Wednesday, January 23, 2013

Bioskop di Jawa Tengah

Berikut ini adalah daftar bioskop di Jawa Tengah dan Jogjakarta yang saya tahu : hehehe

1. Studio 1,2 Sukoharjo
Lokasi ada di kawasan Pasar Sukoharjo. Pada masanya memiliki dua studio. Saat ini sudah tidak beroperasi lagi.
2. Atrium Sragen
Lokasi ada di  sebelah selatan Alon alon Sragen. Sekitar tahun 2008, masih beroperasi namun sekarang sudah tidak beroperasi lagi.
3. Solo Square XXI (Jaringan 21 - Solo Square)
4. Studio - Solo
Ada di Plasa Singosaren Solo. Sampai saat tulisan ini ditulis, saya masih saja belum sempat mengunjungi bioskop ini. Namun, jadwal filmnya tiap hari nongol di harian Suara Merdeka. Akhirnya saya sudah mengunjungi bioskop ini dan berhasil saya review disini *update 29 Januari 2014


5. Grand 21 (Jaringan 21 - Solo Grand Mall)

6. Empire XXI (Jaringan 21 - Empire Cinema Jogja)
Yang spesial adalah karena disini jumlah theaternya banyak, yaitu ada 6 theater
7. Studio 21 (Jaringan 21 - Ambarrukmo Plaza Jogja)
8. Indra
Lokasi ada di Jl. A. Yani dekat dengan kawasan Malioboro. Dan yang pasti sekarang sudah tidak beroperasi lagi
9. Permata
Lokasi ada di Jalan Kusumanegara Jogja. Baru saja sekitar satu dua tahun belakangan tutup. Padahal Indra dan Permata ini jadwal filmnya sebelumnya rajin nongol di harian Kedaulatan Rakyat
10. Reksa Theater - Salatiga
Lokasi ada di kompleks atrium Salatiga, Jl. Jenderal Sudirman. Kondisi sekarang sudah tidak beroperasi.
11.  Magelang dan Tidar Theater
Lokasi sebelah timur Alon Alon Magelang. Dua duanya merupakan gedung bioskop satu atap yang sudah tutup beroperasi sejak tahun 2011.
12. Temanggung Theater
Lokasi ada di sekitar Pasar Temanggung. Sudah lama tutup

13. Central Theater
Lokasi ada di Jl. A. Yani dekat dengan Kantor Bupati Temanggung. Sangat jelas berada di pinggir jalan dan bangunannya khas. Saya sampai sekarang belum ada waktu untuk menyempatkan memotret bangunan ini. Yang jelas sudah tutup lama.
14. Dieng Theater Wonosobo
Lokasi ada di Jl. Sruni, Kelurahan Jaraksari, Wonosobo. Pertama dan terakhir saya berkunjung bulan Juli 2012. Kondisi masih buka seadanya, dan menurut informasi sekarang sudah di rehab menjadi lebih modern dengan nama Dieng Cinema. Semoga dalam waktu dekat saya bisa berkunjung kesana! ;). Review saya bisa klik disini
15. Cahyana Theater Banjarnegara
Saya tidak tahu persis lokasinya, tapi kira kira ada di sekitar SMA 1 Banjarnegara. Karena sudah lama tutup, yang jelas menurut cerita teman saya, lokasinya sekarang katanya angker dan sering terjadi kecelakaan di sekitaran tempat tersebut.
16. Bralink Theater Purbalingga
Lokasi sekarang ada di Supermarket Indorisky. Jl. A. Yani Purbalingga. Saya baru tahu beberapa waktu terakhir dan you know, it is sudah tutup lamaa juga.
17. Bagelen Theater Purworejo
Lokasi ada di sekitar barat Alon alon Purworejo (anybody know?) saya belum pernah sama sekali mengunjunginya. Tetapi sekarang sudah tutup. Pada masanya bioskop ini adalah bioskop paling mewah di Purworejo.
18. Star Theater Kebumen
Lokasi ada di sekitaran bekas terminal Jl. Indrakila Kebumen. Tahun 2008an, bioskop ini masih buka, namun terakhir saya berkunjung ke Kebumen 2010 silam, ternyata sudah tutup.
19. Rajawali Theater 21 Purwokerto.
Setahu saya ini bukan jaringan 21. Tetapi, beberapa bulan lalu nyetelnya memang film film yang agak telat. Namun belakangan ini, film nya update terus. Tidak tahu apakah memang sudah bergabung dengan 21 atau mandiri? Yang pasti, bioskop ini walaupun secara eksterior dan interior kalah modern, tetapi kualitas dan manajemennya saya acungi jempol lima deh! Mantaappp. Ini review saya bisa klik disini
20. Dedy Jaya Theater  Brebes
Bioskop ini menyatu dengan Dedy Jaya Plaza. Belum sempat saya kesana, rupa rupanya bioskop ini kabarnya sudah tutup. Dan saya agak nyesel juga sih.
21. Marina Tegal
Kenapa marina? karena tempat ini saya inget betul waktu saya mbolang ke Tegal awal tahun lalu. Sebuah bangunan mangkrak sepertinya bekas plaza, dengan sebuah pintu layaknya pintu bioskop dan papan poster film. Langsung bisa saya tebak bahwa itu bekas bioskop.

Update 11 November 2015
Gajahmada Cinema Tegal, baca reviewnya disini
22. Wijaya Cineplex Pemalang
Bioskop ini sampai sekarang masih beroperasi. Tempatnya cukup nyaman, ruang tunggu bersih, interior mirip banget dengan studio 21. Namun kualitasnya jauh dibawahnya. Lokasi ada di Jl.(Saya lupa) dari arah Pasar Kota, ada BCA, maju dikit belok kanan. Ini review saya bisa klik disini
23. Borobudur Cineplex Pekalongan
Bioskop non 21 yang menyatu dengan Mall Banjarsari. Benar benar suasana yang ditawarkan mirip banget dengan studio 21. Nyaman, bersih... dan sayangnya cuma ada dua theater. Ini review saya bisa klik disini
24. Citra 21 (Jaringan 21 - Citra Land Mall Semarang)
25. Paragon XXI (Jaringan 21 - Paragon Mall Semarang)
26. E- Plaza (Kompleks Entertainment Plaza Semarang)
Bukan bioskop jaringan 21, tapi selalu update film. Memiliki pangsa pasar sendiri dan sampai saat ini saya terus terang belum pernah nonton disana. :D . *update 16 Februari 2014, review E Plaza sudah akhirnya sudah saya kunjungi. Baca reviewnya disini
27. Empire - Kudus
Saya masih ingat tahun 2010, saya ke Kudus dan melihat poster iklan film di dekat Matahari / Plaza Kudus. Ternyata sebelah Plasa ini ada bioskop yang ternyata juga tahun setelahnya (ternyata lagi) sudah tutup.

*Update Januari 2014. New Star Cineplex Kudus. Baca reviewnya disini
28. Ungaran Theater
Sudah tutup lama sekali. Saya malah baru tahu lewat cerita orang orang. Lokasi ada di seberang BRI Ungaran. Sekarang berdiri RM Lombok Idjo.

29. Platinum Cineplex Sukoharjo
Saya review disini :
Platinum Cineplex Solo *update 29 Januari 2014

Selain itu, pasti masih banyak bioskop lain yang saya belum mengendus keberadaannya, terutama bioskop bioskop yang sudah tutup dan berada di kota kota yang belum pernah saya singgahi.  Beberapa bioskop yang tidak saya tampilkan diatas adalah seperti bioskop bioskop di Kota Muntilan, sekitar Tempel Sleman, dan Bioskop di daerah Kendal. FYI, kota di Jateng yang belum saya uprek adalah Pati, Rembang, Blora, Wonogiri, Cilacap, Brebes.


Read More..

Monday, January 21, 2013

Kalau bukan kamu, orang lain pun bisa

Jalan Raya Barat, Januari 2013

Kamu duduk di depanku. Beberapa makanan sudah siap kita santap. Kulihat sekilas di bawah meja sana. Sandal jepitmu yang tidak seperti sandal jepit wanita, ah itu dia. Kakimu yang sudah lama ini tidak pernah kulihat lagi. Ya, aku memang suka itu. Hanya sedikit, hanya sekitaran mata kaki sampai ujung kaki. Kaki yang bersih. Dan juga beberapa bagian di sekitaran siku tanganmu.

Sore itu kita ketemu setelah beberapa waktu aku hanya sanggup menahan rindu. Sembari memulai minum orange squash, pelan pelan ku coba mengurai ada apa di otak ini sehingga aku tak kuasa untuk terlalu lama mengalihkan perhatianku.

“bapak ibu sehat?” tanyaku dengan sedikit pelan
“ya, alhamdulillah”..
Dia memang seperti ini. Sembari melihat meja sebelah, mulutnya terus membicarakan hal – hal yang rasionalistis, tanpa memandang ke arah mataku, katakanlah memandang dahiku, kecuali sedikit saja.

Aku datang bukan untuk sebuah cinta. Cinta itu sudah aku lempar jauh meski kadang tiba tiba benang bersambut dan seakan akan ingin kutarik lagi cinta itu meski sulit dan benang itu tentu mudah putus. Aku datang untuk menjalani proses ini. Proses yang membutuhkan waktu dan membutuhkan hati yang benar benar harus hancur sampai dapat dibentuk kembali. Katakanlah ini terlalu sadis, ya.. inilah aku seorang ekstrovert.
Aku bisa membaca hatimu baru beberapa minggu terakhir ini. Dan, didepanku, kamu bicara dengan sangat tajam, fokus, dan dalam. Itulah kamu yang sebenarnya. Ah, sayang sekali, alasan itu hanya menambah daftar urutan kebaikanmu.

Kuakhiri pertemuan kita hari itu dengan percaya diri. Aku bisa! Kewajibanku sudah selesai dan sekarang aku wajib untuk melanjutkan perjalanan hidup. Melewati jalan pertama romansa kita, dan sekarang (mungkin) untuk terakhir kali adalah sebuah pilihan pahit yang harus ditelan dalam dalam seperti obat yang menyembuhkan. Aku memulainya dengan permainan, aku hanyut, aku jatuh dalam, terlalu dalam ke hatimu.

Aku sadar untuk melepasnya, hanya dengan satu syarat kala itu. Syarat yang terlalu indah untuk pecundang seperti aku. Dan aku mendapatkannya. Yaa.. semestinya itu cukup. Tidak hanya cukup. Bahkan sangat sangat lebih dari cukup. Harusnya, aku kembali menata pijakan tangga ini dengan pikiran itu.

“selamaat pagiii….”
Aku membaca message nya disetiap pagi. Sebuah pesan berjuta semangat yang selama ini aku dambakan.

Kalau bukan kamu, orang lain pun bisa :)



Kost, Januari 2013



Read More..

Tuesday, January 15, 2013

Peta Kota Ngawi

Peta Kota Ngawi  (Klik untuk memperbesar)

Inilah Peta Kota Ngawi Read More..

Unknown Map

Unknown Map
Jadi begini, bulan November lalu saya bermimpi yang aneh banget. Dalam mimpi saya itu, saya sedang menjalani sebuah diklat disebuah kota. Saya sampai hafal seluk beluk kota itu. Tapi sampai sekarang saya juga bingung itu kota mana. Dan setelah saya ingat ingat, kota yang ada dalam mimpi itu kurang lebih seperti di atas. Ada alon alon, terminal, masjid agung, dan kantor Bank BCA. Di seberang kantor BCA itu ada sebuah taman dan disana ada peta kota juga. Sebuah garis biru diatas adalah sungai yang dipenuhi dengan  enceng gondok. Dan diujung jalan yang deket dengan sungai itu asrama saya berada. Hehehe.. maafkanlah kalau ini sebenernya nggak penting! :D
Read More..

Monday, January 7, 2013

Lost In Ngawi, 30-31 Desember 2012 (Benteng Pendem / Fort Van den Bosch)

Tulisan ini adalah sub laporan Lost In Ngawi


Alarm hape saya kembali berbunyi dan waktu menunjukkan pukul 15.30 sore. Kami buru – buru mandi dan bersiap untuk wisata kedua kami. Sore ini, kami hendak mengunjungi Benteng Pendem Van den Bosch yang menurut referensi di internet terletak di Kelurahan Pelem, tepatnya di pojok timur laut Kota Ngawi. Cuaca begitu mendukung. Langit biru dengan beberapa awan tipis seakan menyambut kedatangan kami dengan ramahnya seperti slogan Kabupaten Ngawi, Ramah.

Smash melaju pelan, membelah alun alun (ohya, saya pertama terheran heran karena alon alon disini ada belahan tengah yang bisa buat jalan sepeda motor), 
dan melintasi Jl. JA. Suprapto. Setelah melewati Polres, kami lalu menjumpai Pasar Besar Ngawi. Setelah itu, belok kanan dan akhirnya saya memutuskan untuk bertanya kepada seorang bapak yang kebetulan saya jumpai di pertigaan kawasan militer. 

“permisi pak, mau Tanya mau ke Benteng Pendem lewat mana ya?”
“Oh, itu lurus aja, masuk”
“Jauh nggak pak?”
“Nggak kok, itu entar udah keliatan”
“Jadi saya mesti minta ijin nih sama pos tentara itu?”
“iya, ijin aja , nggak papa kok”
“oke deh.. makasih ya ..”
“that’s rights”

Seperti itulah percakapan kami yang sedikit saya modifikasi (padahal aslinya kami ngobrol pake bahasa jawa). Benar saja, kompleks Benteng Van den Bosch ini berada di kompleks militer Angicipi. Sertahu saya itu nama salah satu kesatuan dari Yon Armed 12. Yang jelas, saya minta ijin di posko tentara tersebut, tanpa meninggalkan kartu identitas atau apa, kami langsung dipersilahkan masuk. Beberapa mobil militer kuno terparkir dengan kondisi tidak terawat menyambut kami, kemudian proyek pembangunan pengembangan kawasan wisata benteng Pendem ini juga sedang dalam progress. Berdasar informasi yang pernah saya baca di internet, bahwa benteng Pendem ini belum lama dibuka untuk umum. Tepatnya baru dibuka untuk umum pada tahun 2011 lalu. Sebelumnya digunakan sebagai gudang amunisi oleh Yon Armed 12 yang sekarang sudah pindah di daerah Jl. Siliwangi, Ngawi. 
Dan pandangan saya terkesima melihat benteng hebat ini terhampar di depan mata. Sebuah benteng dengan dikelilingi parit dan gundukan tanah disekitarnya, dengan kondisi yang agak memprihatinkan. 

Saya menjumpai dua orang pemuda yang saya kira adalah penjaga. Mereka mempersilakan saya untuk memarkir motor di sebuah tempat yang menurut saya adalah ruangan di sayap gerbang benteng. Saya melihat papan tulisan “MASUK Rp. 1000” namun tidak ada loket tiket sama sekali. Salah seorang pemuda tadi bilang sama saya bahwa mungkin karena sudah sore, jadi udah nggak ada petugasnya. Padahal, tidak jauh dari situ juga saya juga menjumpai tulisan buka sampai pukul 17.00 sementara jam tangan saya menunjukkan pukul 16.25. Saya dan Rina lalu segera memasuki benteng yang dibangun dalam masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van den Bosch pada tahun 1839-1845 ini. 
Wow, menurut saya ini benteng yang megah sekali. Dengan bagian tengah berupa bekas kantor (mungkin?) dengan arsitektur pilar pilar romawi. Kami lalu memutuskan untuk memulai penelusuran dengan rute ke kanan. Pada sayap kiri, seharusnya benteng ini ada dua lantai, namun sudah agak hancur. Menurut artikel yang pernah saya baca di internet, kehancuran sayap kiri ini karena bom yang dijatuhkan oleh Jepang. 

Kemudian, saya melanjutkan perjalanan ke pojokan benteng. Suasana ‘agak’ serem dan saya tidak berani menaiki tangga yang sepertinya tidak pernah dijamah ini. Saya juga sempat menjumpai salah seorang bapak dengan beberapa ekor kambing yang merumput di rumput hijau bagian dalam benteng ini. Pada gedung bagian belakang, saya memberanikan diri menaiki tangga dan sampai pada lantai II, saya dikejutkan dengan aroma kotoran burung. Benar saja, bagian ini sudah sangat tidak terawat. Bahkan lantai II sudah ambrol. 
Saya lalu turun dan kemudian, Rina juga menemukan kran air dan mencuci tangan disitu. Dia sakit perut dan saya mesti menunggunya beberapa saat. Dia kebanyakan makan mie biting nih kayaknya.
Habis itu, kami mencoba menembus pintu yang ke belakang. Dan saya menemukan sebuah pipa besar terbuat dari besi. Besar kemungkinan itu adalah pipa air pada jamannya, bagian belakang benteng ini, terhampar sawah. 
Oiya, kompleks benteng yang seluas sekitar satu hektar ini, dikelilingi oleh gundukan tanah yang membuat seakan akan benteng ini tidak terlihat. Mungkin hal ini yang membuat penamaan kata pendem tersebut. Selain itu, benteng ini juga dikelilingi oleh parit selebar 5 meter. Pada masanya, benteng ini digunakan untuk menangkal perlawanan rakyat terhadap Belanda. Terutama perlawanan Wiirotani dan pasukan Diponegoro. Saya juga menemukan kolam kecil dengan ditumbuhi lumut air. Warnanya hijau, dan suasananya agak menyeramkan. Akhirnya kami segera kembali lagi ke dalam benteng. Mungkin kami sudah mulai bosan dengan pemandangan ini, suasana juga begitu sepi. Dan setelah beberapa kali jeprat jepret, kami memutuskan untuk mengakhiri wisata gratis Benteng Pendem ini. Hehehe..

Waktu menunjukkan pukul 17.00. Saya mengambil motor di parkiran, dan kami meninggalkan benteng tersebut dengan perasaan puas. Hehe. 

Sebenarnya ada satu bagian yang lupa saya kunjungi. Yaitu makam Kyai Nursalim yang ada di salah satu ruang benteng ini. Konon pada waktu itu, beliau adalah salah satu pasukan Diponegoro yang tertangkap. Karena kesaktiannya, sang kyai tidak mempan ditembak sehingga akhirnya dikubur hidup hidup oleh tentara Belanda.

Benteng Pendem via Wikimapia.org
Ini adalah data teknis Benteng Pendem / Fort Van den Bosch
Nama : Benteng Van den Bosch / Benteng Pendem
Lokasi : Kelurahan Pelem, Kecamatan / Kabupaten Ngawi
Dibangun : 1839-1845
Luas : Sekitar 1 hektar
Fungsi : Penangkal pasukan Diponegoro
Jumlah lantai : 2
Gaya bangunan : Belanda, Pilar Romawi
Fungsi setelah kemerdekaan RI :
1962 : digunakan sebagai markas dan gudang amunisi Yon Armed 12 dan tempat latihan perang
1970/1980an : Dikosongkan karena gudang amunisi di pindah ke Jl. Siliwangi, Ngawi
2011 : dibuka untuk umum
2012 : Penataan taman di kawasan benteng oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi untuk tujan wisata

more pics
Gerbang 
(mungkin) bekas kantor

From main field

Lokasi bekas bom Jepang

Bagian tidak terawat

 Bekas sistem pengairan

Bekas sistem kelistrikan


Kolam sebelah belakang



Akar pohon yang nempel di tembok (saya agak ngeri liatnya)








Kembali ke Lost In Ngawi

Read More..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...