Saya mengenalnya secara tidak sengaja. Dia tiba tiba
datang dan saya jatuh cinta setelah kejadian hebat itu. Tidak butuh waktu yang
terlalu lama untuk bertele tele, bercandaan, dan apapun itu tiba tiba saja kami
sudah merasa berpacaran.
Waktu berjalan begitu baik. Awal awal dia mulai
terlihat santai. Hal yang aneh untuk saya waktu itu. Dia konsisten tapi over
fleksibel. Saya waktu itu hanya berfikir kalau saya harus sabar menghadapinya.
Hari hari berlangsung begitu cantik, indah dan wangi
sewangi aroma tubuhnya yang tidak pernah bisa saya lupa untuk beberapa bulan
terakhir ini. Hingga saya merasa selalu kangen aroma parfum itu dan akhirnya berhasil
menyimpulkan merk parfum itu. Saya benar benar mencintainya. Sungguh! Saya bisa
merasakan cara dia mencintai saya dengan kata kata datarnya, dengan sms sms
logisnya, dengan perbuatannya yang sangat masuk akal. Namun, setiap kebersamaan
kami, meski saya harus lebih fight dan berperan sebagai lelaki sejati, saya
benar benar bisa merasakan dan mendapatkan apapun dari dia secara tulus. Murni.
Saya tidak pernah menjumpai bahan bercandaan antara kami yang cocok untuk saya
kecuali hanya sedikit saja. Tapi saya tetap saja tidak bisa memakai alasan itu
untuk merasa tidak nyaman.
Bagi saya waktu itu, saya pikir saya sedang berada
bersama orang yang baru yang jelas jelas berbeda dengan pacar – pacar saya yang
lain waktu dulu. Saya tidak begitu bisa memahami tingkah lakunya. Tapi cukup
merasa bahwa dia memang untuk saya.
Sampai suatu saat terjadi hal yang mengawali ini
semua. Saya tahu alasan dia mencoba mulai membiasakan diri dengan saya karena
orang tua saya tidak bisa menerimanya. Jangan tanyakan kenapa orang tua saya
tidak bisa menerimanya. Ini murni hasil kesalahan saya. Saya mulai merasa sikap
dia yang semakin kabur, semakin datar, semakin lugas, apa adanya, dan saya
bosan! Ya tentu saja saya bosan diperlakukan seperti itu. Ibarat sebuah proyek,
saya merasa dia mulai menyobek Dokumen Jaminan Garansi untuk sebuah hubungan
ini.
Saya mulai bertingkah untuk melakukan apa yang saya ingin
dan apa yang saya mau asal saya senang, asal saya bahagia. Saya tahu dia tidak
mungkin bisa menerima apa perbuatan saya ini. Tapi yang ada di pikiran saya
waktu itu ini hanyalah sementara. Dan benar saja. Dia benar benar
mengekspresikan kekecewaannya dengan jatuh sakit, menangis, dan itu buat saya
merupakan tanda cinta yang saya tunggu. Dimana air matanya adalah cintanya yang
bener bener tulus.
Apapun yang sudah terjadi, saya pasrah. Saya menghargai
apapun keputusannya tetapi saya berjanji akan menjadi lebih baik. Saya pasti
bisa!
Agustus , September, dua bulan yang penuh dengan
perjuangan. Saya mesti sering sering kecewa karena sikap logisnya yang makin
datar makin hari. Dia lebih mementingkan urusan urusan pribadinya dibanding
urusan bersama saya. Buat saya itu menyakitkan. Tapi saya tetap bersabar. Saya lakukan
apapun untuk dia karena saya benar benar tidak bisa untuk kehilangan dia. Saya terima
apapun kelakuan dia terhadap saya yang akhirnya saya benar benar merasa
terpojok dan down. Saya ungkapkan kekecewaan ini. Saya tahu kekecewaan saya
sekarang ini karena hasil perbuatan saya waktu itu. Tapi apakah harus sampai
seperti ini? Buat saya itu wajar, tapi tidak berperasaan.
Hasilnya apa? Hasilnya, dia mulai bisa meminta maaf
kepada saya dan hubungan kami membaik sejak saat itu. Tapi itu hanya sekejap
saja. Dia tetap saja seperti sebelumnya hingga akhirnya saya benar benar muak
dan kembali mengungkapkan perasaan kecewa yang sangat sangat ini. Saya masih
ingat moment emosional itu. Betapa rasionya dia kalah sama emosinya. Air matanya
mengucur deras tepat didepan saya. Saya bener bener merasa itulah hatinya yang
sebenarnya. Hati yang tidak ingin dikecewakan.
Setelah itu, situasi menguntungkan saya. Dia benar
benar bisa berubah. Dan saya tidak tau kenapa saat itu terlalu menuntutnya ini
itu. Saya rasa, dia memang tidak pandai memainkan emosi saya. Hal yang
sebenarnya sangat saya harapkan. Kontak kontak kami melalui telepon ataupun sms
hanya berisi hal hal rutinitas yang biasa, datar, dan masuk akal. Tidak ada
taste sama sekali. Saya merasa itu sudah cukup. Saya memendam itu semua untuk sekian waktu yang cukup lama hingga sayapun terpaksa jatuh sakit selama 2 minggu dan berat badan saya turun 7 kilogram.
Apakah ini memang perbedaan kami yang begitu
mendasar atau apa, nyatanya kami tetap saja sering berantem. Dan.. saya tidak
lagi bisa menjadi orang yang terlalu sabar. Saya lelah untuk menunggunya
berubah. Dia juga lelah menunggu saya berubah.
Akhirnya dengan pikiran logis saya, saya putuskan
untuk berteman saja sama dia. Buat saya itu berat tapi memang harusnya seperti
ini.
Kesimpulan :
-
Saya ekstrovert, dan dia introvert.
-
Dalam situasi terpuruk, saya butuh
banyak teman untuk recharge.
-
Dalam situasi terpuruk, dia butuh saat
saat untuk sendiri
-
Saya senang berada dalam keramaian,
kesenangan, dan kebahagiaan
-
Dia senang berada dalam sesuatu yang
serius, njlimet, dan logis
-
Saya merasa nyaman saat bersamanya
-
Dia merasa nyaman saat bersama keluarga
atau kerabat kerabatnya
-
Saya sering bercandaan dengan hal hal
yang fresh dan dia menanggapinya dengan datar
-
Dia tidak begitu suka bercanda. Ini ya
ini, itu ya itu. Cukup. Jelas. Sudah
-
Saya tidak konsisten dalam hal hal
besar, tapi sangat sangat konsisten dalam hal hal kecil
-
Dia konsisten dalam hal besar, tapi over
fleksibel dalam hal hal kecil
-
Memaaafkan kesalahan adalah sesuatu yang
mudah bagi saya
-
Memaaafkan kesalahan adalah sesuatu yang
luar biasa sulit bagi dia
-
Dia menginginkan saya menjadi orang
introvert
-
Saya menginginkan dia menjadi orang
ekstrovert
-
Dua item terakhir sangat sulit dicari
solusinya. Padahal itu dasar perbedaan kami.
-
Saya yakin kami sebetulnya bisa
menjembatani itu, tetapi itu semua berawal dari kesalahan saya sehingga saya
saat ini harus menerimanya dengan lapang dada.
Mesti golongan darahnya AB ya?
ReplyDelete@ mas Nahdhi : lho emang ada hubungannya ya mas? setau saya dia B, saya A..
ReplyDeletegimana? hehehe
saya dan juga pacar saya sama-sama introvert..
ReplyDeletePersamaan karakter membuat kami saling diam saat duduk bersama ? Ini jauh lebii sulit dibandinhkan dengan anda.
Karena, salah satu dari anda dapat menghidupkan suasana saat bersama.
Sebetulnya menurut saya kalau sama sama introvert malah lebih baik. Karena di dalam kediaman anda berdua, itulah keseriusan kalian. Saya banyak omong, banyak bercandaan, banyak menuntut, memang suasana menjadi hidup. tapi itu suatu kesalahan jika saya lakukan terhadap orang introvert. Menghadapi orang introvert harus sabar dan berfikir logis. Jangan harap bisa terlalu banyak bersenang2 dan bercandaan berdua.
ReplyDeleteSaran saya ya nikmati saja hubungan itu. Keseriusan itu lebih penting daripada kesenangan yang sifatnya hanya sementara. Yang paling penting lagi, komunikasikan jika salah satu pihak ada yang merasa mengganjal..
semoga lancar..
terimakasih atas kunjungannya
Saya orang yang ekstrovert dan pacar saya (cowo) introvert. Yaa jujur saya juga mengalami hal yg sama persis kaya anda.
ReplyDeleteMantan saya dulu seorang ekstrovert dan kami sangat akrab. Semenjak saya pacaran sma org introvert saya jadi butuh banyak adaptasi sama dia.
Pertengkaran jg sama,sering terjadi. Bahkan sampe sekarang saya bingung harus gimana.
Yaaa intinya disini saya cuma bisa sabar aja.
Yang sabar ya bosss
DeleteMas, ceritanya hampir mirip dg yg saya alami 😢
ReplyDeleteyang sabar ya bos.. :D
DeleteSaama
ReplyDeleteHehehe
DeleteMantan sy pun ekstrovert sy introvert..memang ngak bisa serasi..sudah try banyak kali..tapi tetap aja ngak bisa..lalu putus..aja solusinya..sy juga gak bisa berubah jadi seorang ekstrovert..bolehnya jadi diri sendiri..smpi sekarang masih lagi gak ketemu..cowok yang cocok.. Gak tau salah diri ka apa..emang dilahirkan kayak gini introvert.. T_T
ReplyDeletecup cup..
Delete