana perayaan adat di Tempuran, Magelang.
Setiap hari libur tahunan yang
jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal penanggalan hijriah atau 12 Mulud versi
penanggalan Jawa, umat muslim di Kecamatan Tempuran menyambut dengan sukacita. Mereka
mengadakan sebuah acara tradisional bernama Gunungan. Kegiatan tersebut
terpusat di sebuah dusun bernama Gunungbakal yang secara administratif masuk di
Desa Sumberarum.
Ada apa di Gunungbakal?
**
Gunung
Lenteng
Pagi hari itu, pukul setengah
tujuh, saya dengan Kuncoro berangkat ke Masjid Baiturrohim untuk mempersiapkan
Gunungan Lenteng. Kuncoro merupakan salah satu panitia Peringatan Hari Besar
Islam (PHBI) Gunungan di Gunungbakal. Di dalam ruang utama masjid tampak
beberapa batang debog pisang yang
akan digunakan sebagai media untuk menancapkan lidi aren.
Lidi-lidi yang jumlahnya
ratusan tersebut akan dipasangi dengan beberapa makanan antaran lain kerupuk
lenteng, rengginan, dan beberapa buah seperti jambu, rambutan ataupun potongan
semangka. “Lenteng sendiri merupakan sebuah makanan khas dari Gunungbakal” cerita Kuncoro. Ia
lalu menambahkan bahwa lenteng tersebut berbahan dasar beras ketan yang sudah
ditumbuk, diberi bumbu, dibuat menjadi adonan, dan dicetak pada daun pisang
untuk dijemur baru kemudian digoreng. “prosesnya membutuhkan waktu sekitar 3
hari hingga satu minggu. Mereka yang membuat adalah masyarakat sekitar”
tambahnya.
Sembari membantu Kuncoro
menyelesaikan pekerjaannya, saya mendengarkannya bercerita tentang sejarah
acara adat Gunungan. Alkisah pada waktu agama Islam dibawa masuk oleh salah
seorang pendakwah bernama Raden Sayid Ahmad, masyarakat setempat saat itu
sering melakukan sesajen hasil bumi ditempat-tempat tertentu yang dianggap
keramat. Meskipun masyarakat sudah banyak yang memeluk agama Islam, tetapi
kegiatan tersebut masih dilaksanakan. Untuk meluruskan perilaku tersebut dan
menjauhkan dari kemusyrikan, maka Raden Sayid Ahmad berinisiatif untuk membuat
makanan yang biasa dibuat sebagai sesajen untuk dikumpulkan di masjid dan
dimakan beramai-ramai. Kebetulan pada waktu itu, sesajen yang paling utama
menurut masyarakat adalah berbahan beras ketan. Sehingga hingga saat ini dua
komponen penyusun Gunungan Lenteng juga berbahan beras ketan, yaitu lenteng dan
rengginan.
Seorang pengunjung melihat Gunung Lenteng |
**
Jalan kampung menuju Masjid
Baiturrohim menjelang siang dipadati oleh pengunjung dan para pedagang. Setelah
memarkir kendaraan pada kantung-kantung parkir yang telah disediakan oleh
panitia, maka pengunjung harus berjalan kaki menyusuri hiruk pikuk pedagang.
Pedagang itu berasal dari berbagai daerah dengan menjajakan aneka dagangan.
Mulai dari pakaian, peralatan sehari-hari, mainan anak-anak, hingga berjualan
hewan-hewan seperti ayam warna-warni, kepompong, bahkan burung emprit. Mereka
mengaku memesan tempat sejak sebulan sebelum kegiatan diadakan, karena takut
kehabisan tempat.
Setelah berjibaku dengan
keramaian, dan berdasar petunjuk jalan, para pengunjung baru dapat mendekati
masjid melalui pintu samping. Disana, orang-orang yang penasaran dengan Gunung
Lenteng harus sabar sebentar karena antriannya banyak. Sandal ataupun sepatu bisa
kita masukkan kedalam kresek yang telah disediakan oleh panitia.
Gunungan Lenteng tersebut
berada ditengah ruangan utama masjid dan berukuran sekitar 4 meter persegi dengan tinggi sekitar 2 meter. Adapun fisik
Gunung Lenteng tersebut merupakan kumpulan makanan yang ditancapkan ke lidi
aren, dan lidi-lidi tersebut ditancapkan di debog
pisang hingga membentuk struktur gunung. Bila acara selesai nantinya,
lidi-lidi dan makanan tersebut akan dibagikan kepada para pengunjung.
Penerbangan
Balon Udara
Waktu mendekati siang, acara
kemudian akan dilanjutkan dengan pengajian. Beberapa yang pernah mengisi
ceramah di acara Gunungan tersebut antara lain Gus Yusuf Tegalrejo dan Kyai
Hasan dari Purworejo. Adapun jamaah pengajian biasanya selain dari wilayah Magelang,
juga berasal dari luar kota seperti Temanggung dan Jogjakarta.
Acara Gunungan sebagai bagian
dari perayaan hari Maulid Nabi tersebut akan berakhir saat menjelang dhuhur.
Sebelum acara selesai, seperti tradisi yang sudah berlangsung, diadakan acara
penerbangan balon udara. Balon tersebut berbahan dasar kertas pilus, kertas
kayu, lem/solasi, bambu dan kawat. Pemuda setempat-lah yang membuat balon
tersebut. Balon udara tersebut berbentuk gelembung besar dengan diameter
terpanjang mencapai sekitar 4 meter. Tidak hanya itu, balon juga dilengkapi
dengan rentengan mercon yang akan meledak berurutan setelah sesaat
diterbangkan.
Penerbangan Balon Udara |
Acara gunungan ini menurut
Ahmad Jadin - tokoh masyarakat setempat, merupakan acara yang diadakan secara
turun menurun dan dipercaya telah diwariskan langsung oleh Raden Sayid Ahmad
yang kini jenazahnya dimakamkan dibelakang Masjid Baiturrohim. Adapun setiap
tahun, pengunjung cenderung mengalami kenaikan. Semoga acara gunungan tersebut
bisa terus dilestarikan karena selain mendatangkan berkah kepada masyarakat
setempat, juga menjadi daya tarik tersendiri untuk para wisatawan.
Jadi, bila tahun depan ada hari
libur Maulid Nabi, tidak ada salahnya anda berkunjung ke Gunungbakal untuk
melihat langsung gunungan lenteng dan penerbangan balon udara tersebut. Berikut ini saya lampirkan peta untuk menuju ke sana.
Peta Gunung Bakal |
Tulisan ini diikutsertakan
dalam Lomba Blog Jateng 2015 Periode 4 dengan tema “Event Budaya/Wisata Jawa Tengah”.
Kalau kamu ingin ikutan juga, silakan klik gambar dibawah ini
atau klik disini untuk informasi selengkapnya.
Note : Foto balon udara milik pribadi terformat jadi dipinjam dari sini
Wahh seru jee, jadi pingin lihat tahun depan. Tapi masih belum bisa bayangin gimana bentuk Lenteng, jarang atau malah mungkin nggak dibikin di Solo ya hehehe
ReplyDelete@Halim_san . Kalau senggang, lihatlah kesana. Lenteng itu kayak kerupuk cuma rasanya gurih-gurih gitu. Nanti mampir saja ke rumah budehku. Tak kasih lenteng yang masih mentah. bisa digoreng/dibakar :D
ReplyDeleteHehe... ikut penasaran dg Lenteng nya juga... Seperti 'krupuk karag' kah? Ah iyaa....balon besar + rentengan merconnya itu seperti di Pekalongan saat syawalan yaa... :)
ReplyDelete@Mechta : Kalau karag dari nasi beras. Kalau ini dari tepung ketan. Lebih lengket dan pulen :D
ReplyDeletebetul spt Syawalan Pekalongan ;)
lentengnya itu di buat dari beras ketan yg ditumbuk. kalo mau lihat proses buatnya, besok datang kesananya lebih awal saja, satu sampai dua minggu sebelum maulud nabi.
ReplyDeletetp tahun ini udah gak pake mercon lagi balonnya. minta doanya saja semoga sukses acara maulud nabi tahun ini
@ Muh Kusnen :
ReplyDeleteOk mas. Saya adiknya mas Kun