Monday, October 9, 2017

Dari Srabi Ngampin ke Pecel Keong Muncul




Sepulang berenang, saya memarkir kendaraan di depan salah satu penjual srabi di daerah Ngampin, pagi itu. Sepanjang jalan raya Ngampin, Ambarawa memang sudah terkenal sebagai sentra srabi. Jika dalam bayangan kami sebelumnya srabi disini seperti halnya srabi Solo, itu ternyata salah.
Kios-kios penjual Srabi Ngampin. Sumber http://jengjeng.matriphe.com

Sepagi itu, para penjual srabi tampaknya masih banyak yang bersiap-siap menata dagangan dan tentu saja mulai memasak srabi. Masing-masing memiliki satu warung dengan bentuk seperti kios gasebo dan penjualnya duduk menangkring diatas papan, sembari menghadapi tungku.

Bahan bakar yang digunakan untuk memasak srabi ini masih tradisional, menggunakan potongan-potongan kayu sehingga srabi yang dihasilkan memiliki citarasa yang asli dan original.

Dengan ramah, mbak penjual mempersilakan kami untuk duduk di papan tersebut – yang memang dipergunakan sebagai tempat makan. Modelnya lesehan, namun tempatnya lebih tinggi dari jalan raya.

“Satu porsi berapa, mbak?”
“Satu biji seribu, monggo mau berapa terserah, mas”

Akhirnya saya pesan dua porsi yang satu porsinya masing-masing diisi lima serabi. Dari kelima srabi tersebut adalah campuran antara srabi cokelat, srabi hijau dan srabi putih alias original.

Pagi yang masih segar ini, nampaknya belum banyak srabi yang sudah siap. Sembari beristirahat kami pun berkesempatan melihat sang penjual meracik langsung mencetak srabi pada tungku dan wajan tanah liat. Tidak lama, akhirnya srabi kami pun tersaji. Srabi Ngampin, berbeda dengan srabi Solo yang manis, di sini srabinya tawar. Untuk melengkapinya, srabi yang telah disiapkan di mangkuk, diguyur dengan kuah santan bumbu jahe. Manis, sedap, dan hangat.
Srabi Ngampin, sumber : semarangcoret.com

Tidak butuh waktu lama, saya yang belum sarapan segera melibas seporsi srabi yang enak tersebut. Bahkan anak saya Dayu, juga terlihat sangat menikmati. Rasa srabinya gurih, tingkat kemanisan kuahnya pas. Sungguh paduan dan racikan maestro yang bisa menghasilkan srabi senikmat ini.

Catatan : Untuk menikmati srabi Ngampin, jangan lewat Jalan Lingkar Ambarawa.

**
Pecel Keong Muncul

Hari Jumat sore, tampaknya wisata Pemandian Muncul begitu ramai. Jalan Raya Salatiga – Ambarawa didepannya pun tak kalah ramai oleh lalu lalang penduduk dan wara – wiri kendaraan bermotor. Saya menepikan motor saya tepat di seberang pemandian air alami tersebut.

Ada warung yang penuh sesak oleh pengunjung. Parkirannya pun terpantau ramai baik itu kendaraan roda empat, maupun jejeran sepeda motor yang terpakir rapi. Warung yang terlihat sederhana itu bernama Mbak Toen yang konon sudah tersohor di blantika perkulineran daerah sini.

Bagian depan warung tertulis “Warung Mbak Toen” berbahan busa yang sudah kelihatan usang. Sementara itu ada beberapa toples klasik khas wadah kerupuk warna hijau tertata rapi di bagian depan. Ada kripik wader, peyek ikan cempli/petol, ada kripik bayam, keripik belut, dan masih banyak lagi. Semua merupakan kudapan khas dari daerah Muncul, Banyubiru sini.
Warung Mbak Toen tampak depan

“Pecel keong satu, ya buk”

Saya menyapa salah satu karyawan warung makan tersebut setelah melihat-lihat kondisi warung yang cukup sesak, ramai. Di mejanya bahkan tertata kranjang-kranjang berisi aneka keripik dan kerupuk yang membuat meja terkesan tambah sempit.

“Mau disini atau lesehan, mas? Jika lesehan silakan menulis di kertas saja” jawabnya.

Sontak saya lalu diberikan kertas dan langsung menuju lokasi lesehan yang berada persis di sebelah warung. Lesehannya luas dan sangat lega. Suhu udara di daerah sini juga tidak panas. Tetapi rimbun dan semilir sehingga menambah lapar saja.

“Jangan lupa ditulis nama, ya!” tambah mbaknya.

Menu spesial di sini yang kerap dicari orang adalah pecel keong. Keong yang dimasak adalah jenis keong emas yang biasa ditemui di persawahan berair dan dianggap hama oleh para petani.

Setalah menunggu barang sesaat, pesanan kami akhirnya datang. Satu porsi pecel keong untuk saya, dan satu porsi pecel mujair pesanan Tika, istri saya. Model pecel disini seperti halnya kebanyakan pecel ala Jawa Tengah yaitu nasi dengan rebusan sayur, ditambah sedikit mie goreng, kemudian diguyur dengan saus kacang sedap yang bercitarasa manis. Campuran keongnya sendiri dioseng dengan bumbu jahe sehingga tidak amis. Rasanya sedikit kenyal dan citarasanya sangat pas disantap dengan nasi hangat. Untuk lebih menyemarakkan suasana, saya juga pesan satu ons keripik wader. Wader merupakan salah satu jenis air tawar yang mudah dijumpai di sungai-sungai atau persawahan di perdesaan. Bila digoreng tepung crispy, maka jadilah ia teman makan sebagai pengganti kerupuk yang rasanya sungguh lezat.
Pecel keong dan ketan kolak, kenikmatan haqiqi

Sementara itu, ikan mujair goreng yang dipesan istri saya juga tidak kalah maknyus. Proses penggorengan yang garing dan pemberian bumbu yang nendang menjadi salah satu faktornya. Tidak heran, rasa bumbunya meresap hingga bagian dalam ikan.

Adapun satu menu pamungkas yang tidak lupa saya pesan adalah es ketan kolak. Dari namanya, sebenarnya saya sudah terbayang seperti apa bentuknya. Benar saja, semangkuk ketan kolak ini berisi kolak pisang yang ditambah sebongkah ketan. Akhirnya kuah kolak ini sukses menggelontor tenggorokan setelah mencicipi pecel keong enak khas Muncul Banyubiru ini. 



4 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...