Desember, tidak seperti desember desember tahun sebelumnya yang mana saya bisa santai dan mempersiapkan liburan tahun baru, tahun 2012 ini yang katanya hampir kiamat ini, saya mulai disibukkan dengan aktivitas dan profesi saya sebagai bendahara kantor kelurahan. What? Nggak nyambung banget kan sama background saya yang belajar tentang bagaimana membuat Local Area Network, ataupun belajar tentang bagaimana konfigurasi urutan warna kabel pada kabel UTP.
Dan mari kita sejenak melupakan itu karena sekarang saya harus rajin rajin membuka DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) merampungkan SPP - SPM (Surat Perintah Pencairan- Surat Perintah Membayar), GU (Ganti Uang), dan tetek mbengeknya yang dideadline harus selesai tanggal 10 Desember! Selain itu, kontrol persediaan barang yang selama ini tidak pernah dilaksanakan juga menjadi beban pemikiran saya karena harus membuatnya sejak Januari sampai Desember. Belum lagi laporan pajak per bulan yang sebenernya saya belum pernah di ajari dan selalu kurang waktu untuk mengurusnya.
Saya juga mendapat ancaman macam macam apabila penatausahaan itu tidak selesai maka jangan heran apabila nantinya BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menemukan hal hal yang mencurigakan dan dianggap tidak tertib administrasi.
Di sana sini, SKPD ataupun intansi pemerintah yang lain pasti kebingunan kaitannya dengan SPJ alias Surat Pertanggung Jawaban. SPJ tersebut harus dibuat sesuai dengan perencanaan yang telah dituangkan dalam DPA. Namun, tidak jarang program dan kegiatan yang ada dalam DPA tidak semua bisa di realisasikan. Dan karena pada prinsipnya, instansi pemerintah harus mampu menyerap anggaran, maka yang terjadi adalah memaksakan SPJ untuk mengejar penyerapan anggaran.
Nah, pertentangan dimulai dari sini. SPJ yang dipaksakan itu erat kaitannya dengan integritas pegawai. Dan banyak hal yang melatarbelakangi kejadian ini. Yang pertama adalah karena mencari aman dari pemeriksaan BPK. Hal yang aman tersebut adalah apabila di akhir tahun kas menunjukkan nilai 0 maka hal itu adalah bukti bahwa intansi mampu menyerap anggaran. Yang kedua adalah adanya kepentingan konsumtif dari pegawai. Sudah menjadi rahasia umum bahwa program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD, tidak 100 % tertuju pada pelayanan kepada masyarakat. Anggaran pemerintah tersebut tidak jarang walaupun hanya sedikit masuk ke kantong para pegawai. Hal ini sepertinya sudah menjadi kewajaran. Namun bagi saya hal itu tidak wajar. Karena selain menimbulkan beban moral, juga uang kerja yang di dapat itu tidak halal. Bagaimana nanti istri anak saya kalau dikasih uang seperti itu??
Sekarang, kenapa semua itu terjadi dan dilaksanakan tanpa ada evaluasi? Evaluasi sebenarnya ada. Namun karena berbagai kepentingan yang mungkin terjadi di kalangan pejabat atas, sebenarnya cara yang efektif ini pantas untuk diadakan revisi. Revisi yang bisa dilakukan adalah dengan merasionalkan perencanaan penggunaan anggaran. Di mulai dari Musrenkel, harus benar benar mewakili suara masyarakat karena hakikat pemerintah sebenarnya adalah melayani masyarakat dan pembangunan umum. Kemudian, penganggaran juga harus transparan. (saya salut sama Pak Jokowi yang mau bikin poster APBD 2013)
Hoahhh.... apapun itu. Ini hanyalah sebagian dari uneg uneg saya saja..
No comments:
Post a Comment