Sebelum
keturutan membeli motuba, saya selalu membayangkan bagaimana nyamannya
perjalanan pulang kampung Ungaran – Muntilan dengan mobil tanpa kehujanan jika
hujan turun. Memang, tatkala hujan turun saat bermotor adalah saat paling tidak
mengenakkan. Apalagi ketika kita menepi memakai mantol saat hujan deras dan
tanpa ada tempat berteduh, kemudian beberapa kilometer kedepan langit kembali
cerah. Mau melepas mantol kok ya males, mantol masih basah, mau dipakai kok
nanti hujan lagi..
Dan
perasaan menggalau itu akhirnya terjawab semenjak Sico – Corolla SE Saloon
hadir, eh terbeli beberapa pekan lalu. Untuk pertamakalinya Sico saya ajak
jalan-jalan jauh. Dalam dua minggu Sico pulang pergi Ungaran – Muntilan dan
Ungaran – Ngawi. Okeh, saya akan segera berbagi pengalaman dengan kalian semua.. terutama para perawat motuba. :D
#Perjalanan
ke Magelang
Dengan
suasana perumahan yang sempit, hari Jumat saya memilih untuk langsung
mengendarai Sico berangkat ke kantor. Dengan harapan setelah jumatan bisa
langsung pulang kampung tanpa kerepotan meliuk dan memarkir di rumah. Jumat
akhir Februari 2016 lalu, Sico kenyatannya harus standby di Kantor DPPKAD
Ungaran karena saya ada kerjaan disana. Selepas shalat jumat, saya segera
mengajak Sico ke Magelang.
Beberapa
hari sebelumnya, Sico sudah masuk ke Bengkel Andi di Beji untuk perbaikan dan
ganti oli. Ada beberapa part yang harus diganti, seperti engine mounting,
support shock breaker kiri depan, selang-selang, dan mengelas beberapa dudukan
baut yang sudah keropos (saya tidak begitu paham tentang hal ini). Oli
disarankan menggunakan Shell Helix. Dan setelah Sico jajan menghabiskan Rp
1,530,000,- dia dalam kondisi prima. Tarikan enteng.
Saya
sendiri belum menemukan data valid apakah Sico harus minum Premium atau
Pertamax. Tapi saat saya membeli Pertamax di SPBU Karangjati, ternyata malah
ada promo beli Pertamax min 50 ribu dapat teh botol. Dan memang terasa beda
tarikan antara premium dan pertamax. Dan menurut beberapa informasi, mesin Sico
sama dengan mesin Starlet yang lebih disarankan menggunakan Pertamax.
Setelah
mengisi Pertamax Rp. 150,000 SPBU Bawen, indicator bensin menunjuk ke posisi
separuh (dari sebelumnya sekitar hampir habis). Saya mencoba menyalakan audio
dan AC karena suasana hujan deras, Alhamdulillah semua kondisi normal. Saya pun
melenggang melewati Jalan Lingkar Ambarawa yang tenang dan mulus. Dan akhirnya
sampailah saya di tanjakan Ketekan yang bagi saya adalah sebuah momok. Gimana
kalau macet ya, gimana kalau ban kempes, ya.. ah tetapi berkat doa dan
semangat, semua bisa dilalui. Sico dengan mudah melahap trek-trek perbukitan
daerah Jambu – Bedono dengan baik. Dan hingga akhirnya pukul 15,30 kami sampai
di Muntilan. Bensin berkurang dari separuh menjadi separuh kurang sedikit. Barangkali
ini bisa disebut ngirit. :D
Jalan lingkar Ambarawa |
Bagi
saya, menyetir ke Magelang ini adalah sebuah pencapaian yang luar biasa. Karena
medan yang beragam mulai dari lurus, datar, naik, belok, turun, luar kota,
dalam kota, jalan besar, jalan kampung, semua ada. Sampai rumah, saya membuka
kap mesin dan melihat mesin Sico masih kering dan normal.
Sico saat didepan rumah di Magelang. Kinclong habis mandi :D |
Perjalanan
pulang kembali ke Ungaran, pada Senin pagi, juga tidak begitu masalah. Dan
berkat pencapaian ini, saya semakin mantap untuk mengajak Sico pergi ke Ngawi.
#perjalanan
ke Ngawi
Seminggu
kemudian di awal Maret 2016, Sico saya ajak ke Ngawi. Jumat pagi, saya sudah
mengecek semua kondisi Sico dari air aki, minyak rem, oli mesin, air radiator,
dan Sico juga sudah saya mandikan. Semua kondisi normal. Akhirnya selesai
Jumatan saya segera berangkat. Seperti perjalanan ke Magelang seminggu
sebelumnya, saya pun terkena hujan deras di daerah Bawen. Setelah mengisi
Pertamax Rp. 150,000,- saya segera melajukan Sico melewati Kota Salatiga.
Sengaja tidak lewat jalan lingkar dengan alasan ; ingin mencoba menyetir
didalam kota dengan kondisi ramai dan banyak bangjo. Hehehe..
Dari
Salatiga hingga Tingkir, masih juga hujan berintensitas tinggi hingga gerimis.
Saya mengambil jalur alternatif Karanggede – Gemolong. Begitu sampai Suruh,
saya disambut kondisi yang kurang baik. Banyak lubang dijalan. Meski saya mulai
bisa menghindari lubang – lubang itu, tapi tetap ada beberapa diantaranya yang
tidak sengaja terinjak. Haduuuh..
Mendekati
Karanggede, jalan tidak semakin bagus. Justru lubang-lubangnya tambah banyak.
Yaah saya ambil hikmahnya : bagaimana mengendarai mobil untuk menghindari
lubang-lubang dijalan.
Akhirnya
saya pun sampai di Karanggede. Disana cuaca sudah cerah. Malah belum hujan.
Dari Karanggede hingga Gemolong jalanan relatif halus mulus dan sepi. Saya coba
mengendarai Sico dengan kecepatan konstan sekitar 80 – 90 km per jam saja.
Tidak berani lebih karena mengingat saya baru belajar nyetir dan mengingat Sico
yang usianya sudah 30 tahun :D. dan pada satu trek lurus suwepi, saya coba
naikkan menjadi 100 Km perjam. Masih nyaman.. dan coba masukkan persneling 5
untuk pertama kali. Hehehe.. takut.. buru buru mengurangi kecepatan :D.
Saya
menyempatkan istirahat untuk buang air kecil di SPBU Andong dan kembali
melanjutkan perjalanan. Dan perjalanan terhitung lancar. Panel radiator suhu
Sico juga stabil di setengah kurang sedikit. Tidak mengkhawatirkan pikir saya.
Selepas Gemolong, jalan mulai tidak begitu mulus. Dan puncaknya terjadi di
daerah Tanon, mendekati Sragen. Jalan rusak yang sudah bertahun-tahun itu kini
masih saja rusak. Padahal saya dari rumah berharap jalan disana sudah dibeton.
Ternyata belum.
Saya
lirik belakang saya ada innova plat merah dan depan saya ada truk besar.
Pelan-pelan dan selalu harus mau tidak mau melewati jalan berlubang dengan
kisaran kedalaman rata-rata 30-40 cm. Membuat saya was-was. Takut ban kempes,
takut mesin protol, dan sebagainya. Akhirnya saya pelankan dan mempersilakan
innova untuk mendahului. Truk besar didepan saya jelas menghalangi pandangan
sehingga saya tidak bisa mengantisipasi lubang-lubang didepan mobil saya. Akhirnya
saya cari celah untuk mendahului. Dan yes. Ada celah langsung masuk dari kanan.
Ah sial, posisi saya kemepeten dengan truk itu hingga spion saya nyerempet
bagian dari bodi truk. “dek dek dek..” tak tengok spionnya untung tidak pecah
atau copot. Dan sambil mendahului, truk itu saya klakson pelan.
Jalan rusak. Ilustrasi : solopos.com |
Setelah
jalanan rusak parah sekitar 2 Km itu habis, saya segera menepikan mobil mencari
tukang angin ban. Minta tolong ngecek tekanan ban di 30 Psi. dan sekaligus
mengisi angin untuk ban cadangan yang kurang angin. Sembari ngobrol, bapak
tersebut bilang bahwa april ini akan segera diperbaiki jalan rusak itu.
Amiiin..
Saya
memilih melewati kota Sragen dan perjalanan lancar jaya hingga tanpa terasa
saya sudah sampai di perbatasan Jateng – Jatim di Mantingan. Lirak lirik
mencari tempat istirahat, akhirnya saya putuskan untuk menepi di salah satu
Masjid. Disana Sico saya istirahatkan dan saya tinggal shalat ashar karena
waktu menunjukkan hampir pukul lima sore. Sembari beristirahat sekitar dua
puluh menit, kap Sico saya buka dan terlihat sedikit rembes oli di bawah filter
oli. Tapi tidak sampai menetes. Ah semoga tidak terjadi apa-apa.
Perbatasan Jateng-Jatim. www.panoramio.com |
Perjalanan
dilanjutkan. Sepanjang Mantingan – Ngawi benar-benar menguji kesabaran saya.
Awal-awal jalanan mulus. Tapi begitu masuk Gendingan hingga Sidowayah jalan
berkelok hutan-hutan terasa kurang nyaman. Lagi lagi karena banyak lubang
dijalan. Grek grek! Saya khawatir terjadi apa-apa dengan kaki kaki Sico. Selain
itu jalanan tergolong sempit dengan lalu lintas yang padat. Apalagi jika sudah
berpapasan dengan Sumber atau Mira, harus kita prioritaskan deh mereka daripada
kenapa-napa. Saya pun harus sabar mengantri karena banyak marka lurus yang
sebenarnya sering dilanggar oleh bus yang saya sebut diatas. Akhirnya mendekati
pukul enam, saya akhirnya sampai di rumah Ngawi di Paron dengan selamat.
Alhamdulillah..
Perjalanan
pulang dari Ngawi ke Ungaran pada Senin pagi, berangkat pukul lima sembari
mengantar ce Mumun berangkat ke Solo. Saya melewati jalur regular saja. Dari
Ngawi hingga Mantingan, lagi lagi saya harus mengelus dada karena beberapa kali
Sico tidak sengaja menginjak lubang. Pandangan saya saat malam hari memang
kurang maksimal. Atau mungkin belum terbiasa. Dari Sragen hingga Solo
perjalanan terus merayap. Terutama di daerah Masaran yang memang jalannya
sempit. Dan akhirnya saya sampai di kost Mumun di daerah UMS sekitar pukul
tujuh.
Dari
sana, perjalanan terasa menyenangkan. Jalur utama Solo – Boyolali memang sudah
mantap dan lancar jaya. Tanpa halangan. Coba saya kendarai Sico untuk menyalip
beberapa motuba yang lain seperti hijet dan carry. Tapi saya tetap jaga
kecepatan maksimal sekitar 90 km perjam saja. Takut terjadi apa-apa. Hehehe
Dari
Boyolali, masuk ke daerah Tengaran, sempat ada sebuah bis angkutan yang
mengerem mendadak. Dan ini pertama kalinya saya mengerem mendadak setelah
sebelumnya jalan konstan cukup cepat. Untung saya bisa menghandelnya meski
dengan deg-degan. Dan perjalanan balik ini saya putuskan melewati Jalan Lingkar
Salatiga Tingkir tembus Tuntang. Ah ternyata Jalan Lingkar juga sama. Ada
beberapa lobang dijalan sehingga harus tetap hati-hati. Keuntungannya, lebih
banyak jalan halus dan bisa melaju dengan kecepatan tetap.
Pukul
Sembilan pagi, akhirnya saya yang sudah berseragam dan telat, sampai di Kantor
sembari memarkir dan keringetan. Ya, setiap memarkir saya masih selalu
keringetan. Mungkin karena grogi atau takut nyenggol apa-apa. Hehehe..
Alhamdulillah.. Berjalan dengan lancar ya brow.. Nekat juga tapi gpp.. Untuk pengalaman
ReplyDeleteAlhamdulillah bro. Akan selalu ada saat saat pertama
Delete