Tika :
Hari
Pertama # Kamis, 7 Februari 2013
Jam
tangan saya yang ketinggalan di kost, menunjukkan waktu pukul 18.23. Kereta Api
Rajawali sukses mengantar saya ke Stasiun Semarang Tawang dan disambut Hamid setelah perjalanan 4,5 jam dari Surabaya
siang tadi. Saya masih nggak nyadar kalau saya sekarang sudah berada di
Semarang! Iya! Semarang yang udah lamaaa banget nggak pernah saya datengin.
Tepatnya dua bulan.
Petang
ini suasana begitu nyaman. Hingga akhirnya perjalanan bermotor kami terhenti di
Jl. Prof Sudharto Ngesrep untuk makan malam. Entah kenapa tiba tiba saya pengen
makan sate ayam. Dan dua porsi sate ayam ludes kami lahap dengan 23K idr.
Sebelum waktu beranjak malam, kami segera menuju kosan Hamid, mandi, sholat,
beli galon air minum, ngobrol – ngobrol dan tidur. Hamid sendiri tidur di kamar
kosong sebelah.
Hari
Kedua # Jumat, 8 Februari 2013
Hari
masih pagi sekali. Mas Hamid membangunkan saya beberapa detik setelah adzan
subuh. Selamat pagi Kota Ungaran. Sudah lama saya tidak merasakan dingin
seperti ini. Setelah menimba manual dan wudhu dengan menggunakan pancuran manual
juga, kami shalat subuh lalu saya tidur lagi sementara dia akhirnya bergelut
dengan baju baju kotornya. Sebelum Hamid berangkat ke kantor, dia mengajak saya
makan Pecel Bu Sumo yang ada di Jl. Asmara Ungaran, 17K idr!
***
Jam
dinding di kamarnya Hamid menunjukkan pukul 11.25 siang. Padahal jam normal
baru pukul 11 siang. “Aku pulaang” sapa Hamid menggantikan smsnya selama ini disaat
dia pulang kantor. Entah apapun itu, sepertinya mukannya agak heran melihat saya
masih bergelut dengan selimut. Sembari menunggu waktu jumatan kami mengobrol
sambil tidur tiduran sok akrab gitu lah. :D Begitu Hamid berangkat jumatan,
disaat itupula saya mandi!
Akhirnya
waktu yang dinanti datang juga. Pukul 13.00 setelah packing kami bersiap untuk
perjalanan kami hari ini. Yaa.. Kita mau ke Dieng. Rencana yang beberapa kali
tertunda karena ini itu beberapa waktu lalu. Perjalanan dimulai dengan berdoa dan
saya tidak begitu paham jalan yang bakal kami lalui. Yang jelas, saya sudah
berada di jok belakang motor smash dan perjalanan ini melewati Bandungan. Satu
tempat dimana saya pernah dolan kesana waktu itu sama temen temen PKL. Saya
baru tahu jalan ke arah Candi Gedong Songo waktu Hamid isi BBM full 17K idr,
dan musik di SPBU itu menyetel salah satu lagu favorit saya, Tanjung Mas
Ninggal Janji. Huahahahaha.. hingga akhirnya kami melintasi daerah Sumowono,
dengan medan naik turun kelak kelok, dan kemudian sampai di Kota Temanggung.
Kota kecil yang tenang.. dimana angkot disitu berwarna orange dan menggunakan
kode huruf. Sama seperti Len di Surabaya. :D
Cuaca
siang ini meskipun tidak hujan, tapi kurang begitu cerah. Di sepanjang
perjalanan, Hamid cerita kalau cuaca cerah bakalan bisa terlihat jelas Gunung
Sumbing dan Sindoro. Akhirnya kami sampai juga di Kledung. Menurut jadwal, kami
bakal istirahat untuk makan siang dan minum kopi di Sindoro Sumbing Coffee
House and Trading yang lokasinya berada di sela sela Gunung Sindoro dan Sumbing
(Eh, aneh nggak sih pake kata sela sela?). Tapiii.. Hamid sepertinya
kebingungan. Sampai muter balik daaan… Nihil! Warung kopi andalannya sudah
tidak ada, rata dengan tanah. Nggak tau pindah kemana. Ya sudahlah nggak apa
apa meski saya bisa melihat dia kecewa. #Pukpuk mas Hamid, namanya juga
hiduuuuppp
Baru
beberapa menit smash membawa kami menuruni kawasan menuju Kertek Wonosobo,
rupanya oli rem depan bocor. Dan akhirnya kami berhenti sejenak sementara Hamid
uprek membetulkannya. Dan hasilnya, ada salah satu baut yang hilang sehingga
kepala smash itu jadi kendor. Sedikit mengganggu konsentrasi.
Alhamdulillah
kami sampai juga di Kota Wonosobo, aspal yang basah menandakan sesaat
sebelumnya sudah diguyur hujan. Tidak butuh waktu lama, Hamid mengajak saya
men-survey bioskop Dieng Cinema.
Kunjungan di Dieng Cinema saya kupas tersendiri disini
Hari
masih mendung ketika kami membelah Kota Wonosobo, melintasi Pasar Induk,
kemudian mampir sebentar di Atm BCA dengan antrian sama seperti antri tiket CJR
#abaikan! Dan kami terhenti di warung Mie Ongklok Bu Umi. Dua porsi mie
Ongklok, satu porsi sate sapi, satu es teh dan satu air putih. Saya tidak
begitu menikmati mie ongklok ini. Rasa – rasanya menurut saya tidak jelas mau
kemana. Ah, entah apalah itu. Di depan dan belakang saya kelihatannya makan
dengan lahap dan sangat menikmati. Ya.. anggap saja ini menjadi yang pertama
dan terakhir bagi saya makan mie ongklok. Ingat bagi saya lho! Mungkin anda
sekalian lidahnya cocok dengan makanan khas Wonosobo ini. Oya, untuk porsi
tadi, dihargai sebesar 23K idr.
Pukul
17.15, setelah mampir shalat asar di Masjid Kauman, hati terasa lebih tenang. Perjalanan
dilanjutkan dengan menanjak sepanjang Jl. Dieng. Di sebelah kanan jalan ada
restoran besar bernama Resto Ongklok, saya langsung bilang “No, Thanks!”
Sebelum
keluar kota, full BBM dulu 8K idr dan perjalanan sore ini lancar jaya. Terus
menanjak melewati daerah Garung, Kejajar.. di sepanjang jalan saya jumpai bunga
bunga warna kuning yang tersebar dijalan hingga sampai daerah Dieng. Itu apakah
kantung semar atau apa, tapi kayaknya bukan deh..
Hamid
selaluu saja menganggap bukit bukit kecil yang kami jumpai sebagai bukit
Sikunir. Sepertinya dia benar benar kepengen lihat golden sunrise sikunir ini! Setengah
jam berlalu, saya akhirnya menjadi ragu, sementara kiri kami tebing curam, dan
kanan kami jurang yang dalam, kabut sore ini juga menambah ketar ketir. Ah,
apakah ini jalan yang benar? Sepertinya di depan sana nggak bakalan ada
kehidupan lagi. Hamid sih bilang yakin yakin aja. “sebentar lagi sampai” dari
tadi dia ngomong gitu terus padahal saya sudah mulai bosan dan capek.
Tralalaaa…
dan kami sampai juga di plang Kawasan Dieng Plateau! Yeeeey!
Tidak
jauh dari situ, Hamid menghentikan laju smash dan ohhh.. ternyata kami sudah
sampai di penginapan yang sudah di pesen sama Hamid beberapa hari yang lalu.
Dieng Pass Homestay! Sebuah kamar yang luas, dengan dua bed ditemani selimut
selimut tebal, karpet tebal, seakan akan menyambut kami “Selamat datang dan selamat
kedinginan!”
Saya
segera tepar diatas kasur dan hawa disini benar benar dingin. Saya tidak pernah
merasakannya sebelumnya. Kami pun mandi dengan air hangat dan menunaikan shalat
maghrib di mushola sebelah kamar. Malam ini badan benar benar terasa capek.
Udara juga sangat dingin sehingga saya selalu pengen bersama selimut ini. Om
Agus menyambut kami dengan sangat ramah. Dia bilang kalau kami butuh makan
tinggal ke belakang saja ada banyak jualan makanan. Tapii, malam ini kami sudah
kenyang. Dan terus terang saja kami merasa sangat cocok berada di kasur ini.
Hehehe..
Hari
Ketiga # Sabtu, 9 Februari 2013
Alarm
hape saya berbunyi pukul 3.45. Rencananya nanti jam 4 kami mau ke Bukit Sikunir
dan melihat Golden Sunrise. Tapi apa yang terjadi? Jam 4.10 Hamid memaksa saya
bangun sementara saya masih kedinginan. Akhirnya setelah shalat subuh, kami
merasa sudah terlalu telat untuk berangkat ke Sikunir. Rombongan lain yang
menginap di homestay ini juga tidak berangkat, dan menambah malas saja. Sehingga
kami memutuskan untuk tarik selimut hingga nanti pukul 7.00! *Gagal!*
***
Saya
sudah mandi! Hamid juga sudah sibuk membeneri kepala smash sedari tadi. Pagi
ini, pukul 7.30.. kami mesti segera berangkat untuk berwisata. Ada apa aja sih
di Dieng? Saya sih sebagai follower ngikut saja sama mas Hamid.
Tujuan
pertama kami adalah Kompleks Candi Arjuna. Tidak jauh kok dari penginapan.
Cukup naik motor 5 menit dan sampai di loket dimana kami diminta membayar 10K
idr per orang untuk kompleks candi dan Kawah Sikidang nantinya.
Candi
candi ini berdiri begitu gagah ditengah tanah lapang. Beberapa candi
disekitarnya tampaknya sudah rubuh dan tidak bisa di rekonstruksi lagi. Ada
beberapa pengamen, dan dipagi yang masih sepi ini saya jumpai ibuk ibuk hebat
yang terus terusan berlari mengitari candi! Kereeen!
Sebelum
ke tujuan selanjutnya, kami sempatkan untuk sarapan. Satu porsi mie goreng
bakso, satu porsi nasi goreng bakso, satu teh manis dan satu air putih menjadi
menu kami pagi ini. Nasi goreng pesanan saya rasanya sedikit aneh. Saya hanya
mampu menelannya beberapa sendok saja. Hamid juga ternyata tidak begitu cocok.
Entah kami yang terlalu manja atau gimana, terus terang lidah kami tidak cocok
dengan makanan ini. :(
Beberapa
saat sebelum memasuki kawasan Kawah Sikidang, aroma udara sudah terasa bau. Bau
belerang rupanya.
Hamid mengajak saya menikmati Tempe Kemul, salah satu makanan
khas Dieng. Tapi saya tidak pengen makan. Sepertinya saya masih shock karena
tidak cocok dengan makanan makanan disini. Mungkin hati saya sudah mulai mem –
blacklistnya. Hehehe..
Untuk
menuju ke kawah, kami harus berjalan kaki sekitar 400 meter. Aroma belerang ini
mungkin akan mengganggu, tapi tenang, kami bisa membeli masker yang satu bijinya
dijual seharga 2 ribu saja. Hamid bercerita tentang seorang putri yang dilamar
oleh Pangeran Sikidang. Namun, sang putri menolaknya karena ternyata pangeran
Sikidang ini mukanya setengah Kijang. Akhirnya karena takut menolak, sang Putri
mensyaratkan pangeran untuk membuat sumur. Disaat pangeran ini membuat sumur,
sang Putri mengubur sumur tersebut. Sang pangeran pun bersumpah “saya
sumpahin.. nanti anak cucumu akan punya rambut gimbal” Hehehe, cerita yang
menurut saya mengada ada.
***
Cukup
sudah tidak perlu lama lama kami berada di Kawah Sikidang, kami segera sampai
di Dieng Plateau Theater. Siang ini kondisi sepi sekali. Tidak ada antrian
penonton. Akhirnya kami diberi kehormatan untuk menonton berdua saja. Hahaha..
bioskop mini dengan kapasitas sekitar 50 tempat duduk, memutar film dokumenter
tentang sejarah, dan keindahan Dieng berdurasi 20 menit. Tiketnya murah kok.
Hanya 8K idr untuk dua orang.
Kami
memutuskan untuk menuju ke Museum Kailasa yang terletak bersebelahan dengan
Candi Gatotkaca. Eh, eh.. tapiii museum ini ternyata tutup.
Yasudah, kamipun
akhirnya muter lagi menuju ke Telaga Warna. Berdasarkan peta, tempat ini tidak
terlalu jauh dari Dieng Plateau Theater. Benar saja, hanya sekitar 100 meter
dari DPT.
Untuk
masuk Telaga Warna, kami dikenakan 6K idr per orangnya. Disini pengunjung dapat
menikmati hamparan danau berwarna hijau. Warna yang terjadi karena konsentrasi
air bercampur belerang sehingga terjadi degradasi warna. (Ini bener apa enggak
ya penjelasan teorinya)
Kawasan
ini cukup ramai dikunjungi, bahkan saya juga menjumpai wisatawan mancanegara
juga lho!
Tidak
terasa, sudah pukul 11.10, itu tandanya kami harus segera kembali ke homestay
untuk packing dan check out.
Tepat
tengah hari kami berpamitan dengan om Agus dan istrinya itu, pengelola Dieng
Pass. Ohya, bagi yang mau berkunjung ke Dieng dan butuh menginap, tidak ada salahnya mencoba menginap di Dieng Pass Homestay. Tinggal telpon aja atau sms ke 085 291 250 250 atau 085 743 461 555.
Perjalanan pulang cukup lancar dan terasa sangat cepat. Tidak terasa
sudah sampai daerah Garung dan masuk Kota Wonosobo. Pukul 13.15 kami berhenti
di Kertek untuk makan siang di Warung Murah Meriah, sebuah warung makan dengan
banyak menu sayur dan lauk. Dan sekalian shalat dhuhur di musholla yang
disediakan dilantai dua warung tersebut.
Selama
perjalanan pulang, kami sempat mampir ngeyup diantaranya di Kantor Kepala Desa
Reco, Kota Temanggung, dan Sumowono. Sampai di Bandungan saya mampir untuk
membeli kelengkeng 15K idr. Dan 5 jam kemudian kami sampai di kost Hamid dengan
selamat! :D
Malam
itu juga, saya kembali tidur di kamar Hamid.
Hari
Keempat # Minggu, 10 Februari 2013
Selamat
pagi.. sebelum pukul 6, saya dan Hamid sudah ke Indomaret untuk memesan tiket
kereta api. Tapi ternyata tidak bisa karena akan digunakan pada hari yang sama.
Klik klik internet, akhirnya kami sepakat untuk berangkat ke Stasiun Tawang
pukul 6.30. mandi, packing dan we are ready to go!
Baru
jam setengah delapan. Alhamdulillah tiket jurusan Surabaya Pasar Turi masih ada
yang sisa untuk jadwal pagi ini jam 8.30. Setelah memesan tiket, kami
memutuskan untuk mencari sarapan yang akhirnya kami membeli Soto Surabaya di
kawasan Jurnatan. Setengah jam kemudian kami sudah berada kembali di lobi
stasiun dan limabelas menit kemudian, saya benar benar harus berpamitan dengan
mas Hamid! Maksudnya dengan kota Semarang! Hehehe..
More pics :
Me and Tempe Kemul |
Menuju Kompleks Candi Arjuna |
Kompleks Candi Arjuna |
Dieng Pagi itu |
Dieng Pagi ini |
Tampak seperti di Eropa. Heheh |
Dieng |
Dieng Super Lombok |
Masker 2Ribu |
Sikidang Crater |
Layar DPT |
Hamid - Telaga Warna |
Tika - Telaga Warna |
Tika - Telaga Warna |
Kita Tetangga ya hehe
ReplyDelete@Kab Batang : Tetangga gimana mas??? -_-
ReplyDeleteKok cuma 600-an ribu ya? Kalau pakai paket tur bisa sampai 2 juta lho. Itu dari Jakarta..
ReplyDelete@giewahyudi : iya emang habisnya cuman segitu doang ... ini perhitungan dari Surabaya.. Terus nginepnya 1 malam. Dan akomodasi pakai sepeda motor. Maklum backpacker kantong tipis! :D
ReplyDeletethanks atas kunjungannya
perjalanan asik disertai paket hemaTT beibz...!!
ReplyDeletecerita naik gunung dooonngg...:)
Kareena : Iya, hemat kan ternyata?? Wadoh! Naik gunung? hmmm.. sek, siapa partnernya ini?? :D
DeleteWaduh, pantes mas. Setiap saya pulang dari Ajibarang dan lewat Kledung, tak cari2 gak ada yang namanya Sindoro Sumbing Coffee House and Trading. ternyata dah rata dengan tanah. Salam buat temennya dari SBY, kadang saya kangen banget pergi ke SBY jew. 5 Tahun disana rasane dah kayak rumah sendiri.
ReplyDelete#Dimung Pamungkas
@Dimung : Tapi pernah mampir belum mas sebelumnya? Iya, ini salamnya langsung disalam balik sama mbak tika nya :D :D
ReplyDeleteAyo ke surabaya, saya nebeng :D
nama penginapannya apa??
ReplyDelete@atas
ReplyDeleteDieng Pass Homestay. Coba dibaca lagi yang teliti ya.. ada nomer telponnya juga kok :)