Friday, June 14, 2019

Serba Serbi Mudik (2014-2019)



2014
Pertamakali mudik bareng Tika yaitu tahun 2014 saat itu ia belum jadi istri karena masih pacaran.  Saat itu mudik kami berawal dari Ungaran karena Tika sudah kerja di Ungaran. Kami naik Suzuki Smash 110 cc karena hanya itu kendaraan yang saya punya. Tepatnya waktu itu di hari terakhir Tika bekerja sampai sore dan sekitar jam lima sore kami baru bisa berangkat ke timur. Melewati Bawen Salatiga via Jalan Lingkar Salatiga (JLS). Sampai JLS sudah maghrib aja dan akhirnya kami mampir sekedar membatalkan puasa dengan beli minum serta sedikit camilan. Perjalanan pun dilanjutkan dengan tenggorokan yang sudah segar dan kami berhenti sebelum JLS berakhir untuk shalat maghrib di sebuah mushola.

Perjalanan berlanjut melalui Tingkir – Gemolong. Waktu itu jalan belum mulus masih banyak aspal rusak. Dan saat itu juga jalur ini lumayan ramai karena tol Salatiga – Solo belum ada. Sesampainya di Karanggede kami mampir untuk makan karena merasa sudah saatnya makan. Kami menepikan smash di depan sebuah rumah sakit dimana disitu ada beberapa warung makan. Kami pun memilih salah satunya. Lupa makan apa, tetapi yang pasti kami makan macam – macam. Ketika dihitung, dan ternyata ada yang terlewat yaitu tahu goreng, kata penjualnya malah dibilang itu bonus. Wkwkk..
Perjalanan saat itu termasuk salah satu perjalanan romantis saya dan Tika sebelum menikah. Karena sepanjang jalan dia bisa memeluk saya. Hehehe.. kami beristirahat sebentar di SPBU daerah Klego dan kemudian melanjutkan perjalanan. Istirahat selanjutnya yaitu di SPBU Ngrampal, Sragen sekedar untuk merenggangkan otot. Saat itu kami sampai di Ngawi sudah larut malam yaa.. kira-kira pukul setengah sebelas.

**
H-1 lebaran 2014 saya mudik sendiri dari Ngawi ke Magelang karena sehabis nganter Tika tadi. Kembali smash saya geber berangkat setelah dhuhur. Perjalanan saat itu saya kira lancar saja. Saya melewati kota-kota, Sragen Solo Klaten Jogja dan sampai di Muntilan menjelang maghrib. Saya ingat saya mampir beli es buah di dekat RSPD Muntilan.

H4, saya kembali mengendarai smash kembali ke Ngawi. (niat banget ya saya wkwkwk) ya intinya saat itu saya kembali ke Ngawi karena ingin lebaran disana dan sekaligus mengantar Tika kembali ke Ungaran bareng sama saya. Hehehe..

Saat itu saya iseng mengambil rute yang agak ekstrim yaitu melewati Blabak – Selo – Boyolali yang baru pertama itu saya coba. Wah mendebarkan sekali saudara-saudara. Pemandangan sangatlah hwelok tapi harus ekstra hati-hati.

Sepulangnya dari Ngawi, kami kembali berboncengan menuju Ungaran dengan Smash dan melewati rute mudik pertama kami yaitu lewat Gemolong. Saat itu, kami beristirahat shalat di sebuah masjid di Andong, dan beristirahat makan siang di daerah Suruh.

2015
Mudik pertama setelah menikah. Saat itu Tika tengah hamil, sesuai kesepakatan kami, mudik harus gantian, Magelang – Ngawi, Ngawi – Magelang dan seterusnya berawal dari 2015 itu. Jatah pertama adalah ke Magelang. Tika saya pesankan tiket travel Sumber Alam yang berangkat dari depan P2 PAUD Dikmas, Ungaran. Sementara itu, saya menggeber smash sendiri ke Muntilan. Ealah tak dinyana, Tika malah sampai duluan. Tak kirain bakalan macet tetapi ternyata enggak.

Perjalanan dari Magelang ke Ngawi saat itu, kami dibantu agen Arvis untuk menuju pinggir jalan raya (ia gantian memboncengkan kami berdua). Dari pinggir jalan raya batikan, kami naik bis Widodo Putro tanggung ke Terminal Magelang. Sedangkan dari Magelang kami naik bus Eka yang akan membawa kami langsung menuju ke Ngawi.

Bus Eka saat itu melaju cukup pelan karena traffic lebaran memang ramai. Selain itu, bus Eka juga tidak melayani penumpang Jogja, hanya langsung ke Solo karena via Cangkringan – Prambanan yaitu alternatif tanpa melalui kota Jogja. Jika tidak salah ingat kami berangkat sekitar pukul delapan, dan sampai di Ngawi menjelang pukul tiga sore. Kami turun di Rumah Makan Duta yang merupakan tempat istirahat Bus Eka, lalu dijemput Kakung (panggilan kepada mertua) dengan panther ijo yang saat itu njemputnya bareng sama Mumun, adik istri saya.

Ealah, ternyata ada sebuah masalah yaitu tas kami entah sengaja atau tidak, terbawa orang yang turun beberapa saat sebelum kami turun. Tas kami itu berisi beberapa baju, dan sandal. Akhirnya kami susul ke tempat turunnya penumpang tadi yaitu di Sidowayah namun menurut tukang becak yang ada, rombongan tadi ternyata dijemput sehingga kami kehilangan jejak. Ah yasudahlah..

2016
Mudik pertama bersama Dayu Anjani Anwar, anak saya. Alhamdulillah saat itu udah kebeli motuba yang memang saya sengaja agak paksakan demi si buah hati supaya aman dan nyaman kalau mau mudik mudik begini.

Mudik pertama, kami berangkat dari Ungaran pagi hari aja. Mudik yang repot ketika membawa bayi karena harus bawa berbagai macam peralatan. Tetapi tidak repot juga sih karena sekali lagi, saat itu udah kebeli motuba sedan kesayangan itu. Dari Ungaran kami mudik melalui jalan nasional Salatiga Solo. Sesampainya di Ngasem sebelum kota Solo, kami mengikuti petunjuk tol fungsional antara Solo (Ngemplak) hingga Sragen yang saat itu masih dalam proses pengerjaan dan dibuka sementara satu jalur. Saat itu kami sudah sangat senang karena bisa menjajal sebagian tol ini. Perjalanan dari tol Solo hingga Sragen hanya pelan pelan saja, masih banyak perlintasan warga dan kualitas beton juga baru lapisan sementara. Tapi sudah cukup membantu, lah.. Sepanjang Sragen dari Ngawi ini yang cukup padat. Tetapi seperti kebiasaannya, banyak rest area yang nyaman buat istirahat di daerah hutan Mantingan, meski kami juga belum pernah nyoba, sih.

**
Dari Ngawi kami ke Magelang. Berangkat dari Ngawi sekitar pukul sembilan pagi, dan kembali melewati tol fungsional Sragen – Solo (Ngemplak). Selepas pintu tol, kami menyusuri jalan kembali ke Ngasem dan saya beristirahat sebentar di sebuah minimarket. Ohya saat itu hari jumat sehingga saya harus segera jumatan di sebuah masjid tidak jauh dari minimarket tersebut.

Setelah jumatan, barulah perjalanan kami lanjut melalui reguler Kartasura – Klaten – Jogja. Terjadi penumpukan kendaraan kami harus sering berjalan pelan bahkan berhenti karena macet. Sempatkan shalat asar sebentar di sebuah masjid di Delanggu, mobil saya menyerempet papan petunjuk parkir. (karena belum mahir nyetir wkwkw).

Dayu saat itu usianya belum ada satu tahun sehingga masih rentan. Dan yang saya khawatirkan terjadi yaitu Dayu agak panas dan batuk. Sementara selama daerah Prambanan lalu lintas begitu padat dan sangat lama sekali untuk beranjak. Akhirnya saya putuskan memilih melalui Prambanan – Cangkringan – Tempel yang merupakan alternatif menghindari Jogja. Sampai di sebuah warung makan, kami makan sebentar dan kap mobil saya buka biar nggak panas. Maghrib-maghrib, kami baru sampai di daerah Turi. Kami maghriban sebentar di sebuah masjid dan Dayu yang baru bisa merangkak, cukup dihibur dengan melihat cicak. Hehehe.. setelah itu, kami sempatkan juga membelikan obat demam untuk Dayu karena sangat kasihan perjalanan luama pol dan kalau dia saat itu sudah bisa ngomong pasti udah protes. Mudik terlama sepanjang rekor saya ini akhirnya sampai rumah Muntilan menjelang jam sembilan malam.

Kembalinya ke Ungaran, kami memantau banyak traffic tersendat sehingga kami mlipar mlipir yaitu menghindari simpang Artos, menghindari Payaman Secang, dan tembus langsung ke Grabag. Alhamdulillah lancar.

2017
Mudik lagi! Mudik tahun 2017 adalah jatah mudik ke Magelang sekaligus pertama kalinya Dayu Anjani Anwar akan berlebaran pertama di Magelang. Kelihatannya tahun itu mudik kami tidak begitu berkesan alias biasa saja. Intinya saat itu perjalanan dari Ungaran ke Magelang lancar jaya, dan perjalanan dari Magelang ke Ngawi kami mulai pagi hari sekitar jam tujuh.

Nggak disangka, baru sampai di Tempel, traffic udah ramai aja. Yaudah akhirnya kami putuskan tidak lewat Jogja, tapi alternatif lagi via Turi – Pakem – Prambanan. Agak lancar sih.. tapi ramai. Sepanjang Klaten hingga Kartasura saat itu ramai lancar dan kami tidak bisa menjajal tol fungsional Kartasura – Ngawi karena saat itu sudah digunakan untuk arus balik. Jadinya kami lewat kota kota saja. Tetapi kabar baiknya, traffic tidak begitu menumpuk karena sudah terpecah dengan adanya tol fungsional tadi.

Perjalanan mudik itu, kami beristirahat makan bakso di daerah Masaran Sragen dan sepanjang Sragen hingga Ngawi, kepadatan lalu lintas biasa saja sehingga sore hari kami sudah sampai di Ngawi dengan selamat.

Perjalanan pulang ke Ungaran!
Sambil penasaran, kami menjajal trek tol yang dibuka sementara dari Gendingan (Ngawi) hingga Kartasura. Perjalanan yang menyenangkan karena itu pertama kalinya kami merasakan kecepatan perjalanan menggunakan jalan tol. Kalau biasanya Ngawi – Solo butuh dua jam, kini sampai Kartasura hanya satu jam saja. Tika malah saking senengnya sampe nyetatus di WA apa BBM ya waktu itu. BBM kayaknya wkwkwk.. intinya perjalanan arus balik saat itu lancar dan tiada gangguan. Tersendat saat masuk kota Boyolali dan sepanjang Boyolali hingga Salatiga perjalanan relatif padat merayap.

2018
Mudik tahun lalu, yang berawal dari pulang ke Ngawi terlebih dulu. Progres pembangunan tol Trans Jawa ruas Bawen Salatiga sudah selesai, Salatiga Solo fungsional, Solo Sragen berbayar dan Sragen Ngawi masih fungsional. Tahun 2018 adalah pertama kalinya kami bisa melewati tol dengan tanpa putus. Kami masuk melalui Salatiga, tetapi dari sana tidak bisa langsung menuju arah Solo. Akhirnya kami harus ke Bawen, keluar tol lalu masuk lagi. Hahaha.. kalau masuk dari Bawen, dari Salatiga ke Solo yang fungsional bisa buka dan ada gerbang sementara untuk ngetap kartu. Dari Salatiga, ada tanjakan Kalikenteng yang saat itu viral. Untung skill saya sudah bagus jadi tanjakan itu kami lahap dengan mudah saja. Sepanjang penglihatan, tol ini akan jadi salah satu tol yang sedikit naik turun dan pemandangannya lumayan bagus.

Perjalanan kami saat itu, kami terus menerus memanfaatkan tol ini hingga sampai di Ngawi. Sebuah perjalanan panjang yang sangat cepat dan tanpa macet. Alhamdulillah..

Dari Ngawi ke Magelang, entah karena apa, saya manteb aja pingin mencoba jalur Boyolali – Selo – Blabak (Magelang) saat itu kondisi motuba bisa dibilang tidak begitu fit karena air radiator suka berkurang sendiri meski sudah saya servis. Dan puncaknya adalah bagian waterpump protol di jalan sehingga kami harus menginap semalam (cerita lengkap bisa baca disini)

Lebaran di Magelang tidak begitu ada kasus berkesan. Hanya saja, ini pertamakalinya motuba saya ajak ke rumah pakdhe saya yang lokasinya ada di perbukitan pedalaman. Dan akhirnya sedan saya sampai gasruk sehingga radiatornya kebuka sedikit dan air nya ada sebagian tumpah. Tapi untunglah tidak terjadi apa-apa.

2019
Mudik tahun ini. Berawal dari perjalanan ke Magelang tanpa kendala, berlanjut nanjak ke rumah pakde tanpa kendala, dan berlanjut lagi perjalanan ke Ngawi via tol. Jika saya pikir pikir, kalau dari Magelang harus ke Jogja – Kartasura baru masuk tol, akan rugi waktu karena sering terjadi kemacetan di daerah Prambanan hingga Delanggu. Akhirnya saya putuskan perjalanan dari Muntilan pagi-pagi sekali langsung ke Salatiga (1,5 jam) termasuk istirahat dua kali makan dan buang air. Kemudian masuk tol Salatiga dan keluar di tol Ngawi membutuhkan waktu 1,5 jam juga sehingga total hanya tiga jam. Tapi... tolnya bayarnya mihil.. 119 ribu. Ya nggak papa deh kan dapet THR..

Ohya, cerita kembali dari Ngawi ke Ungaran sementara belum saya ceritakan karena kemarin saya pulang sendiri naik motor dari Ngawi setelah maghrib, sampai Ungaran jam setengah 11 malam. Besuk, Tika dan Dayu baru akan saya jemput weekend ini.

Read More..

Tuesday, May 28, 2019

Jalan Jalan ke Banyumas, 9-11 Agustus 2018


Hari Pertama # Kamis, 9 Agustus 2019

Kami berangkat pagi-pagi sekali. Malam masih gelap ketika saya membangunkan anak dan istri. Pagi buta ini, kami berangkat ke Stasiun Tawang, mengejar pemberangkatan kereta Kamandaka pukul 05.00.

Sesampainya di Stasiun, saya langsung mengeprint tiket yang sudah saya pesan beberapa waktu sebelumnya. Di sana juga ada semacam permainan anak yang ada di lobi stasiun. Dayu auto seneng deh, bisa mainan sebentar. 

Setelah masuk peron, saya seketika langsung shalat subuh dulu, mumpung masih diberi kesempatan oleh YMK. Dan akhirnya kereta pun datang. Betapa senang anak saya ingin berlibur naik kereta. 
 
Kereta berangkat sembari membelah malam membuka pagi. Matahari menyambut, terlihat di ufuk timur dalam perjalanan kereta ke barat. Bentuknya bundar oranye dan tampak indah nian. 

Kereta melaju kurang lebih 90 Km / jam. Setelah melewati Semarang – Kendal, sesekali Kamandaka melaju di bibir laut Jawa. Tepatnya di daerah Batang. Tampak pula pembangunan PLTU Ujungnegoro yang ada di sebelah kanan trek kereta, dan di kirinya adalah pembangunan Tol Trans Jawa. Pembangunan yang membanggakan.

Sesampainya di Tegal, ada ibu muda yang membawa bayinya naik dan duduk tepat di hadapan kami. Baguslah, saya jadi ada teman ngobrol. Eh maksudnya anak saya jadi ada teman buat mainan. Mereka bermain bus Tayo pada perjalanan menuju ke Purwokerto itu.

**
Turun di Purwokerto menjelang pukul 10 siang. Saya segera mengkontak agen rental motor yang telah saya pesan. Menunggu sekira sepuluh menit, motor datang. Sebuah honda beat dengan tarikan yang masih enteng karena merupakan varian baru. Lengkap dengan dua buah helm alakadarnya.

Haus dan lapar.

Tanpa mengikuti petunjuk arah dan hanya berdasar spekulasi saja, kami menuju ke tujuan perjalanan kami yang pertama, Es Brasil. Dari beberapa artikel yang pernah saya baca, kedai ini merupakan salah satu yang legendaris di Purwokerto. Begitu masuk, kami dihadapkan pada sebuah meja kaca prasmanan untuk makan. Selain itu, ada beberapa freezer box yang menyediakan aneka es Brasil.
 
Nyam nyam nyam.. kami pun makan dengan lahap, dan juga memilih beberapa varian es krim yang rasanya aduhaii.. nikmatnya.

**
Perut telah kenyang, dan tiba saatnya kami harus segera kembali mengambil langkah. Ohya, naik motor dengan bawaan banyak ini rasanya agak repot. Apalagi Dayu lagi seneng-senengnya naik motor di depan. Yaudah akhirnya dari Purwokerto kami memilih jalan alternatif melewati Unsoed, melewati Padamara dan tembus ke Purbalingga, sekitar 40 menit perjalanan.

Sampai di Kota Purbalingga, kami segera keluar kota lagi, tepatnya mendatangi obyek wisata Owabong. Tempat wisata yang pernah saya datangi 6 tahun silam.

Di Owabong, manajemennya bagus, parkiran mudah dan luas, dan tiket masuk juga terbilang normal, tidak mahal. Disana banyak penjaja pelampung hias untuk anak-anak. Dayu sampai rewel minta pelampung bebek dan bersyukur akhirnya saya bisa membelikannya seharga lima belas ribu.
 
Di Owabong, sebenarnya ada beberapa wahana untuk dewasa seperti seluncuran – seluncuran maupun flying fox, serta gokart. Tapi mengingat tema besar perjalanan saya kali ini adalah mengajak anak jalan-jalan, sehingga kami keceh keceh saja di Owabong. Airnya dingin, sehingga kami tidak terlalu lama di sana.

Hari semakin sore, langit semakin mendung. Kami pun pulang ke kota. Menuju penginapan yang sudah kami book melalui aplikasi online. Hotel baru, dekat alun-alun. Wisma Mulia namanya, bersih tempatnya, gampang parkirnya, dan ngapak logatnya.
 
**
Malamnya, kami datangi sebuah tempat makan yang gmaps-able. Dalam artian, review di google map sangat bagus sehingga kami sempatkan mendatanginya. Whats that? That is Nasi Goreng Flamboyan. Sebuah warung nasi goreng dengan model presentasi yang alamaakk.. cantiknyoo.. Porsi yang menggugah selera. Dan citarasa yang lumayan. Harga? Tidak mahal. Saking banyaknya porsi, Tika malah nggak habis.
 
Yasudah, malam itu kami sudah terlampau capek sehingga kami rasa kami harus segera pulang untuk beristirahat.

#Hari Kedua, Jumat 10 Agustus 2018

Selamat Pagi Kota Purbalingga, Kota Perwira. Sementara istri saya masih malas-malasan, saya ajak Dayu keliling kota untuk melihat lihat. Kami jalan jalan ke Patung Knalpot, alun-alun, taman kota, bahkan sampai Terminal Purbalingga, dan juga Gor Goentoer Darjono. Jalan jalan kami kira kira berlangsung hampir satu jam, sudah termasuk mencari sarapan yang diinginkan Dayu, bubur ayam.

Sementara itu, di hotel, ada menu sarapan gratis berupa nasi gudeg dan teh hangat. Citarasa yang nikmat di kota orang.
 
Menjelang siang, kami check out, dan langsung menuju ke Purbasari Pancuran Mas. Rencananya saya ingin ke Taman Reptil, tetapi dari informasi gmaps, tempat tersebut kini kurang terawat, sehingga kami putuskan ke aquarium raksasa saja. 
 
Disana, tempat tergolong sepi karena bukan weekend dan bukan peak season. Kami jalan jalan dengan leluasa melihat koleksi perikanan dengan khazanah yang sangat kaya itu.
 
Bertemu juga kami dengan spesies ikan raksasa, Arapaima yang dari amazone itu. besarnya gila deh, besar banget. Sampai bergidik melihatnya.
 
Tempat wisata ini lumayan luas, mamen. Sehingga kami juga sampai capek jalan-jalannya. Tapi ada pengobat capek sementara yaitu terapi ikan. Geli geli di gigitin ikan ini sembari menunggu jam untuk beranjak lanjut jalan.
 
**
Karena ini hari Jumat, maka kami segera kembali ke Purwokerto supaya bisa jumatan di sana. Setali tiga uang, sekali mendayuh ke Baturraden, kami mampir di the village Purwokerto. Sebuah tempat wisata baru yang keren banget. Anak muda, OK, anak anak OK, dewasa boleh juga. Ada tempat-tempat foto yang bagus, ada indoor playground, ada taman taman, dan ada beberapa koleksi hewan juga. Completely, devoid of lust, desire, and form. Kalau kata buku LKS jaman SMP saya.




Sembari menunggu Dayu bermain di playground, saya tinggal deh keluar sebentar Jumatan setelah ijin ke pos kasir. Supaya nanti bisa masuk lagi, gitu.




Puas bermain di The Village, hari menjelang sore, kami segera naik ke atas dan kami disasarkan oleh aplikasi Gmaps untuk menuju tempat penginapan. Karena yang seharusnya tidak ada jalan, oleh gmaps ditunjukkan sebuah jalan. Ealaah.. dan akhirnya setelah Gunakan penduduk setempat, kami bisa sampai di Surya Resort Baturaden. Sebuah tempat yang sangat nyaman, segar, hijau, eksotis dan romantis. Di lereng selatan gunung Slamet, agak jauh dari mainspot Baturraden. Nggak papa yang penting nyaman.
 
Hotel ini terdiri dari cottage-cottage semacam vila, dan dua buah gedung kamar-kamar untuk hotelnya. Lihat foto ini, sehingga bisa kebayang segarnya bisa nginep disini.
 
Malam itu, kami bingung mau kemana karena sedari sore hujan deras. Tempatnya sepi pula, dan juga menu makanan dari hotel lumayan menguras kantong, daftar harganya. Akhirnya menjelang maghrib sembari gerimis mengundang, saya pergi untuk mencari sesuap nasi. Kami beli mie goreng, mie rebus dan tak lupa menu lokal setempat, gorengan. Air panas juga, untuk membuat susu Dayu. Hehehe..

Malam ini kami capek, sehingga tidak sampai larut kami langsung tepar aja, dingin meski tanpa AC.

#Hari Ketiga, Sabtu 11 Agustus 2018
Terdengar dari luar kamar, sahut sahutan penjaja makanan minuman datang menawarkan kepada tamu hotel. Ada penjual bunga, ada penjual kopi, ada penjual gorengan. Saya pun memesan susu jahe karena dari hotel saya ada free satu minuman kopi. Sementara itu, Dayu saya ajak jalan jalan melihatlihat sekeliling hotel yang indah ini. Benar benar fresh dan nyaman!




Kami tidak bisa lama-lama karena nanti siang kami harus pulang ke Semarang. Maka kami segera plesiran pagi pagi ke Baturraden yang masih sepi, menyempatkan sarapan dan beli kaosnya Dayu, setelah itu jam 9 kami segera turun ke Purwokerto. Mampir beli getuk goreng di pinggir jalan. Lengkap sudah bawaan kami. Tas baju, bertiga di motor, bawa oleh oleh.

Etapi, istri saya masih teringat segarnya Es Brasil, untuk itu sebelum ke Stasiun, kami mampir lagi deh beli beberapa potong Es Brasil yang akhirnya kami makan di kereta.
  
 
Kereta berangkat pukul 10.00 dan sampai di Semarang sekira pukul dua siang. Dari sana, kami segera melanjutkan langkah kembali ke Ungaran dengan motuba yang sudah parkir beberapa hari di stasiun.
 
Sampai jumpa di trip selanjutnya

Read More..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...