Hutan Penggaron 2016 |
Intro : artikel ini sedianya saya kirimkan ke rubrik otomojok tetapi karena belum rejekinya, maka saya posting disini saja..
Charade merah keluaran akhir tahun 70-an milik pak lurah akhirnya dipensiunkan. Mobil yang bodynya diberi sticker mirip mobil nascar tersebut akhirnya harus rela tergantikan oleh kehadiran si mobil baru. Sebuah sedan dari pabrikan Honda yang keren pada masanya, Civic Wonder yang lima tahun lebih muda.
Charade merah keluaran akhir tahun 70-an milik pak lurah akhirnya dipensiunkan. Mobil yang bodynya diberi sticker mirip mobil nascar tersebut akhirnya harus rela tergantikan oleh kehadiran si mobil baru. Sebuah sedan dari pabrikan Honda yang keren pada masanya, Civic Wonder yang lima tahun lebih muda.
Tidak lama kemudian, terbersit pikiran untuk menyaingi pak lurah. Sebenarnya bukan itu maksud saya, tapi tempo hari itu saya benar-benar merasa sudah butuh kendaraan. Anak saya sudah lahir. Masak iya, harus saya ajak naik motor Semarang – Ngawi PP. Kalaupun bisa ngebis, tapi repot juga bawaannya. Harus bawa baju-baju ganti, bak mandi, dan tentu mamahnya bayi. Kalau cuma bawa mamahnya tapi bayinya ditinggal, sih mending ngebis aja.
Setelah
menyepi dan bertapa di pucuk gunung halimun, akhirnya saya mantapkan sebuah
pilihan untuk membeli tandingan si Civic. Sebagaimana kita ketahui bersama,
sejak Civic di lahirkan, ia terus disaingi dan dibayangi oleh pabrikan Toyota
yang bernama Corolla. Sama-sama mengusung model sedan, mobil ini adalah sedan
kelas menengah yang tercatat sangat laris di pasaran – bahkan hingga kini.
Pak
Lurah bukan sembarang lurah. Di samping menjadi bos di kantor saya, ia juga
gemar mengotak-atik mesin mobil. Tidak hanya mesinnya, ding. Wong bodynya aja ia betulin sendiri. Bemper plastik ia ganti
bemper plat besi, kemudian cat pun ia cat sendiri. Knalpot Civicnya pun tak
luput dari tangan kreatif pak lurah. Dibikin ngebrong ala racing. Jadi kedengeran
jika ada suara knalpot ngebrong, berarti pak lurah sudah hampir sampai kantor,
atau jika pak lurah sudah kondur, pasti kedengeran bleyerannya. Jian syahdu
tenan..
Meski
usianya sudah mendekati 6 dekade, tetapi jiwa pak lurah jelas masih muda. Lha
wong teman saya aja melihat gaya rambutnya, memanggil pak lurah dengan
panggilan tukang kendang, kok. Pantas memang ia jika disandingkan dengan Cak
Met, pemain kendang sekaligus bos New Pallapa itu. Hal ini semakin diperkuat
dengan adanya ruang karaoke yang ada di kantor saya. Yang merancang dan yang
menggunakan ya pak lurah, dan sesekali saya.
Corolla
saya lahir tahun 86 alias tiga tahun lebih muda dari saya. Ia tahu saja jika
saya tidak memiliki mas atau mbak kandung. Jadi ia saya anggap sebagai mas saya
sendiri. Awal kehadirannya di tengah kehidupan saya, ia mengajarkan saya
bagaimana mengemudikan mobil yang steering by power alias dengan kekuatan
tangan. Pertama memarkir di depan rumah, ia memaksa saya keringetan karena
selama 15 menit, saya belum bisa memarkir dengan cantik. Mencong kiri, mencong
kanan, nubruk pot tetangga dan lain sebagainya.
Begitupun
awal-awal bersamanya, ia pernah tertarik untuk mencium bokong bis Semarang –
Solo.
“Grooook”
Mungkin
ia memang sudah menyatu dengan jiwa saya yang suka akan keindahan bokong wanita..
Akhirnya
monyongnya lecet lecet parah. Ah yowes ben, wong mobil murah kok. Hanya 20 juta
belinya.
20
Juta itu ya duit. Tepatnya duit utang.
**
Suatu pagi di Pati |
Suatu
hari di perjalanan dari Ngawi menuju Semarang, AC nya mati. Panas sekali pemirsa.
Setelah itu dilanjutkan lagi dengan menyalanya indikator aki sebagai tanda
bahwa pengisian akinya tidak jalan. Sebagai ahli IT, saya lalu menepi,
mematikan mesin mobil, lalu menyalakan lagi. Seperti merestart komputer, Corolla
pun hidup kembali normal. Tapi tidak lama. Ternyata kerusakan ada di carbon brush alternator yang sudah aus,
minta ganti. Murah kok hanya 50 ribu saja.
Suatu
hari yang lain, saya menginjak lubang yang cukup dalam di hutan Mantingan. Di sana
tiba-tiba suara mesin mobil menjadi ngebrong. Mirip lah sama suara knalpot
Civicnya pak lurah. Saya menepi, membuka kap mobil, mengendap-endap melihat
bagian bawah mesin, dan akhirnya saya sadar kalau saya tidak mudeng tentang
mesin mobil. Mampirlah saya di sebuah bengkel di Sragentina sana. Tetapi toh
sama saja. Ia tidak tahu darimana suara aneh berasal, mungkin ia mengira saya memang
sengaja membuat knalpot ngebrong.
Owalah
ternyata penyebabnya adalah knalpot saya ambrol. Bolong. Ini saya ketahui saat
sampai rumah dan mobil saya cuci. Yo pantes aja suaranya garang. Keesokan
harinya saya bawa ke kantor untuk saya pamerkan sebagai tandingan suara mesin
mobil pak Lurah. Ia pun tertawa saja, alih alih memberi uang saya untuk ganti
knalpot.
Yang
terbaru ini, Corolla saya sangat-sangat boros. Perjalanan Ungaran Semarang PP
yang hanya sekitar 60 Km butuh pertalite 100 ribu. Ternyata, penyebabnya adalah
platina yang sudah jelek. Sudah tidak bisa di stel lagi. Harus ganti, harganya
lima ribu lebih mahal dari carbon brush
yang tadi.
Selain
itu, perawatan Corolla saya tidaklah repot repot amat. Paling ganti olie 4000
Km sekali, tune up sekitar 2000 Km
sekali. Dengan begitu, kami sekeluarga sudah bisa jalan-jalan kemana ingin
pergi. Eh ada satu lagi, ding. Yaitu kalau mobil saya parkir, akinya selalu saya
lepas karena ada kelistrikan yang konslet. Kalau tidak dilepas, baru dua hari
mobil diam aki sudah ngadat minta disetrum. Kok ndak dibenerin? Ra duwe duit je..
Begitulah
suka duka menandingi pak lurah. Daripada beli Nmax hayoo, harganya paling murah
24 juta tapi kepanasan dan kehujanan. Ha mbok mending beli Corolla, masih turah
4 juta, tur di sawang wes ndhemes..
tulisan nya bagus mas......salut
ReplyDeleteMakasih apresiasinya,
ReplyDeletesalam