Minggu sore yang cerah, dengan hawa khas
Magelang yang dingin ini kami telah sampai di Latar Kuncung Bawuk, sebuah kafe
angkringan yang terletak di Jl. Kartini Pasaranyar Mertoyudan. Kami tidak
begitu susah mencari tempat yang akan digunakan dalam acara diskusi Komunitas
Kota Toea Magelang (KTM) ; Di Bawah Bayang Bayang Modernitas ; Gaya Hidup Orang
Indo di Magelang Tahun 1906-1942 malam itu (1/9/13).
Pak Gubernur Kota Toea, Bagus Priyana |
Kami disambut dua orang receptionist dan
mengisi daftar hadir untuk selanjutnya saya memilih salah satu tempat dudul di
depan gerobak angkringan. Satu set meja kursi bambu dengan sebuah sekat bambu
juga yang menutupi kami dari jalan umum di depannya. Sedangkan lantai tanah
dengan beberapa rumput yang terlihat masih baru menandakan bahwa kafe ini masih
baru. Suasana di halaman rumah kuno ini bener bener cozy, nyaman, dan romantis
tentunya. Sembari menikmati alunan musik yang dibawakan oleh Keroncong Bawuk,
kami hanyut dalam pembicaraan diantaranya dengan mas Bagus, Gubernur KTM dan
pak Widiyoko. Satu jam kemudian dari jadwal, acara baru bisa dimulai karena
banyak peserta yang telat datang.
**
“Selamat datang dan terimakasih atas
kehadiran kawan kawan”
Buka mas Bagus sembari mengucapkan
beberapa patah prolog dan memperkenalkan mas Tedy Harnawan, alumnus Jurusan
Sejarah UGM yang pada kesempatan ini akan membawakan materi yang tidak lain
adalah skripsinya yang mengangkat tentang kehidupan orang Indo di Magelang
sekitaran awal 1900 hingga mendekati kemerdekaan Indonesia.
Mas Tedy, narasumber kita bersama Pak Gub |
Definisi dari Orang Indo adalah anak
hasil perkawinan antara pria Eropa,
khususnya Belanda dengan wanita pribumi. Jarang sekali didapatkan dari
sebaliknya (pria pribumi dengan wanita belanda) mengingat pada waktu itu posisi
wanita dalam kehidupan sosial budaya belum seperti saat ini. Pria Belanda asli
yang pada waktu itu adalah pendatang langsung mengisi jabatan jabatan strategis
dalam pemerintahan, terutama setelah terbentuknya Magelang sebagai gemeente , setingkat kotapraja pada
tahun 1906.
Selain itu, mereka juga mengisi jabatan
jabatan militer karena pada waktu itu Magelang sudah didesain untuk menjadi
kota militer. Tak ayal, banyak juga warga Indo yang menjadi tentara. Pada abad
ke 19, para tentara yang sebagian besar diisi oleh orang Indo hidup dalam
kemiskinan. Pembangunan tangsi tangsi militer (saat ini menjadi kompleks Rindam
IV Diponegoro) pada waktu itu berdampak juga pada kehidupan sosial tentara
dimana saat jauh dari istri dan keluarga, mereka juga menggauli wanita pribumi
sekitar sehingga menghasilkan anak anak diluar nikah yang kerap disebut sebagai
“anak kolong”
Kehidupan tentara di awal abad 20
sangatlah keras, mereka gemar minum minuman keras dan mendatangi rumah bordil. Untunglah,
datang seorang Pastur Kristen bernama Van der Steur yang setelah menghadapi
banyak kendala, akhirnya dapat mendirikan panti yang dinamai Oranje Nassau. Panti ini menjadi
penyelamat moral para tentara yang bejat khususnya ditujukan kepada anak anak
hasil perkawinan yang tidak sah.
**
Orang Indo sendiri menempati urutan
sosial sebagai warga kelas 1,5 setelah warga Eropa totok/tulen, dan sebelum
warga kelas 2, timur jauh dan warga kelas 3 yaitu masyarakat pribumi. Kehidupan
sosial orang Indo sendiri tidak terlalu bisa diterima dikalangan warga kelas 1,
namun mereka juga tidak serta merta dapat membaur dengan kelas kelas dibawahnya
karena mereka merasa berada dalam kelas yang lebih atas. Tidak sedikit orang
Indo yang ikut larut dalam rumah hiburan societeit
untuk minum, minum, bermain bilyard, berdansa, bahkan menggosip. Satu yang
terkenal adalah Societeit de Eendracht yang kini berdiri Bank BCA Magelang.
Dalam hal fesyen, perempuan Indo juga
tidak mau kalah dengan bersolek ala keluarga Dames dan Heeren. Pada waktu itu,
usaha salon sudah menjadi tren untuk kalangan orang eropa dan orang Indo pun
tentunya tidak mau tinggal diam. Dan sebagai istri para tentara yang sering
berkeringat dan bau, mereka juga tidak lupa memakai wewangian parfum yang dapat
dibeli misalnya di Apotek Van Gorkom. Saat ini lokasi Van Gorkom adalah eks.
Bioskop Kresna.
Hidangan eropa yang mewah dan lezat juga
menjadi daya tarik sebagai bahan “menggaya” para keluarga Indo di Magelang. Satu
yang menarik adalah, Van der Steur melarang anak anak asuhnya untuk memakan
yang mengandung banyak gula. Bahkan untuk menikmati kue kue manis, keju dan
daging hanya bisa dilakukan tiga kali dalam setahun yakni pada saat Hari Natal,
Ulang Tahun Ratu Belanda dan Ulang Tahun Van der Steur. Orang orang Indo juga
terlatih untuk memakai peralatan masak yang tergolong canggih di jamanya
seperti kompor gas. Masakan yang paling umum adalah steak daging dan yang unik,
mereka sangat gemar memasak dendeng celeng alias daging babi.
Salah satu peserta dari Amerika Serikat, mas Cameron (kaus hijau) |
Ke”nggayaan” orang Indo tidak berhenti
disitu, mereka juga kerap mengadakan pesta pesta seperti pesta ulang tahun,
perayaan perkawinan ataupun jamuan mennyambut tamu. Hal hal yang harus ada
dalam pesta adalah makanan, champaign (sampanye), rokok dan bunga. minuman
alkohol juga diperjual belikan secara bebas di toko toko khususnya milik orang
orang china. Satu yang masih tersisa adalah Bie Sing Hoo, sekarang berada di
Jl. A Yani Poncol dengan resep legendarisnya ; es krim mahkota. Di seantero
kota juga terdapat banyak florist yang menyediakan bunga bunga baik untuk
keperluan menghias rumah ataupun untuk mengadakan pesta pesta seperti toko Art
Floral dan Toko Veronica.
Jangan salah juga, di societeit yang
tersebar di kota Magelang waktu itu juga sudah memilik mini cinema (saya belum
tahu apakah sudah ada teknologi sound system ataukah hanya film bisu) dan untuk
memenuhi kebutuhan hiburan film, maka dibangunlah dua gedung bioskop yang
akhirnya menjadi bioskop kelas atas, yakni Alhambra Theater dan Roxy Theater.
Alhambra kini telah menjadi rumah dinas BNI dan Roxy menjadi Gardena
Supermarket. Perlu dicatat bahwa geduung bioskop itu adalah murni usaha swasta
dari orang cina bernama Kho Tjie Ho dan bahkan salahsatuna merupakan bisnis patungan.
Selain film, pentas opera juga pernah diadakan dengan mengundang maestro musisi
Rusia bernama Mirovitch dan Piastro.
Belum nggaya maksimal jika gaya hidup
Orang Indo tidak mau kalah dengan orang Eropa jika belum hang out atau pelesir.
Tujuan tujuan wisata yang umum pada waktu itu adalah Borobudur dan Kopeng. Bahkan
untuk pegawai pemerintah, mereka menerima tunjangan perjalanan yang bisa
digunakan untuk pelesir menikmati akhir pekan. Pemandian candi Umbul di daerah
Grabag juga menjadi tujuan penting para wisatawan bahkan sampai dibangun
stasiun khusus untuk para pelancong. Untuk yang tidak punya terlalu banyak
dana, sekiranya cukup untuk berenang di kolam renang Hotel Loze (kini Matahari)
yang airnya dikenal sangat jernih dan menjadi satu satunya kolam renang kelas
elit. Atau bisa juga ke kolam renang pisangan yang berada dalam kelas
dibawahnya.
Suasana diskusi |
Selain uraian diatas, masih ada beberapa
gaya hidup yang cukup unik jika kita telusuri yakni berfoto, berkebun, dan
memelihara hewan peliharaan. Satu studio foto yang terkenal adalah Lee Brothers
Studio yang berkantor pusat di Singapura dan membuka tiga cabang di Hindia
Belanda yakni Batavia, Bandung dan Magelang. Selain itu, studio foto Midori
juga memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pendokumentasian pesona alam,
tata kota dan lain sebagainya. Studio milik orang Jepang ini meskipun akhirnya
diketahui hanyalah sebagai kamuflalse trik perang oleh pemerintah Jepang, namun
peran dalam industri foto juga sangat besar. Banyak koleksi foto kuno tentang
Magelang yang bisa kita dapatkan sekarang ini adalah koleksi dari Midori. Midori
sendiri melayani foto studio dan foto panggilan baik di dalam rumah, atau
diluar rumah, siang atau malam.
Dalam urusan berkebun, layaknya orang
Eropa, orang Indo mendatangkan bibit bibit bunga langsung dari Eropa. Tanaman yang
umum dan bisa ditanam di Magelang adalah jenis Zinnia, Phlox, dan Petunia. Tidak
ketinggalan juga, mereka juga gemar memelihara anjing yang sebenarnya pada
waktu itu kepemilikannya dikenakan pajak oleh pemerintah. Dalam pemerintahan
pun terbukti bahwa ada pos anggaran untuk perawatan kuda. Uang ini digunakan
sebagai perawatan dan membeli makanan kuda yang tertuang dalam laporan keuangan
setiap tahunnya.
**
Dua jam berlalu tanpa terasa akhirnya
materi yang berat namun asik diikuti ini selesai juga dilanjutkan dengan acara
tanya jawab sambil menikmati camilan khas dan teh manis free dari Latar Kuncung
Bawuk. Acara ditutup pukul sepuluh malam dan peserta yang kira kira berjumlah
20 orang ini pun pulang kerumah masing masing. Hehe..
Foto keluarga KTM |
wah mantab sodara, saya melihat di foto itu ada adek kelas saya SMA 1 namanya yusuf susilo..di fto paling bawah sebelah kiri dari dua cewek yang di depan..
ReplyDelete@Iyan Ardiyan Cakep
ReplyDeleteHahaha.. betul sod namanya Yusuf Eko Susilo, akhir akhir ini aktif di KTM juga sama saya.. Dia di Stan juga baru lulus. Mungkin mau menyusul ke Tahuna :D
halo halo saya datang :D
ReplyDeleteHaha. Selamat datang mas :)
ReplyDeleteGak nyangka ternyata di Magelang dulu banyak keturunan indonya...
ReplyDeletekalo sekarang masih ada gak mas?
@Pungky :
ReplyDeleteMemang mas. Kalau sekarang nampaknya sudah nggak ada mas. Karena pas jaman jepang pada dihabisi..