Halaman
Balai Kota Semarang siang ini panas sekali (Sabtu 28/3/2015). Beberapa menit
sebelum pukul 10 pagi saya sudah merapatkan smash di deretan tempat parkir.
Baru ini saya masuk ke kompleks Balai Kota di Jl. Pemuda itu. Bangunannya khas
dan indah..
Tidak
lama, saya segera bergegas ke gedung Pusat Informasi Publik (PIP) yang ada di
sayap kiri kompleks. Dari sebuah papan informasi, diketahui salah satu ruangan
di gedung itu merupakan studio mini. Waini tempatnya! Ucap saya dalam hati.
Siang
ini saya hendak menghadiri acara screening
film Twaalf Uur Van Semarang. Film apa itu? Dari judulnya sudah ketahuan kalau
ini film bakalan bercerita tentang masa-masa Belanda di Semarang. Kelihatannya
menarik, bukan? Saya mengetahui informasi pemutaran film ini dari Halim
Santoso, salah seorang rekan saya yang me retweet
dari @lopenSMG. Lopen Semarang sendiri merupakan salah satu penggagas ide
film itu.
Setelah
mengisi daftar hadir pada petugas, saya disambut Muhammad Yogi Fajri, yang
sebenarnya tadi malam saya add facebooknya :D. Dia merupakan produser film ini
men, juga koordinator komunitas Lopen yang kalau di Kota Toea Magelang, biasa
kita panggil Gubernur.
Detik
jam tangan mengarah pukul setengah 11 siang, tapi tanda-tanda film belum juga
akan dimulai. Saya menghabiskan waktu sembari mengobrol dengan dua pemuda dari
Banyumanik diruang tunggu.
**
Ruang
studio mini berada di lantai dua dengan konfigurasi seat sejumlah 8 x 4 shaf.
Kursi merah dengan automatis lipat, dengan screen standar ukuran sedang, dan
proyektor merk Panasonic. Setelah beberapakali memutar trailer, film pun
dimulai.
Widih..
keren juga ternyata film buatan kawan-kawan Lopen ini. Film ini dibuat sekitar
4 bulan belakangan dan menggandeng beberapa pihak seperti Kedutaan Besar
Belanda, Yayasan Widya Mitra, dan beberapa sponsor pendukung.
Film
itu merupakam sebuah antologi yang mengambil sisi-sisi budaya, sosial dan
sejarah di Kota Semarang. Setting waktunya dari pukul 6 sore hingga 6 pagi,
sesuai dengan judulnya 12 jam di Semarang. Beberapa spot menarik Semarang
terbidik dengan bagus dalam beberapa scene. Menurut para penggagas film, kota
Semarang memiliki keindahan justru pada saat malam hari. Dimana saat warga
terlelap, sebagian warga banyak yang beraktivitas dari pengolahan kuliner yang
diceritakan dalam sebuah perjalanan kubis, kemudian disambung dengan kisah
hidup pemuda bernama Jaka yang menggantungkan hidup bekerja sebagai kuli di
pelabuhan di sela-sela jam kuliahnya.
Selain
itu tidak lupa beberapa cerita lain dengan mengambil unsur budaya yaitu
pertunjukan gambang Semarang, dan unsur sejarah dengan cerita nostalgia seorang
Belanda yang dahulu pernah tinggal di
Semarang.
Salah
satu cerita drama menarik adalah perjalanan dua orang pemuda untuk menonton
pertunjukan Gambang Semarang. Mereka dihadapkan pada permasalahan rumit
disepanjang perjalanan. Dialek juga umpatan mereka terasa Nyemarang banget! Bahkan tidak lupa, angkot disebut dengan Daihatsu
:D Berhasilkah mereka menonton pertunjukan?
***
Film bagus ini rencananya akan roadshow dibeberapa kota. Setelah diputar di E-Plaza dan
Balaikota Semarang, selanjutnya akan menuju Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Untuk
informasi lebih lanjut silakan follow @lopenSMG.
Salam
heritage!
Beneran keren ya?
ReplyDeleteWuih, jadi kepingin liat..
Karya anak muda yang perlu didukung dan harus dilirik yah...
ReplyDeletePaling suka dengan endingnya yang berinti Semarang yang dulu memang lebih indah dari sekarang ^^
@Ain Mungil : Iya.. ini film keren. Harus ditonton. :D
ReplyDelete@ HalimSan : Betul koh.. wah, jadi berharap blusukan Solo juga ikut bikin film :D