“Yok sesuk dewe dolan nang Semarang,
njajal bis wisata anyar, ben Dayu seneng”
“Ah tapi aku ra duwe duit”
“Gratis kok bis-e. Paling duit gawe
jajan wae”
“Tapi duite kowe yo?”
“Duitku yo entek je. Yowes lah gampang.
Kan ijeh iso utang”
Berawal
dari obrolan ringan saya dengan istri sembari nyuci piring jumat sore, akhirnya
Sabtu (25/11) kemarin kami fiks berangkat ke Semarang mruput gasik demi
menuntaskan rasa penasaran pingin naik bis wisata Semarang terbaru.
Tidak seperti biasa yang males-malesan, pagi hari yang dingin saya segera melepaskan pelukan istri lalu mengajak Dayu ke dapur. Bikin air panas, nyuci dot, mandiin Dayu, lalu menyiapkan sarapan buat Dayu.
**
Sebuah
bus double decker berwarna dominan merah pagi itu sudah terparkir di halaman
Museum Mandala Bhakti, Tugu Muda. Pagi itu saya toleh tangan saya yang ternyata
tidak ada jam tangannya, setelah melihat smartphone, jebul baru jam tujuh
kurang seperempat. Lha kami sengaja gasik berangkat dari rumah jam enam, takut
kesulitan dapat tiket je.
Sejak
di luncurkan awal Oktober lalu, bus wisata terbaru milik Pemkot Semarang ini
kebanjiran animo masyarakat. Di hari libur atau akhir pekan misalnya, -
berdasarkan informasi dari media, antrian tiket pemberangkatan terpagi bisa
sampai seratusan meter. Itupun tidak menjamin akan dapat tiket. Gratis,
soalnya. Malahan, menurut salah satu testimoni, ada warga yang mengantri tiket
sejak jam empat pagi hanya supaya bisa ikut keliling dengan bis wisata bernama
Si Kenang tersebut di jam pemberangkatan pertama.
Setelah
memarkir coro di halaman belakang museum, saya tergopoh – gopoh segera
melangkahkan kaki menuju sebuah pos tenda milik Dinas Perhubungan. Dua petugas
terlihat melayani antrian yang hanya beberapa orang saja pagi kemarin. Akhirnya,
saya pun mendapatkan tiket dengan menukarkan KTP. Satu KTP bisa untuk dua
tiket. Tiket berkode A, berarti pemberangkatan jam 8, tiket berkode B berangkat
jam 11, dan tiket C untuk pemberangkatan terakhir, pukul tiga sore.
Masih
ada waktu satu jam seperempat sebelum kami bisa naik. Kami pun motrek motrek
sejenak penampakan bus bermesin Scania dengan balutan karoseri dari Nusantara
Gemilang tersebut.
“air
mancur, air mancur!” teriak Dayu
Owalah
dia menunjuk-nunjuk air mancur yang ada di bundaran Tugu Muda. Rupanya ia
tertarik untuk mendatanginya.
Pagi
itu, cuaca relatif mendung. Aktivitas lalu lintas di bundaran Tugu Muda
terpantau lancar. Perlahan namun pasti, butiran air hujan mulai turun tanda
bahwa pagi itu tidak begitu bersahabat. Akhirnya hujan pun tak dapat di tunda lagi.
**
Petugas
berkaus putih terlihat memberi tanda kepada kami bahwa bus sudah siap. Para
peserta yang beruntung mendapatkan tiket umumnya adalah ibu-ibu yang mengajak
anaknya. Kami pun berlari – lari kecil masuk ke dalam bus dan mencari tempat
duduk. Sesuai dengan tiket yang telah kami bawa, urutan 1 hingga 61 mendapatkan
tempat di bagian atas, adapun sembilan penumpang terakhir, bisa duduk di bawah.
Bus
berangkat dari Tugu Muda melalui Jalan Imam Bonjol. Pelan namun pasti, sembari
membelah hari yang gerimis, bus melewati Stasiun Poncol dan Tawang. Dari sana,
Si Kenang kemudian merangsek masuk ke kompleks Kota Lama dan berhenti di Taman
Srigunting, sebelah Gereja Blenduk.
“Silakan
peserta boleh turun dan makan minum, kami beri waktu lima belas menit.
Mengingat hari hujan, bagi yang tidak ingin turun tidak apa-apa. Peserta
diharap masuk kembali ke bis saat ada bunyi telolet” Suara petugas melalui
pengeras suara.
Dayu
baru saja tertidur. Maklum ia pagi itu bangun pukul tiga. Ndilalah kok ya pas
hujan. Jadilah kami tidak turun waktu di Kota Lama. Lagian saya bisa dibilang
sudah tuwuk kalau Cuma ke Kota Lama.
Gerimis
berangsur reda saat Si Kenang melanjutkan perjalanan kembali ke arah selatan melalui
sepanjang Jalan Pemuda. Sebelum berhenti di pemberhentian ke dua yaitu Kampung
Pelangi, bis ini sengaja muter-muter menyusuri Jalan Pandanaran hingga Simpang
Lima dan memutar balik lagi ke Tugu Muda.
Sampailah
kami di Kampung Pelangi yang akhir-akhir ini tengah hits terutama di kalangan
pecinta foto dan suka pamer foto-foto di instagram.
Daerah Kalisari ini sudah lama merupakan sentra penjual bunga hias atau florist.
Kampung di belakanganya yang menjulang tinggi berada di lereng bukit tersebut,
kini telah disulap sedemikian rupa hingga berwarna-warni. Dengan dukungan dari
pemerintah kota setempat, kampung ini dikonsep sebagai kampung tematik dengan
menampilkan atraksi warna-warni pelangi di sekujur kampung.
Untunglah,
sudah tidak hujan. Dayu juga sudah bangun. Kami turun dan sekedar membeli jajan
sebagai pengganjal perut. Dayu sih sudah sarapan tadi sembari perjalanan
berangkat. Saya sama Tika membeli satu bungkus mie goreng (bukan mie instan
lho!) dan beberapa potong gorengan. Mengingat waktu kami tidaklah lama, kami
memilih makan saja lah alih-alih jalan-jalan.
Total
waktu yang dibutuhkan Si Kenang dalam sekali muter-muter adalah dua jam.
Seselesainya dari Kampung Pelangi tadi, Si Kenang melanjutkan jalan-jalan
melewati sepanjang jalan Kaligarang, Pamularsih, Sam Poo Kong, kemudian muter
balik di Bundaran Kalibanteng. Selanjutnya kami kembali ke halaman Museum
Mandala Bakti.
Jika
kalian ingin nyoba bus wisata ini, perhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Untuk akhir pekan (Jumat sampai
Minggu) ada empat kali pemberangkatan, yang terakhir malam jam 19,00
2) Jika datang akhir pekan dan ingin naik
yang paling pagi, datanglah gasik. Sekitar satu-dua jam sebelum jam 8. Takut
kehabisan tiket.
3) Jangan lupa membawa KTP asli.
4) Jangan makan minum selama di dalam
bus. Jadi nggak usah repot bawa makanan/snack.
5) Jika turun di Kota Lama atau Kampung
Pelangi, jangan lupa waktu dan jangan jauh-jauh. Kalian bisa ditinggal.
6) Jaga kebersihan bis dan obyek wisata.
No comments:
Post a Comment