Tulisan ini adalah sub laporan Lost In Ngawi
Alarm hape saya kembali berbunyi dan waktu menunjukkan pukul 15.30 sore. Kami buru – buru mandi dan bersiap untuk wisata kedua kami. Sore ini, kami hendak mengunjungi Benteng Pendem Van den Bosch yang menurut referensi di internet terletak di Kelurahan Pelem, tepatnya di pojok timur laut Kota Ngawi. Cuaca begitu mendukung. Langit biru dengan beberapa awan tipis seakan menyambut kedatangan kami dengan ramahnya seperti slogan Kabupaten Ngawi, Ramah.
Alarm hape saya kembali berbunyi dan waktu menunjukkan pukul 15.30 sore. Kami buru – buru mandi dan bersiap untuk wisata kedua kami. Sore ini, kami hendak mengunjungi Benteng Pendem Van den Bosch yang menurut referensi di internet terletak di Kelurahan Pelem, tepatnya di pojok timur laut Kota Ngawi. Cuaca begitu mendukung. Langit biru dengan beberapa awan tipis seakan menyambut kedatangan kami dengan ramahnya seperti slogan Kabupaten Ngawi, Ramah.
Smash melaju pelan, membelah alun alun
(ohya, saya pertama terheran heran karena alon alon disini ada belahan tengah
yang bisa buat jalan sepeda motor),
dan melintasi Jl. JA. Suprapto. Setelah melewati Polres, kami lalu menjumpai Pasar Besar Ngawi. Setelah itu, belok kanan dan akhirnya saya memutuskan untuk bertanya kepada seorang bapak yang kebetulan saya jumpai di pertigaan kawasan militer.
dan melintasi Jl. JA. Suprapto. Setelah melewati Polres, kami lalu menjumpai Pasar Besar Ngawi. Setelah itu, belok kanan dan akhirnya saya memutuskan untuk bertanya kepada seorang bapak yang kebetulan saya jumpai di pertigaan kawasan militer.
“permisi pak, mau Tanya mau ke Benteng
Pendem lewat mana ya?”
“Oh, itu lurus aja, masuk”
“Jauh nggak pak?”
“Nggak kok, itu entar udah keliatan”
“Jadi saya mesti minta ijin nih sama pos
tentara itu?”
“iya, ijin aja , nggak papa kok”
“oke deh.. makasih ya ..”
“that’s rights”
Seperti itulah percakapan kami yang
sedikit saya modifikasi (padahal aslinya kami ngobrol pake bahasa jawa). Benar
saja, kompleks Benteng Van den Bosch ini berada di kompleks militer Angicipi. Sertahu saya itu nama salah satu kesatuan dari Yon Armed 12. Yang jelas, saya minta ijin di posko tentara
tersebut, tanpa meninggalkan kartu identitas atau apa, kami langsung
dipersilahkan masuk. Beberapa mobil militer kuno terparkir dengan kondisi tidak
terawat menyambut kami, kemudian proyek pembangunan pengembangan kawasan wisata
benteng Pendem ini juga sedang dalam progress. Berdasar informasi yang pernah
saya baca di internet, bahwa benteng Pendem ini belum lama dibuka untuk umum.
Tepatnya baru dibuka untuk umum pada tahun 2011 lalu. Sebelumnya digunakan sebagai gudang amunisi oleh Yon Armed 12 yang sekarang sudah pindah di daerah Jl. Siliwangi, Ngawi.
Dan pandangan saya terkesima melihat
benteng hebat ini terhampar di depan mata. Sebuah benteng dengan dikelilingi
parit dan gundukan tanah disekitarnya, dengan kondisi yang agak memprihatinkan.
Saya menjumpai dua orang pemuda yang
saya kira adalah penjaga. Mereka mempersilakan saya untuk memarkir motor di
sebuah tempat yang menurut saya adalah ruangan di sayap gerbang benteng. Saya
melihat papan tulisan “MASUK Rp. 1000” namun tidak ada loket tiket sama sekali.
Salah seorang pemuda tadi bilang sama saya bahwa mungkin karena sudah sore,
jadi udah nggak ada petugasnya. Padahal, tidak jauh dari situ juga saya juga
menjumpai tulisan buka sampai pukul 17.00 sementara jam tangan saya menunjukkan
pukul 16.25. Saya dan Rina lalu segera memasuki benteng yang dibangun dalam
masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van den Bosch pada tahun 1839-1845 ini.
Wow, menurut saya ini benteng yang megah sekali. Dengan bagian tengah berupa bekas kantor (mungkin?) dengan arsitektur pilar pilar romawi. Kami lalu memutuskan untuk memulai penelusuran dengan rute ke kanan. Pada sayap kiri, seharusnya benteng ini ada dua lantai, namun sudah agak hancur. Menurut artikel yang pernah saya baca di internet, kehancuran sayap kiri ini karena bom yang dijatuhkan oleh Jepang.
Wow, menurut saya ini benteng yang megah sekali. Dengan bagian tengah berupa bekas kantor (mungkin?) dengan arsitektur pilar pilar romawi. Kami lalu memutuskan untuk memulai penelusuran dengan rute ke kanan. Pada sayap kiri, seharusnya benteng ini ada dua lantai, namun sudah agak hancur. Menurut artikel yang pernah saya baca di internet, kehancuran sayap kiri ini karena bom yang dijatuhkan oleh Jepang.
Kemudian, saya melanjutkan perjalanan ke
pojokan benteng. Suasana ‘agak’ serem dan saya tidak berani menaiki tangga yang
sepertinya tidak pernah dijamah ini. Saya juga sempat menjumpai salah seorang
bapak dengan beberapa ekor kambing yang merumput di rumput hijau bagian dalam
benteng ini. Pada gedung bagian belakang, saya memberanikan diri menaiki tangga
dan sampai pada lantai II, saya dikejutkan dengan aroma kotoran burung. Benar
saja, bagian ini sudah sangat tidak terawat. Bahkan lantai II sudah ambrol.
Saya lalu turun dan kemudian, Rina juga menemukan kran air dan mencuci tangan disitu. Dia sakit perut dan saya mesti menunggunya beberapa saat. Dia kebanyakan makan mie biting nih kayaknya.
Saya lalu turun dan kemudian, Rina juga menemukan kran air dan mencuci tangan disitu. Dia sakit perut dan saya mesti menunggunya beberapa saat. Dia kebanyakan makan mie biting nih kayaknya.
Habis itu, kami mencoba menembus pintu
yang ke belakang. Dan saya menemukan sebuah pipa besar terbuat dari besi. Besar
kemungkinan itu adalah pipa air pada jamannya, bagian belakang benteng ini,
terhampar sawah.
Oiya, kompleks benteng yang seluas sekitar satu hektar ini, dikelilingi oleh gundukan tanah yang membuat seakan akan benteng ini tidak terlihat. Mungkin hal ini yang membuat penamaan kata pendem tersebut. Selain itu, benteng ini juga dikelilingi oleh parit selebar 5 meter. Pada masanya, benteng ini digunakan untuk menangkal perlawanan rakyat terhadap Belanda. Terutama perlawanan Wiirotani dan pasukan Diponegoro. Saya juga menemukan kolam kecil dengan ditumbuhi lumut air. Warnanya hijau, dan suasananya agak menyeramkan. Akhirnya kami segera kembali lagi ke dalam benteng. Mungkin kami sudah mulai bosan dengan pemandangan ini, suasana juga begitu sepi. Dan setelah beberapa kali jeprat jepret, kami memutuskan untuk mengakhiri wisata gratis Benteng Pendem ini. Hehehe..
Oiya, kompleks benteng yang seluas sekitar satu hektar ini, dikelilingi oleh gundukan tanah yang membuat seakan akan benteng ini tidak terlihat. Mungkin hal ini yang membuat penamaan kata pendem tersebut. Selain itu, benteng ini juga dikelilingi oleh parit selebar 5 meter. Pada masanya, benteng ini digunakan untuk menangkal perlawanan rakyat terhadap Belanda. Terutama perlawanan Wiirotani dan pasukan Diponegoro. Saya juga menemukan kolam kecil dengan ditumbuhi lumut air. Warnanya hijau, dan suasananya agak menyeramkan. Akhirnya kami segera kembali lagi ke dalam benteng. Mungkin kami sudah mulai bosan dengan pemandangan ini, suasana juga begitu sepi. Dan setelah beberapa kali jeprat jepret, kami memutuskan untuk mengakhiri wisata gratis Benteng Pendem ini. Hehehe..
Sebenarnya ada satu bagian yang lupa saya kunjungi. Yaitu makam Kyai Nursalim yang ada di salah satu ruang benteng ini. Konon pada waktu itu, beliau adalah salah satu pasukan Diponegoro yang tertangkap. Karena kesaktiannya, sang kyai tidak mempan ditembak sehingga akhirnya dikubur hidup hidup oleh tentara Belanda.
Benteng Pendem via Wikimapia.org |
Ini adalah data teknis Benteng Pendem / Fort Van den Bosch
Nama : Benteng Van den Bosch / Benteng Pendem
Lokasi : Kelurahan Pelem, Kecamatan / Kabupaten Ngawi
Dibangun : 1839-1845
Luas : Sekitar 1 hektar
Fungsi : Penangkal pasukan Diponegoro
Jumlah lantai : 2
Gaya bangunan : Belanda, Pilar Romawi
Fungsi setelah kemerdekaan RI :
1962 : digunakan sebagai markas dan gudang amunisi Yon Armed 12 dan tempat latihan perang
1970/1980an : Dikosongkan karena gudang amunisi di pindah ke Jl. Siliwangi, Ngawi
2011 : dibuka untuk umum
2012 : Penataan taman di kawasan benteng oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi untuk tujan wisata
more pics
Gerbang |
(mungkin) bekas kantor |
From main field |
Lokasi bekas bom Jepang |
Bagian tidak terawat |
Bekas sistem pengairan |
Bekas sistem kelistrikan |
Kolam sebelah belakang |
Akar pohon yang nempel di tembok (saya agak ngeri liatnya) |
Kembali ke Lost In Ngawi
walaupun postingan ini panjang banget, tp ngeliat foto-fotonya, gue fix bakal ke ngawi! dan lo harus jadi tour guide nya! hahaha :p
ReplyDelete@Claudia : Walaupun lo udah comment, jangan harap gw bisa jadi tour guide lo seketika itu juga. Uang muka dulu dong! :p
ReplyDeletethanks for visiting and the comment
wah jadi tertarik ke sana mas,ko kayak benteng pendem yang di Ambarawa ya mas yg masuk lingkungan militer
ReplyDelete@rumputilalang : iya mas, emang mirip mirip sama ambarawa punya benteng mas. Di kompleks militer juga. Bedanya, benteng ambarawa ada bagian untuk lapas dan ada bagian untuk tempat tinggal, dan tidak ada rencana renovasi. Kalau yang ngawi, tidak ada kehidupan sama sekali di benteng, dan sementara ini dalam rencana renovasi dan pengembangan oleh pemkab setempat.
ReplyDeleteditunggu laporannya kalau sudah sampai Ngawi :)
kalau mau di renovasi bearti masih ada perhatian dari pemerintah daerah, semoga saja terlaksana.suka banget dengan arsitekturnya
Delete@rumputilalang : betul mas. Disana memang lagi dikerjakan renovasinya.. Nanti kalo udah bagus saya kesana lagi. Besok ini tanggal 10 saya mau ke Ngawi lagi nihh
Deletebenteng pendem van den bosch ngawi keren... tapi aku tanya2 yang jual Es dapat informasi banyak banget... malah di kasih nomer HP guide kalo pengen tahu informasi lebih lanjut. ehehehehe :D
ReplyDeletecuma yang ga ane suka... tentara yang jaga karcis, suka ga ngasih karcis masuknya... harus dimintain dulu baru diberi... :(
@Yakob : wahh.. penjual es yang dimana itu mas? heheh saya kok nggak ketemu ya? saya mau ke ngawi lagi nih Mei depan :)
ReplyDeleteterimakasih kunjungannyaa
penjual es yang ada di dalam kawasan benteng nya.... bukan diluarnya... ibu penjual es nya tinggal di dalam benteng tersebut, setiap hari dia jual kok... nah suaminya itu ternyata guide nya kalo ada tour...
Deletekalo ke ngawi pasti lewat di depan rumah saya, soale rumah saya deket banget sama candi perbatasan propinsi jatim - jateng
@Yakob : Oh, sip mas informasinya.. nanti saya pertimbangkan kesana lagi. Hehehe.. saya ke Ngawi 10 Mei ini dan nanti lewat depan rumah njenengan. :D
ReplyDelete