Wednesday, September 9, 2020

Museum Kereta Api Ambarawa dan Jejak Sejarah Kereta Api




Salah satu koleksi Lokomotif Uap kuno yang dipamerkan di Museum Kereta Api Ambarawa (Dokpri)

Jika dibandingkan satu dekade yang lalu, ketika saya mengunjungi Museum Kereta Api Ambarawa, sekarang tempat ini sudah sangat banyak berbenah. Mengalami revitalisasi yang begitu mendetail selama beberapa tahun pada sekitar 2013 – 2015, sekarang salah satu tempat wisata di Ambarawa, Kabupaten Semarang ini tampak begitu cantik dan tertata rapi

Perjalanan saya sekeluarga ke Ambarawa cukup ditempuh setengah jam saja dari Ungaran. Sesampainya di pintu masuk utama, kami mendapatkan tiket parkir roda empat yang bertulis tarif Rp. 5.000,- yang harus dibayar ketika keluar nantinya. Tempat parkir yang dulu berada di dekat dengan kompleks stasiun kini berpindah di sebelah menempati tanah yang sangat lapang. Dari parkiran menuju ke loket karcis, pengunjung sudah disambut dengan deretan lokomotif uap koleksi yang kini kondisinya sangat terawat, lengkap dengan pelindung atap.

 

Fasilitas CTPS ketika masuk Museum 

“Silakan, Pak loketnya lewat sebelah sini”

Sapa petugas security dengan sopan menyambut kami selepas mencuci tangan di tempat CTPS (cuci tangan pakai sabun) yang disediakan di depan ruang loket.

“Maaf pak, kami cek suhu badannya dulu ya..”

sambung security tadi.

Tiket masuk untuk akhir pekan ini yaitu sepuluh ribu rupiah untuk dewasa dan lima ribu rupiah untuk anak anak. Konsep ruang loket pun dibangun dengan sangat modern hampir menyerupai lobi bioskop. Bahkan konsep pemeriksaan tiket pun sudah digital dengan menscan QR yang tercetak pada tiket terintegrasi dengan counter pintu masuk.

Setelah renovasi besar-besaran, tampak bahwa konsep museum ini sekarang sudah sangat matang. Ketika masuk kami menjumpai selasar panjang yang di temboknya ditampilkan informasi seputar sejarah perkeretaapian nasional, lengkap dengan infografis yang menarik, dan beberapa gambar timbul. Dari selasar tersebut kita juga bisa sekaligus melihat dan mengamati deretan lokomotif uap yang kini ditata rapi, lengkap dengan atap pelindung.

 

Setelah puas mencerna informasi tentang sejarah kereta api, kami lanjut mengunjungi inti dari musem ini. Adalah bangunan berarsitektur megah dengan detail bangunan khas era kolonial yang hingga kini masih sangat terawat. Tegel traso, dengan atap lengkung baja dan detail ornamen yang khas membuat kita menjadi terbawa suasana tempo dulu.

Saya sekilas teringat dengan sebuah cerita yang pernah saya baca dari sebuah buku tentang perjalanan seorang Belanda pada awal tahun 1900an yang mencatat kisah perjalanan dalam bukunya. Ia bercerita tentang perjalanan berkereta apinya dari Semarang pada suatu siang hari dan sampai di Stasiun Ambarawa pada sore harinya. Mengingat tidak adanya perjalanan kereta api pada malam hari, ia lalu memutuskan untuk menginap di sebuah hotel dekat dengan stasiun.

Pagi harinya, terpesonalah dia dengan keindahan alam Ambarawa yang bisa melihat gagahnya gunung Merbabu dan Telomoyo sembari mendengar desingan ketel uap yang sedang dipanaskan. Tanda bahwa kereta ke Jogjakarta akan segera berangkat.

 

Ia pun melanjutkan perjalanan kereta menanjak ke Bedono dengan lokomotif khusus bergerigi dan sampai di Jogjakarta menjelang sore harinya. Terbayang moda transportasi kereta saat itu masih sangat terbatas. Dengan hanya mengandalkan mesin uap berbahan bakar kayu dan kecepatan maksimal rata rata 35 – 40 Km / jam, adanya kereta api jelas sangat membantu mobilitas antar daerah.

**

Museum Kereta Api Ambarawa adalah salah satu saksi sejarah perkeretaapian nasional. Berawal dari tahun 1864 saat pemerintah kolonial mencanangkan pembangunan jalur kereta api dari Semarang menuju Tanggung, dan berlanjut pengembangan pada tahun – tahun berikutnya. Salah satunya adalah membuka koneksi Semarang – Jogjakarta dan membuka Stasiun Ambarawa pada Tahun 1873 dengan nama Stasiun Willem I. Ambarawa dianggap strategis oleh pemerintah kolonial karena merupakan persimpangan antara Solo – Semarang dan Jogjakarta. Selain itu, di Ambarawa saat itu juga telah terkonsep sebagai salah satu barak militer dengan Benteng Willem sehingga mobilitas pasukan ke Semarang dianggap lebih cepat menggunakan moda transportasi kereta api.

Bangunan stasiun kini digunakan sebagai kantor, dan tempat pamer beberapa koleksi, serta toilet VIP. Selain itu, di sebelah bangunan stasiun kini juga ditempat dua buah gerbong yang berfungsi sebagai klinik dan perpustakaan.

Sedikit ke arah selatan, dekat dengan rel menuju Bedono, ditempatkan beberapa bekas halte stasiun jaman dulu diantaranya adalah bekas Halte Cicayur dan Cikoya. Fasilitas mushola dan juga toilet yang bersih pun tersedia dekat dengan penempatan halte-halte tua tadi.

 

**

Selain menikmati suasana kuno stasiun, pengunjung sebenarnya juga dapat menikmati perjalanan dengan kereta tua menuju Bedono / Tuntang. Tetapi karena kondisi pandemi Covid 19, maka perjalanan kereta wisata ini untuk sementara ditiadakan. Sebagai gantinya, di lingkungan stasiun juga ada kereta wisata kecil yang bisa dimanfaatkan untuk berkeliling kompleks museum dengan membayar tiket Rp. 10.000,-.

Jika masih penasaran dengan suasana gerbong tua, pengunjung juga diperbolehkan untuk melilhat dan mengamati deretan koleksi gerbong tua yang berbahan kayu. Dengan jendela-jendela yang didesain lebar dengan mekanisme buka-tutup masih menggunakan kayu. Selain itu, juga ada sebuah gerbong yang istimewa yang boleh jadi pada masanya adalah sebuah gerbong eksekutif.

Pelataran Stasiun yang luas yang dulu digunakan sebagai area parkir kini disulap menjadi taman terbuka dengan pohon-pohon peneduh lengkap dengan tulisan besar Iam barawa yang dijadikan branding dan juga bisa digunakan sebagai latar belakang berfoto.

Puas berwisata di Museum Kereta Api Ambarawa, kami bersiap pulang melalui jalur keluar, dekat dengan turntable (meja putar) yang digunakan sebagai pemutar arah lokomotif. Jangan lupa sebelum keluar, cuci tangan dulu menggunakan sabun di tempat yang telah disediakan.

 

Jadi, buat kalian yang ingin berwisata meski dalam masa pandemi ini, dapat mengunjungi Museum Kereta Api Ambarawa yang buka setiap hari pukul 08.00 – 17.00 ini ya. Tentunya jangan lupa selalu mematuhi protokol kesehatan sebagaimana anjuran pemerintah.

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Lomba Blog "Wisata Kabupaten Semarang Di Era Kebiasaan Baru"


11 comments:

  1. baca tulisan ini jadi belajar sejarah kereta api d indonesia..

    ReplyDelete
  2. Ah iya, aku belum pernah main ke museum kereta yg ini. Bagus yaaa ternyata dalamnya. Sebagai penyuka kereta api harusnya dr dulu main ke sini, tapi sampai saat ini belum kesampaian. Semoga berikutnya bisa mampir deh,,,

    ReplyDelete
  3. Gapapa deh ga naik kereta, emang kondisi belum memungkinkan yaa. Foto=fotoan aja di gerbong kereta atau dengan latar kereta udah seneng banget kok.

    ReplyDelete
  4. Jalan-jalan ke Museum Kereta gini bagus digunakan sekaligus sebagai sarana edukasi tentang sejarah perkeretaapian kepada anak-anak ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul banget mbak. Paling cocok ngajak anak usia SD

      Delete
  5. Mas izin pinjam foto Kilometer 0 Boja.
    Saya sertakan sumber dari blog Hamin Anwar.
    Mohon balas komentar ini 🙏
    Terima kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Silakan mas maaf telat balas soalnya jarang buka dashbor blog

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...