Perjalanan
Menjelang siang ini, masih di bulan
puasa, saya dan Tika bermaksud jalan – jalan. Ya, sudah sejak kemarin sore saya
berada di Ngawi dan untuk kedua kalinya, kami berjalan jalan ke Madiun, kota
terbesar di eks. Karesidenan Madiun. Memang, menurut beberapa referensi di
internet, tidak banyak tempat wisata yang dapat kami kunjungi di Kota Gadis
itu. Sementara cuaca diluar lumayan akrab, mio soul merah itu segera mengantar
kami melewati hamparan jalan jalan berlubang yang merupakan alternatif Paron –
Geneng. Sepanjang perjalanan pun dihiasi dengan canda dan tawa – halaah!
*Ngetiknya sambil ketawa*
Kurang dari satu jam kemudian kami telah
sampai di Kota Madiun. Saya hanya berdasar spekulasi saja bahwa tempat yang
kami putuskan untuk kunjungi – Monumen Kresek, berada di sebelah tenggara kota.
Masuk Kota, saya asal saja mengambil jalan serong melewati sebuah jalan dengan
tanggul sungai di sebelah kanan. Di sepanjang tanggul yang kurang lebih satu
kilometer ini terpampang iklan salah satu operator seluler berwarna merah. Hehe
Tidak jauh sebelum kami menemukan
perempatan dengan patung ibu ibu, saya menemukan bangunan tua. Rupa rupanya,
kawasan situ memang kawasan bangunan lama. Juga berdiri megah di sebelah sana
sekolah Yayasan Bernardus dengan menara gereja yang kokoh.
Kami pun juga melewati Kodim, dan Taman
Makam Pahlawan lalu kemudian tiba tiba kami sampai di Jl. Imam Bonjol. Klik
klik browsing sambil istirahat karena merasa tersesat, kamipun memutuskan untuk
lurus menuju daerah kecamatan Wungu. Benar juga. Tiga menit kemudian kami sudah
sampai di ujung kota dan menemukan SMP N 2 Wungu. Tapi rasa rasanya kami
tersesat (lagi) sehingga bertanya kepada seorang bapak bapak. Berdasar
informasinya, kami harus sedikit memutar melewati tanjakan dan turunan untuk
kemudian belok kiri pada pertigaan kedua (hahaha. Bingung) untuk menuju ke
Dungus.
Yup akhirnya kami sampai juga di Jl.
Raya Dungus. Siang ini matahari tepat berada diatas helm sementara kami masih
‘males malesan’ untuk menuju tempat wisata yang menurut saya lokasinya sudah
hampir sampai ini. Sampai di Pasar Dungus, kami masih tidak memperoleh rambu
rambu petunjuk (bahkan sejak kami dari Kota Madiun). Akhirnya bablas melintasi
hutan karet dan masuk ke Kecamatan Pare! Nahlo!
Kami rupanya sadar kalo kesasar lagi dan
berdasarkan informasi mas mas disitu, kami mesti balik lagi barang 5 kilometer
lalu belok kiri. Yaaa pantesan aja
kesasar. Papan petunjuk aja nggak ada? Koreksi nih untuk Pemerintah
Kabupaten Madiun khususnya Dinas Pariwisatanya. ;)
Ternyata kami harus masuk gang di
sebelah Pos Polisi Dungus dan tidak jauh dari situ kami pun sampai di Monumen
Kresek! Yeaaay!
Monumen Peristiwa Madiun -
Kresek
Monumen di lereng Gunung Wilis ini
ternyata tidak ada sistem tiket masuknya. Kami tinggal memarkir sepeda motor
dan langsung masuk ke area Monumen. Kami masuk tidak melalui pintu utama dengna
gapura khas Jawa Timuran itu,
Gapura khas Jawa Timuran |
tetapi langsung menuju monumen dengan patung
korban dengan tulisan nama nama di belakangnya. Salah satunya adalah Kolonel
Marhadi yang kini namanya digunakan sebagai salah satu nama Jalan Protokol di
Kota Madiun dan patungnya berdiri tegap di Alun Alun Kota. Suasana siang ini
tidak begitu ramai, hanya terlihat beberapa pasangan anak alay muda yang
berpacaran dan beberapa mobil plat luar kota yang sepertinya singgah dalam
rangka mudik.
Selain taman yang hijau, kawasan dengan
luasan kira kira tiga hektar ini juga dilengkapi dengan pendopo, toilet, dan
patung utama yang ada di ketinggian. Kami harus menapaki beberapa anak tangga untuk
sampai di atas. Patung utama menggambarkan keganasan seorang PKI yang sedang
mengayunkan pedang ke orang lemah yang sedang berlutut dibawahnya. Dibelakangnya
terdapat pahatan tulisan yang kurang lebih bunyinya seperti ini
“Monumen keganasan PKI ini kita persembahkan
untuk generasi muda untuk mengingatkan kepada kebrutalan dan kekejaman musuh
musuh pancasila dan perjuangan bangsa. Lanjutkan dan pertahankan Pancasila dan
UUD 1945. Kresek, 10 Juni 1991, Gubernur Jawa Timur, SOELARSO”
Suasana dari ketinggian |
Peristiwa Madiun sendiri adalah
peristiwa disaat tahun 1948, pada waktu itu Muso seorang pemimpin komunis yang
pulang dari Uni Sovyet, yang bermaksud mengadakan kudeta terhadap kekuasaan
Presiden Soekarno. Melalui serangkaian kegiatan itu, Muso menyiarkan melalui
radio lokal perihal berdirinya Republik Sovyet Indonesia. Pada saat yang sama
pula, pendukung Muso melakukan penculikan dan pembunuhan secara membabi buta
terhadap masyarakat yang menentang pendapatnya. Tempat pembunuhan dan
penyiksaan besar besaran ini dipercaya dilakukan di Desa Kresek Kecamatan Wungu
ini. Masih berdasarkan cerita yang pernah saya baca, salah satu korbannya
adalah Gubernur Suryo yang sedang dalam mobil berada di Jl. Raya Kedunggalar
daerah Mantingan Ngawi dimana mobil yang dikendarainya disetop paksa dan sang
Gubernur dan beberapa pengikutnya dibantai lalu jenazahnya dibuang di hutan
sekitar situ. Tempat itu saat ini berdiri Monumen Suryo yang ada di Jl. Raya
Ngawi – Solo tepatnya di Kedunggalar. Serangkaian peristiwa tersebut membuat
Bung Karno geram sehingga sampai beliau mengeluarkan pernyataan : apakah rakyat
mau mengikuti Muso atau mengikuti Soekarno Hatta? Ternata masyarakat banyak
yang mendukung Soekarno Hatta sehingga memerintahkan Gatot Subroto untuk
menghadapi upaya kudeta tersebut. Akhirnya pemberontakan dapat dipadamkan dan
Muso yang melarikan diri ke Ponorogo juga berhasil tertangkap dan ditembak
mati.
Kami juga tidak berlama lama disana.
Setelah turun dan mengambil motor di parkiran, kami segera melanjutkan
perjalanan karena jadwal kami setelah ini harus balik ke kota Madiun untuk
menonton film.
No comments:
Post a Comment