# Hari Pertama, Minggu 30 Desember 2012
Alarm hape saya berbunyi tepat pukul
4.30 pagi. Ah, saya masih malas sekali rasanya hendak memulai hari ini.
Seperempat jam kemudian saya baru berhasil melepaskan diri dari belenggu kasur
dan selimut dan mandi yang terasa seperti air es. Wusss… Dinginnya air Ungaran
pagi ini membuat otot – otot saya terasa semangat!
Setelah packing barang bawaan, pukul
5.15 pagi akhirnya saya dan smash bersiap menuju ke Sampangan untuk menjemput
rekan saya, Rina. Setengah jam kemudian, saya sampai kosannya dan mengetuk
pintu dengan tanpa jawaban berarti. Ah, mungkin sedang mandi, pikir saya. Namun
alangkah terkejutnya ternyata dia baru bangun! Oke lah, saya menunggunya
sembari menikmati suasana pagi ini.
6.10 pagi, akhirnya kami berdoa untuk
perjalanan kami hari ini. Kami mau ke Ngawi hari ini.
Perjalanan pagi ini melewati Unnes,
Ungaran. Sampai pom bensin Lemahbang, saya isi BBM 10K idr. Suasana jalanan
ditemani dengan huru hara ramainya kawasan Bawen dengan banyaknya karyawan
pabrik berlalu lalang memulai aktivitasnya.
Begitu masuk di Jalan Lingkar
Salatiga, saya dikejutkan oleh kemacetan yang setelah usut punya usut, ternyata
disitu ada pasar pagi. Gila aja pikir saya, jalan lingkar yang luasnya bukan
main ini dipake buat jualan. Dan mungkin hal itu dimaafkan oleh Pemkot
Salatiga. Bukanya juga mungkin Cuma minggu pagi jam 6 sampai jam 9 saja.
Penyeberangan yang panjang :D |
Setelah terlepas dari kemacetan ini,
saya kembali menggeber smash rata – rata 100 km/jam. Jalanan yang mulus dan
kondisi smash yang prima berhasil mengantar kami memasuki Kabupaten Boyolali.
Kabupaten dengan ikon sapi.
Di Boyolali ini, kami mesti mampir disebuah tempat
untuk sarapan. Dan akhirnya, Soto Pojok Pelem Musuk yang ada di Jl. Pandanaran
Boyolali menjadi pilihan kami setelah Rina sebelumnya merekomendasikan saya
untuk memutar balik sebentar.
Ikon Kabupaten Boyolali |
Satu porsi soto besar, satu porsi soto sedang,
dua buah mendoan, satu buah perkedel, satu buah lumpia, satu buah kerupuk, dua
gelas es teh, dan satu bungkus susu segar akhirnya berhasil kami tukar dengan
harga yang menurut saya murah meriah. Bayangkan saja untuk seluruh makanan
diatas, saya hanya perlu mengeluarkan 20K idr. Sudah termasuk parkir 1K idr. Tempat
ini ramai sekali, bahkan salah seorang pelanggan yang mungkin masih berteman
dengan pegawai disitu rela membantu menyiapkan pesanan dari customer yang
membeludak. Bener bener high recommended soto!
Jalan Raya Boyolali – Surakarta (Solo)
memang sudah mulus semulus kaki wanita. Akhirnya kami pun dapat menikmati
perjalanan dengan aman dan damai. Tidak butuh waktu yang begitu lama, sekitar
pukul 8.15 kami sudah berhasil memasuki Kota Solo. Saya mengambil rute melewati
Solo karena dengan pertimbangan jalanan yang lebih baik dari alternatif,
contohnya via Karanggede, Gemolong.
Sekitar pukul sembilan, kami keluar Kota
Solo, melewati Palur dan menuju arah ke Sragen. Perjalanan kami yang ramai lancar
ini akhirnya disambut dengan gerbang Selamat Datang Kabupaten Sragen dengan
bentuk patung gading.
Yes, Sragen memang dikenal karena Sangiran yang merupakan
situs purbakala yang sekarang didirikan Museum Sangiran. Ohya, tentang Museum
Sangiran sendiri, pernah saya kupas juga disini.
Gerbang Selamat Datang Kabupaten Sragen |
Masuk Kota Sragen, saya mulai ingat
beberapa tahun lalu saya berkunjung kesini dalam rangka pekerjaan saya waktu
itu. Saya mentok hanya sampai di alon alon. Setelah itu, saya baru kali ini
melakukan perjalanan secara sadar. Hehehe.. beberapa saat setelah keluar Kota
Sragen, kami mesti istirahat di pom bensin yang ada ATM BCA. Rina menyempatkan
cuci muka sementara saya mengambil uang di ATM dan mengetahui bahwasanya tempat
ini bernama Ngrampal. Saya juga mengisi full BBM smash 18K idr.
Pegal pegal badan dan kaki sedikit
mereda setelah sekitar 20 menit kami beristirahat. Dan tralalaaaa… kami
melanjutkan perjalanan menuju ke Jawa Timur. Kecamatan terakhir yang kami
lewati adalah Sambung Macan. Habis itu, ada sebuah titik keramaian dengan jalan
raya yang lebih lebar dari tempat sekitar. Ternyata kami sudah sampai di
perbatasan Jawa Tengah – Jawa Timur dan masuk di Kabupaten Ngawi.
Kecamatan pertama yang dilewati adalah
Mantingan. Tampak bahwa aspal disini sudah basah pertanda beberapa saat
sebelumnya sudah terguyur hujan. Cuaca diatas sana memang sedikit mendung dan
sedikit merisaukan. Akhirnya hujan tidak dapat dielakkan. Kami sempat mampir ngeyup di beberapa titik, yang
terlama adalah di sebuah emperan toko. Sekitar 15 menit kami ngeyup disitu dan
plat plat motor lain sudah mulai banyak yang berawalan AE.
Perjalanan dilanjutkan dengan jas hujan.
Dan lagi lagi terpaksa kami ngeyup di sebuah Alfamart di daerah Jenggrik,
Kedunggalar. Disitu saya melepas sepatu yang ternyata sudah basah sampai
kedalam. Istirahat dengan mengemil beberapa mie biting andalannya Rina. Saya
keluarkan peta dari dalam tas dan saya menjadi semangat karena tempat yang akan
kami tuju sudah dekat. Desa Kuwu.
Beberapa saat setelah melewati Monumen
Suryo - sebuah taman dengan background hutan (mungkin) jati dan sepertinya
dikonsep sebagai rest area juga, akhirnya saya temukan plang petunjuk yang
menyuruh kami belok kiri untuk menuju Museum Trinil.
Lanjut ke Wisata Museum Trinil
Lanjut ke Wisata Museum Trinil
Cukup puas berwisata di Trinil, saya
mengambil rute kembali ke jalan raya, mampir di SPBU untuk melaksanakan sholat
dhuhur, dan beberapa saat kemudian menemukan rumah makan di kiri jalan yang
seingat saya dulu saya pernah makan disitu waktu saya wisata ke Bali saat saya
masih SMK dulu. Setelah itu ada rumah makan Duta yang bekerjasama dengan bus
Eka. Bus jurusan Magelang – Surabaya. Tidak lama kemudian, suasana mulai ramai
dan kami pun memasuki Kota Ngawi. Saya merasakan kota ini seperti di Kudus.
Begitu masuk dari sebelah barat, langsung dihadapkan dengan terminal dan
persimpangan jalan lingkar ke arah selatan. Untuk masuk kota tinggal lurus
saja. Benar benar mirip. Terminal Kertonegoro, begitu tulisan yang terpampang
di luar terminal tersebut.
Saya melaju pelan pelan menikmati Kota
Ngawi dengan melintasi Jl. PB Sudirman. Rencana saya adalah mencari penginapan
dan referensi dari teman saya, mending di Hotel SAA Nuansa yang ada di Jl Yos
Sudarso. Perkiraan saya meleset. Saya kebablasan sampai arah luar kota ke arah
Caruban dan menemukan Hotel Sukowati. Hotel paling recommended di Kota Ngawi
berdasar informasi dari internet. Rina juga sempat mengomentari penjual
rambutan yang memajang tulisan binje. Apakah rambutan di Ngawi disebut dengan
Binje?
Sadar bahwa saya salah arah, saya
kembali memutar dan sampai perempatan Plasa Ngawi, saya ambil ke kiri melintasi
Jl. A. Yani.
Spekulasi saya rupanya belum main. Saya sampai pada perempatan
Jalan Lingkar dan menuju luar kota jalan raya ke Madiun. Setelah itu, baru saya
sadar bahwa di perempatan Plasa Ngawi saya harus lurus dan that’s Jl. Yos
Sudarso.
Tower PDAM Ngawi, Jl. A. Yani |
Supermarket TIARA, Perempatan Jl. Lingkar ke arah Madiun |
Yeay! Akhirnya ketemu juga Hotel SAA
Nuansa tidak jauh dari perempatan yang sudah beberapa kali saya lewati ini.
Hehehe.. Sebuah kamar dengan dua bed, kamar mandi dalam, TV 14”, dan exhaust
akhirnya menjadi pilihan saya seharga 80K idr saja.
Capek dan lapar. Itulah perasaan kami
waktu itu. Tidak ada pilihan karena hari yang mulai gerimis, akhirnya kami
menyantap bakso yang dipesan dari tukang bakso keliling yang standby di hotel
tersebut. Dua porsi bakso dan satu gelas es degan akhirnya berhasil mengisi
sementara perut kami yang mulai lapar. Cukup 13K idr saja.
Waktu menunjukkan pukul 14.00 kamipun akhirnya dapat beristirahat sambil menonton tv. Rina tidur lelap sekali sementara saya menonton tv sambil selonjoran.
Lanjut Wisata ke Benteng Pendem / Fort Van den Bosch
Waktu menunjukkan pukul 14.00 kamipun akhirnya dapat beristirahat sambil menonton tv. Rina tidur lelap sekali sementara saya menonton tv sambil selonjoran.
Lanjut Wisata ke Benteng Pendem / Fort Van den Bosch
Keluar dari benteng, saya baru ingat kalau kami belum
shalat ashar. Dan cap cus.. kami langsung menuju Masjid Agung untuk menunaikan
shalat ashar yang telat ini. Sesampainya di Masjid Agung, lantai halaman sedang
dibersihkan. Padahal sepatu kami kotor lumpur sehabis nguprek benteng tadi. Ah
sudahlah, permisi saja sama bapak – bapak yang bersih bersih. Setelah
menunaikan shalat ashar, saya merasakan suasana interior masjid ini menurut
saya memanjang ke belakang. Bukan berbentuk persegi seperti masjid kebanyakan.
Dan saya sempet terpikir, model memanjang ini kayak model gereja dalam video
klip November Rain. Anggap saja ini angin lalu. :D
Kami mulai lapar dan perjalanan kami
selanjutnya akhirnya terhenti oleh penjual Intip Ketan yang ada di sebelah
timur alon alon, depan SMP N 2 Ngawi. Yes, karena penasaran akhirnya kami
setuju untuk mencoba makanan tersebut. Saya bertanya – tanya dengan bapak
penjualnya dan Rina bilang saya sok sokan turis. Whatever lah. Saya tidak
pernah menjumpai makanan ini sebelumnya. Satu porsi intip ketan, seharga 6K
idr. Ada 6 potong. Lalu kami segera menikmatinya di belakang penjualnya dan
diberikan satu buah kursi sebagai tempat menaruh makanan itu. Hehehe.. makanan
ini terbuat dari ketan, di dalemnya dikasih parutan kelapa dan mungkin dicampur
dengan gula. Rasanya enak tapi kalo kebanyakan agak enek juga.
Beberapa saat sebelum maghrib, kami
kembali ke penginapan dan beristirahat sejenak. Tepat pukul 19.00 kami kembali
melaksanakan jalan jalan. Rencana kali ini, kami hendak jalan jalan dan cari
makan di sekitar alon alon. Tetapi sebelumnya saya pengen city tour sebentar
melintasi Jl. PB Sudirman sekalian mencari ATM BCA. Akhirnya saya pun menjumpai
ATM BCA yang bersebelahan dengan ATM Mandiri. Namun ternyata itu adalah sebuah
ATM error.
Hehehe.. setelah itu saya menuju ke Pasar Besar Ngawi. Di depan pasar, ada ATM BCA dan setelah penarikan uang selesai, kami lalu mencari makan.
Hehehe.. setelah itu saya menuju ke Pasar Besar Ngawi. Di depan pasar, ada ATM BCA dan setelah penarikan uang selesai, kami lalu mencari makan.
Rina merekomendasikan kepada saya untuk
makan ayam goreng yang sebenernya itu berada di depan penjual intip ketan yang
tadi sore. Akhirnya dua porsi ayam goreng, tiga porsi nasi (saya laper banget
sumpah!), dua es teh, dan satu plastik kerupuk, berhasil saya tukar dengan uang
sebesar 39K idr. Harga yang lumayaaan…
Habis makan, kami memarkir motor di
salah satu jalan yang ada di dalam alon alon (nah, bingung kan?) lalu jalan
jalan di alon alon. Alon alon Ngawi malam ini cukup ramai. Ada fasilitas toilet
yang bersih, beberapa lampu lampion yang cantik,
tempat bermain anak anak dengan persewaan mobil mobilan, ayunan, dan cukup banyak penjual angkringan di dalam kompleks alon alon. Sebagai informasi, bahwa kompleks alon alon Ngawi ini dibagi menjadi beberapa bagian. Ada alon alon utama dengan dikelilingi massage track, lalu ada lapangan basket/tennis (?), kemudian taman, dan pusat jajanan. Kami lalu muter alon alon utama dan menjumpai sebuah kursi panjang yang tidak dipakai di salah satu sudut dan berbincang bincang disana. Saya melihat beberapa orang melakukan hal yang menurut saya aneh. Yaitu tiduran di massage track. Track yang di desain dengan batu batu untuk pijat refleksi kaki. Akhirnya saya pun ikut nyobain tiduran disitu. Rasanya lumayan enak. Hehehe
tempat bermain anak anak dengan persewaan mobil mobilan, ayunan, dan cukup banyak penjual angkringan di dalam kompleks alon alon. Sebagai informasi, bahwa kompleks alon alon Ngawi ini dibagi menjadi beberapa bagian. Ada alon alon utama dengan dikelilingi massage track, lalu ada lapangan basket/tennis (?), kemudian taman, dan pusat jajanan. Kami lalu muter alon alon utama dan menjumpai sebuah kursi panjang yang tidak dipakai di salah satu sudut dan berbincang bincang disana. Saya melihat beberapa orang melakukan hal yang menurut saya aneh. Yaitu tiduran di massage track. Track yang di desain dengan batu batu untuk pijat refleksi kaki. Akhirnya saya pun ikut nyobain tiduran disitu. Rasanya lumayan enak. Hehehe
Pukul 21.30, setelah mampir di indomaret
untuk membeli beberapa minuman dan camilan, kami segera kembali ke penginapan
untuk istirahat. Saya meluangkan waktu sejenak di depan kamar untuk menikmati
kopi instan. Kopi memang bikin suasana menjadi nyaman dan damai.. Hehehe.
Have a nice dreaammmmm :)
#Hari Kedua, Senin, 31 Desember 2012
Selamat pagi Kota Ngawi. Kota yang
tenang, damai, jalanan yang luas dan… udara yang bersih serta bebas macet. Pagi
ini pukul 7.00 kami berangkat mencari nasi pecel. Referensi dari mbak Tika, ada
di Jl. Ronggowarsito. Namun, kami tidak menemukannya dan akhirnya kami terhenti
di warung makan depan RSUD dr. Suroto, Jl. Dr. Wahidin.
Saya makan nasi pecel perkedel, satu
gelas kopi, dan satu buah kerupuk. Sementara Rina nasi pecel telur, satu
kerupuk, dan satu es teh. Semuanya 19K idr. Sembari membayar, saya bertanya
kepada ibuk penjual untuk memberitahu saya rute menuju ke Tirto Nirmolo Water
Park.
Begitulah arahan dari ibuk penjual pecel tadi.
Lanjut wisata ke Tirto Nirmolo Waterpark
“Adik dari alon alon lurus aja terus ke
selatan, entar setelah bangjo terakhir ada jembatan, itu jalan ke arah Madiun.
Dari sana sekitar 3 kilometer, nanti udah keliatan itu waterpark dari jalan”
Begitulah arahan dari ibuk penjual pecel tadi.
Oke, akhirnya setelah perut kami terisi,
kami segera meluncur ke tempat yang dimaksud! Eits, tapi tunggu dulu, saya
mesti narsis dulu nih di depan tulisan Kantor Bupati Ngawi. Hal yang selalu
saya inginkan setiap mengunjungi sebuah kota. Hehehe..
Jl. Teuku Umar, Ngawi |
Stadion Ketonggo, Jl. A. Yani |
Lanjut wisata ke Tirto Nirmolo Waterpark
Tujuan kami yang terakhir adalah Air
Terjun Srambang yang ada di Jogorogo. Berdasar spekulasi saya, saya akhirnya
dapat langsung menuju arah ke sini yaitu melewati Jl. PB Sudirman ke arah
keluar kota ke Solo, lalu belok kiri di Jl. Siliwangi. Dari situ lurus terus
sampai pada perempatan jalan lingkar. Lurus aja dan tidak lama kemudian kami
sampai di Paron. Kami mampir di Indomaret untuk membeli minum dan membeli
Penthol. Makanan yang kalau di Jawa Tengah biasa disebut dengan Ojek, kalau di
Jawa Barat sering di sebut Cilok atau Cilot. 10,5K untuk minum dan 5K untuk
Penthol tadi.
Setelah Indomaret kami memutar
mengelilingi Stasiun Paron dan mampir sebentar di SPBU daerah mana saya lupa.
Saya buang air kecil sebentar. Perjalanan dilanjutkan dengan suasana jalanan
yang meskipun sempit tapi cukup mulus dengan pemandangan kanan kiri berupa
pohon pohon yang hijau dan lebat. Hamparan persawahan dengan sesekali tampak
tumpukan jerami dengan model yang khas membentuk seperti piramida. Sejauh mata
memandang, rasanya hijau.. membuat perasaan terasa damaaaiiiii..
Memasuki kota Kecamatan Jogorogo,
suasana saya rasakan mirip di Kota Tawangmangu. Jalan yang menanjak dengan
suasana kota yang sejuk dan dingin, namun ada SPBU yang tutup. Padahal saya
mesti beli BBM. Ah sudahlah saya bertanya pada seorang bapak di salah satu
sudut kota Jogorogo.
“permisi pak, mau ke Srambang, lewat
mana ya?”
“lurus aja nanti pokoknya ada bengkel
belok ke kiri ya. Tapi hati hati loh, banjir dan banyak pacet”
“oh.. oke pak. Thanks ya”
“Oke, good luck deh para petualang”
Hahaha.. apa apaan nggak sih percakapan
diatas?
Kami lalu menuruti rute tersebut dan
jalanan sudah mulai aspal rusak. Mendung sudah sangat menggelayut. Sampai di
bengkel yang tadi di bilangkan sama bapak tadi, saya belok kiri dan kembali
bertanya pada seorang perempuan muda dan kakek tua. Saya bertanya dengan bahasa
indonesia dan dijawab seperti ini :
“tasih lurus mawon, mengke aspal habis,
onten prapatan, belok kiri. Tasih sekawan kilo nan”
Huaaaa.. jauh banget! Mendung sudah
hampir bocor dan saya di semangati Rina dengan kata kata seperti ini :
“sudah sampai sini, petualang po ora?”
Akhirnya semangat saya terus berkobar
hingga akhirnya kami terpaksa ngiyup disebuah warung yang sedang tutup karena
hujan turun dengan sangat deras.
Posisi kami berada di Desa Jaten dan menurut informasi dari Mbak Tika, kami tinggal harus naik dikit lagi 10 menit dan sampai. Sekitar 20 menit kami duduk duduk sambil menghabiskan sisa Penthol tadi sembari berharap hujan segera berhenti. Namun tidak. Kami memakai mantol dan tetap nekat ke atas untuk menemukan gerbang wisata ini. Ya, benar saja. Hanya ada satu tanjakan terakhir dan perempatan, belok kiri dan menemukan parkiran yang ramai. Dengan tidak sopan (karena saya tidak mematikan mesin motor) saya bertanya pada mbak mbak yang kebetulan ngiyup disana.
Posisi kami berada di Desa Jaten dan menurut informasi dari Mbak Tika, kami tinggal harus naik dikit lagi 10 menit dan sampai. Sekitar 20 menit kami duduk duduk sambil menghabiskan sisa Penthol tadi sembari berharap hujan segera berhenti. Namun tidak. Kami memakai mantol dan tetap nekat ke atas untuk menemukan gerbang wisata ini. Ya, benar saja. Hanya ada satu tanjakan terakhir dan perempatan, belok kiri dan menemukan parkiran yang ramai. Dengan tidak sopan (karena saya tidak mematikan mesin motor) saya bertanya pada mbak mbak yang kebetulan ngiyup disana.
“mbak, mau ke air terjunnya, masih jauh
nggak?”
“masih jauh mas. Jalan kaki pula, dan
ini banjir”
“yaudah, nggak jadi deh”
“hehehehe…” mbak mbak itupun tertawa
entah apa maksudnya.
Kami langsung muter dan kembali ke rute
semula. Kota Jogorogo sudah diguyur hujan, memasuki kawasan Paron, aspal masih
kering pertanda curah hujan tinggi hanya terjadi di Lereng Gunung Lawu. Pukul
12.30 kami putuskan untuk beristirahat, ganti baju dan shalat dhuhur di SPBU
Paron. Saya juga mengefull tangki bensin smash 18K idr.
13.00 – kami bersiap untuk pulang! Kalau
lihat di peta, kami balik lagi ke Kota Ngawi dan itu memutar, padahal
seharusnya dari daerah Jogorogo bisa langsung menembus Kedunggalar, atau bahkan
Sragen. Tapi tidak apalah. Kami ambil rute reguler saja mengingat ban motor
saya gampang bocor dan rute yang tidak dikenal. Juga pertimbangan kondisi jalan
yang mungkin kurang nyaman.
Masuk kota Ngawi, mengambil Jalan
Lingkar (Jl. Ir . Soekarno) saya sempat berkomentar, dimana mana yang namanya
Jalan Soekarno itu biasanya bersanding dengan Hatta yaitu Jalan Soekarno Hatta.
Namun ini beda. Hehehe..
lalu langsung melewati pinggiran kawasan Terminal Kertonegoro dan say goodbye to Kota Ngawi..
lalu langsung melewati pinggiran kawasan Terminal Kertonegoro dan say goodbye to Kota Ngawi..
Perjalanan siang ini cuaca agak mendung.
Namun kami bersyukur karena bisa melintasi kawasan Widodaren – Mantingan tanpa
menjumpai rintik hujan. FYI, kawasan ini sepanjang jalan di dominasi oleh
hutan. Jadi anda sekalian bisa membayangkan betapa repotnya ketika harus melintasi
hutan dalam keadaan hujan deras. Akhirnya kami kembali pula ke Propinsi Jawa
Tengah. Saat melintasi Sragen, kami sengaja mencari – cari makan yang cocok.
Namun tidak ada yang cocok sampai pada akhirnya kami tiba di Kota Solo
melintasi Jalan Lingkar kawasan Mojosongo. Waktu menunjukkan pukul 14.30 dan
kami memutuskan untuk makan mie ayam Nusukan di Jl. Kapten Pierre Tendean,
Surakarta. Dua porsi mie ayam pangsit dan dua gelas es teh segarga 17K idr. Mie
ayam dengan selera rasa chinese food.
Akhirnya kami benar benar perjalanan
pulang. Keluar Kota Solo, Kartasura, Klaten… Sampai di Klaten ini sudah mulai
hujan, reda, hujan, reda.
Tapi melihat awan putih di depan sana pertanda bahwa
kami menuju tempat yang terang. Tapi tidak selamanya jalanan yang kami lalui
itu lurus. Sehingga pada akhirnya sampai di daerah Prambanan, kami benar benar
terpaksa memakai mantol lagi. Melaju masuk Kota Jogja, melintasi Ring Road
utara, dan mengisi BBM di SPBU Jombor 10K idr.
Klaten |
Saya bingung hendak membelian ibuk apa.
Dan akhirnya mampir beli martabak di Muntilan 16K idr. Dan dengan kondisi basah
kuyup dan badan yang luar biasa capek, jam 18.00 saya dan Rina berhasil sampai
di rumah. Alhamdulillah..
Oya, dalam kesempatan ini saya juga
mengucapkan terimakasih yang sangat banyak kepada Rina atas peran sertanya
dalam menemani saya perjalanan kali ini. Dia begitu professional dalam hal
potret memotret dan keterampilan berbicara dengan orang orang. Big thanks!
All Pictures taken by Canon Power Shot A-480
All Pictures taken by Canon Power Shot A-480
ok ok.... komplit bgt dah,, ini cocok jadi panduan wisata, kalo aku mnding buat refernsi aja... u/ detailnya biar pd nyari sndri hahahha
ReplyDeletelanjutkan...... :D
@arty : Hehehe... Iya, aku aja sampe bingung kenapa panjang banget gini. Hahaha
ReplyDeleteOke, semangat semangat! :D
Saya mempunyai pengalaman di kota Ngawi selama 4 tahun..dari 2011 s.d 2015..rasanya seperti mimpi....kontrak rumah 2 kali bersama keluarga dan terakhir kost, keluarga saya pindah ke Jombang...kapan ya saya bisa melihat lagi Kota Ngawi bersama keluarga kecil kami...
ReplyDeletewah penuh kenangan mas. Saya malah akhirnya dapat istri orang ngawi. Hehehe
Delete